Dearjuna 05 - Bocah Hilang

"Oke deh, sampai ketemu di-"

Mata Aruna sontak melotot saat ekor matanya tak menemikan sosok Shila di sekitarnya. Dia segera mematikan panggilan dari orang di seberang secara sepihak, lalu berlari menghampiri tempat terakhir bocah itu berada. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar tenant pakaian wanita ini. Namun sejauh mata memandang, sudut mata Aruna tidak dapat menemukan bocah menggemaskan itu.

Lantas tanpa berpikir dua kali, Aruna melesat meninggalkan tempat itu tanpa memberitahu Arumi yang masih mengobrol dengan si penjual pakaian.

Aruna menerobos lautan manusia yang lalu-lalang di sekitarnya dengan tergesa-gesa. Sepertinya ada beberapa orang yang menatapnya sinis setelah bahu mereka tak sengaja disenggol olehnya. Namun Aruna tidak peduli. Yang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana caranya menemukan keberadaan Arshila di tempat seluas ini?

Usai berjalan tak tahu arah, Aruna menepi sejenak di sebelah tenda penjual sate seafood bakar. Matanya kembali bergerak ke sana kemari, memindai satu demi satu manusia yang berjalan melewatinya.

"Duh Arshila, kamu ke mana sih?" Aruna bertanya dengan suara lirih. Usai itu ia kembali menggerakkan kaki dan pergi meninggalkan tempat itu.

Loh, itu Shila? Batin Aruna bertanya-tanya keitka ia menemukan seorang anak perempuan yang mengenakan setelan mirip dengan Shila. Dia berjalan beberapa meter di depan Aruna bersama seorang pria yang sudah kelihatan sudah cukup berumur. Lantas tanpa berpikir panjang, Aruna bergegas mendekati mereka dengan menerobos beberapa orang yang ada di depannya.

"Chila!"

Anak perempuan itu spontan menghentikan langkah dan menoleh setelah Aruna menepuk pundaknya. Pria di sampingnya pun demikian. Dia menatap perempuan itu dengan menaikkan salah satu alisnya. "Ada apa ya, Mbak?" tanya pria tersebut.

Aruna tersenyum kikuk dan menggelengkan kepala. "Gak papa, Pak. Maaf, saya kira anak bapak itu keponakan saya. Soalnya dari jauh perawakannya agak mirip," jawabnya. Setelah itu ia membungkukkan badan lalu melesat meninggalkan keduanya.

Ya ampun, memalukan sekali! Bisa-bisanya Aruna salah mengenali orang. Yang lebih parahnya lagi, bisa-bisanya Aruna tidak mengenali perawakan keponakannya sendiri!

Setelah menyusuri beberapa tenant dengan langkah gontai, Aruna memutuskan menepikan diri di depan tenant berbagai macam perabotan rumah. Dia membungkuk sejenak demi mengatur napas yang sudah tak beraturan, sementara itu tangannya menyeka keringat yang bercucuran di dahi dengan kasar.

"Habis ngapain, Neng? Kok sampe ngos-ngosan gitu?" Seorang wanita berkerudung merah marun yang duduk di dalam tenant memandangi Aruna dengan wajah bingung. "Habis jogging ya, Neng?" tebaknya.

Aruna menggeleng seraya tersenyum tipis. "Enggak, Bu. Saya lagi nyari keponakan saya. Dia tiba-tiba hilang pas saya lagi nerima telepon dari temen," jelasnya. Usai itu dia mengeluarkan ponsel dari saku celana, lalu menunjukkan salah satu foto Chila yang tersimpan di benda itu. "Anaknya yang ini, Bu. Usianya baru 4 tahun. Kira-kira ibu sempet liat dia di sekitar sini gak?"

Si ibu kelihatan berpikir keras saat mengamati foto yang Aruna berikan. Dia sesekali memperbesar gambar hingga wajah Shila terlihat lebih jelas di matanya. "Hmmm, tadi kayaknya ibu lihat anak kecil yang agak mirip sama adek ini deh," gumamnya.

"Kalau gak salah lihat, beberapa menit sebelum Neng ke sini, si adek lewat sini sama cowok. Kayaknya cowok itu seumuran Eneng juga deh," sambung si ibu.

"Ibu serius? Sekarang mereka ke mana?"

"Iya, Neng. Tadi sih Ibu liat mereka pergi ke arah sana."

Aruna buru-buru memasukkan ponsel ke dalam kantung celana sembari mengikuti arah yang ditunjuk si ibu. Kemudian selepas mengucapkan terima kasih dan berpamitan, dia pergi dengan tergesa-gesa meninggalkan tenant tersebut.

***

"Ate Arun!"

Suara cempreng khas anak kecil dari arah belakang memanggil Aruna dengan lantang. Aruna spontan menoleh. Dia membelalakkan matanya saat menemukan sosok gadis kecil yang rambutnya terurai sebahu itu berdiri di dekat gerobak penjual es krim. Gadis kecil itu melambaikan tangan sambil tersenyum semringah, lalu berlari ke arah Aruna.

"Arshila!" Aruna merundukkan badan dan segera mendekap tubuh mungil sang keponakan saat ia berada tepat di hadapannha. "Kamu dari mana aja, sih? Ate dari tadi pusing nyariin kamu tau! Ate khawatir sama kamu. Chila!" ucap gadis itu dengan suara bergetar. Aruna mengeratkan pelukannya sembari mengusap helaian rambut Shila yang tipis dan halus ini. "Aku takut kamu kenapa-napa, Chila."

"Ate, Chila engap."

Aruna buru-buru melepaskan pelukan itu sambil tertawa kecil. "Aih, maaf-maaf! Hahaha!" Kemudian ia tatap wajah polos bocah itu dengan senyuman tipis sembari menyeka jejak es krim vanilla yang menempel di pipi bundarnya. "Jadi, kamu dari mana aja? Terus, es krim ini dari siapa? Kamu gak sembarang ambil dari orang, kan?"

"Ih, enggak lah Ate!" elak Chila. "Chila dibeliin sama om ganteng yang di sana. Bukan cuma es krim loh. Te. Chila juga dibeliin sosis bakar sama om itu. Tapi sosisnya udah abis. Hehehe," jelas bocah itu sembari menunjuk ke arah cowok yang sedang mengobrol dengan penjual es krim yang dibeli Arshila itu.

Aruna memicingkan mata, mengamati sosok laki-laki yang ditunjuk Shila dengan seksama. Kalau dilihat dari samping, dia nampak cukup familiar di mata Aruna. Perawakannya, gestur tubuhnya, sisi wajahnya, semuanya mirip dengan seseorang yang dia kenal. Tapi siapa, ya?

Semua pertanyaan yang bersarang di kepala Aruna menggelontor seketika saat ia membuat kontak mata dengan orang itu. Sosok itu tersenyum lebar hingga sepasang lesung pipitnya menampakkan diri sambil melambaikan tangan. Kemudian ia berjalan mendekati kami.

"Arjuna? Kenapa Chila ada sama lo? Lo sengaja mau culik dia, ya?" tuduh Aruna. Dia mendelik tajam ke arahnya sembari menarik Arshila agar bersembunyi di belakang.

"Nyulik? Hahahaha! Ya enggak, lah! Emang tampangku cocok jadi penculik anak?"

"Iya!" jawab Aruna tegas.

Arjuna tertawa semakin keras. Kemudian setelah tawa itu mereda, senyuman tipis kembali terbit di bibirnya. "Aku nggak sejahat itu buat nyulik anak kecil, Aruna. Lagipula, tadi aku ketemu adikmu celingukan di pinggir jalan. Dia kayak kebingungan gitu. Pas aku tanyain, katanya dia kepisah sama tante dan bundanya. Jadi, aku berinisiatif buat nganterin dia ke meja informasi yang ada di sana," jelas Arjuna sembari menunjuk ke sebuah tenda warna oranye di ujung jalan.

"Iya, Te. Om Ajun ini baik lho. Dia ngejagain Chila pas Ate belum dateng," timpal Chila.

Aruna tersenyum kikuk sembari melepaskan genggamanku di pergelangan tangan Chila. "Sori, gue gak maksud nuduh lo yang nggak-nggak. Gue cuma khawatir, takut Chila diculik sama orang jahat. Lo tau kan, akhir-akhir ini banyak banget kejadian anak kecil diculik?"

Arjuna menganggukkan kepalanya. Dia mengusap kepala Chila dengan lembut dan tersenyum maklum. "Iya, aku ngerti kok. Aku juga mungkin bakal kayak gitu kalau ada di posisi kamu."

"Aruna, Shila!"

Percakapan singkat di antara Aruna dan Arjuna terhenti ketika sebuah suara memanggilnya dan Shila dengan lantang. Entah sejak kapan Arumi telah berdiri di pinggir jalan yang bersebrangan dengan mereka. Wanita itu berhenti sejenak di sana, kemudian berlari dengan cepat menghampiri dua perempuan itu.

"Lo sama Shila ke mana aja, sih? Gue telpon sama chat gak direspon sama sekali," protes Arumi.

Aruna buru-buru mengecek ponsel. Cengiran lebar perlahan mengembang di bibirnya saat mendapati 15 panggilan tak dijawab dan 30 pesan tak terbaca dari Arumi. "Ah iya, gue gak sempet buka hape, Kak. Sori, hehehe!"

"Sori-sori! Lo berdua bikin gue jantungan tau!"

Perhatian Arumi beralih ke Arjuna yang berdiri di sebelahnya. Dia mengamati cowok itu dari atas ke bawah dengan kening yang mengernyit. "Omong-omong, lo siapa? Temennya Aruna, ya? Atau jangan-jangan ... " Arumi tiba-tiba menyungging senyuman ambigu saat sorot matanya pindah ke Aruna.

"Jangan-jangan apa? Gak usah mikir yang aneh-aneh deh lo!"

Arjuna terkekeh. Selepas itu ia mengulurkan tangan dan mengulas senyuman sopan kepada kak Arumi. "Halo, Kak. Aku Arjuna. Temen sebangku Aruna di sekolah."

"Ah iya, salam kenal Arjuna. Gue Arumi, kakaknya Aruna," kata Arumi sembari membalas jabatan tangan Arjuna.

"Kak, kita balik sekarang aja, yuk. Udah mulai panas, nih," ajak Aruna sembari mengibaskan tangan. Habis itu dia melirik Chila dan menggamit jemari mungil milik bocah itu. "Chila juga udah kegerahan banget kayaknya. Iya kan, Chil?" Gadis itu melotot, memberi kode untuk bocah kecil ini agar dia menyetujui perkataannya.

Well, sebenarnya itu hanya alibi. Aruna hanya tidak ingin sang kakak berlama-lama mengobrol dengan cowok sok akrab ini.

"Boleh." Arumi mengangguk setuju. "Hmmm, lo tadi naik apa ke sini? Kalau naik kendaraan umum, mending ikut kami aja. Lumayan, daripada ngeluarin ongkos. Iya, kan?"

Aduh, kenapa Arumi malah menawarkan tumpangan ke Arjuna? Padahal kan Aruna sengaja minta pulang duluan biar gak lama-lama berada di dekat cowok ini.

"Aku ke sini nebeng temen, Kak. Kayaknya nanti kalau pulang naik angkot. Tapi emang gak papa kalau aku ikut Kak Arumi?"

"Ya boleh, dong. Nanti kasih tau aja arah ke rumah lo gimana. Oke?" Usai itu dia menggamit tangan Chila yang menganggur. "Ayo, Chil. Kamu sama Nda aja biar Ate bisa berduaan sama om ganteng."

***

Mobil Avanza hitam berplat D milik Kaisar berhenti beberapa meter di hadapan mereka. Lantas, Aruna segera masuk ke dalam mobil tersebut dan menempati jok paling pinggir di belakang kursi kemudi.

"Oh iya Mas, ini Arjuna temennya Aruna di sekolah. Dia balik bareng kita gak papa, kan?" Arumi membuka suaranya setelah duduk di kursi depan. Dia menengok sekilas ke belakang, kemudian mengalihkan perhatiannya lagi ke sang suami.

"Ooh, ya gak papa dong! Omong-omong, kamu tinggal di mana, Arjuna? Nanti tunjukkan arahnya ke Mas, ya!"

"Iya, Mas. Aku tinggal di Asmaraloka. Tetanggaan sama Aruna, hehehe," jawab Arjuna. Laki-laki itu melirik Aruna sambil mengukir senyuman yang manis. Duh, apaan sih?!

"Tetanggaan? Kok kami belum pernah ngeliat kamu sebelumnya, ya?" timpal Arumi.

"Iya, Kak. Aku baru aja pindah ke sini empat hari yang lalu."

"Oooh, pantesan." Arumi mengangguk paham. Setelah itu sorot matanya beralih ke si bungsu. "Run, kenapa lo gak cerita kalau kita punya tetangga baru, sih?"

"Emang harus?" Aruna balas bertanya dengan nada yang ketus. Usai melirik Arjuna dengan tatapan sinis, dia memalingkan muka ke arah lain. Jalanan yang dipenuhi kendaraan beroda empat dan dua ini mulai menjadi fokus utamanya, hingga ia mengabaikan perbincangan yang terjadi di dalam mobil ini.

Usai menghabiskan waktu sekitar 15 sampai 20 menit di jalan, mobil yang dikemudi Kaisar berhenti di pekarangan depan rumah dua tingkat yang hanya dihuni oleh Aruna dan sang mama.

"Juna pamit dulu ya, Kak Arumi, Mas Kaisar, Chila. Terima kasih atas tumpangannya," pamit Arjuna. Dia mencium punggung tangan Arumi dan Kaisar satu per satu, lalu mengusap pucuk kepala Arshila dengan lembut. Usai itu dia menoleh kepada Aruna dan mengulas senyuman tipis. "Sampai ketemu di sekolah, Aruna."

Aruna hanya menanggapi ucapannya dengan dehaman malas.

"Kayaknya si Juna keliatan tertarik gitu deh sama lo, Run. Dia sering banget nyuri-nyuri pandang ke elo di sela-sela obrolan tadi. Iya kan, Mas?"

"Tertarik gimana maksud lo, Kak? Ngadi-ngadi aja deh! Udah ah, gue turun duluan, ya!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!