"Aruna, bangun."
Aruna masih menggeliat malas di atas tempat tidur. Sepasang manik bulat itu tetap terpejam erat, seolah-olah terdapat perekat di dalamnya. Tangan mungil itu berkali-kali menepis kasar seseorang yang berusaha membangunkannya. Kemudian dia menggeser badannya membelakangi orang itu, lalu menarik selimut hingga menutupi ujung kepalanya.
"Aruna."
Orang itu nampaknya masih belum mau berhenti membangunkan cewek pemalas seperti Aruna. Dia kembali memanggil nama gadis itu dan menepuk bahunya dengan lembut. Namun lagi-lagi respon yang didapat hanyalah tepisan keras sebagai tanda Aruna tidak ingin diganggu.
"Aruna."
Aruna melenguh pelan. Ia terpaksa membuka mata ketika suara berat itu lagi-lagi memanggil namanya dengan lembut. Namun netra kecoklatan itu membulat penuh ketika mendapati Arjuna berdiri di sebelah tempat tidurnya.
"Arjuna! Lo ngapain di sini?!" tanya Aruna dengan nada tinggi. Dia menarik selimut sampai menutupi leher seraya mendelik tajam ke arah Arjuna. "Gue tanya lo ngapain ada di sini? Mau nyari kesempatan di dalam kesempitan, hah?"
"Heee, nggak lah! Aku bukan cowok kayak gitu, Aruna." Cowok itu menggelengkan kepalanya. "Aku dateng ke sini disuruh sama mama Irina. Katanya, kamu susah banget dibangunin. Makanya, beliau minta aku yang ngebangunin," jelas Arjuna.
Kemudian Arjuna memalingkan atensinya ke jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kanannya. "Hmm, udah jam enam lewat lima belas menit, nih. Mending kamu mandi, terus siap-siap deh. Kalau nggak nanti kita terlambat loh," sambungnya.
"Sebenernya lo bisa aja ngetuk kamar gue dulu. Jangan asal masuk aja. Gak sopan banget!" Aruna menggerutu sambil bergerak menuruni kasur. Setelah itu dia bergerak mendekati meja belajar, mencabut pengisi daya yang tersambung ke ponsel. Lalu ia menguncir rambut dengan kunciran hitam yang tergeletak di sebelah ponsel.
"Udah sana pergi! Ngapain masih di sini, sih?" bentak Aruna saat mendapati Arjuna masih belum bergerak dari tempatnya. "Apa perlu gue lempar sesuatu biar lo keluar, hah?"
"Iya, Aruna. Aku tunggu di bawah, ya. Tapi kamu jangan tidur lagi. Oke?" ucap Arjuna. Cowok itu menunjukkan senyuman simpul pada Aruna, lalu bergegas meninggalkan kamar. .
Huh, dasar tidak sopan!
Bisa-bisanya cowok itu masuk begitu saja ke kamar lawan jenis tanpa izin. Untung saja hari ini Aruna mengenakan kaos longgar dan celana panjang. Bagaimana jika dia hanya mengenakan daster atau celana pendek di atas paha? Apa Arjuna tidak berpikiran sampai ke situ? Dasar payah!
Belum lagi, kenapa mama bisa se-percaya itu dengan Arjuna? Walaupun memang, cowok itu kelihatan seperti anak baik-baik dia kan tetap seorang cowok. Apa mama tidak khawatir kalau terjadi sesuatu di antara mereka? Duh, demi apapun Aruna sama sekali tidak habis pikir!
Aruna menggelengkan kepalanya, menepis banyak hal yang masuk ke dalam otaknya. Sudahlah. Semua itu tidak penting. Lebih baik sekarang Aruna mandi dan bersiap-siap ke sekolah.
Aruna menghela napas sejenak, lalu berjalan dengan gontai memasuki kamar mandi.
Selang beberapa belas menit kemudian, gadis itu keluar dari kamar mandi. Dia segera mengenakan seragam pramuka khusus untuk hari Jumat. Setelah itu ia buru-buru merapikan tempat tidur hingga kembali rapi seperti sebelumnya.
And ... done! Hasilnya memang tidak serapi kalau mama yang merapikan, sih. Tapi lumayan lah. Hahaha!
Selanjutnya, Aruna pindah ke meja rias untuk menyisir rambut dan memoles wajah dengan bedak dan liptint yang warnanya senada dengan bibir ranumnya. Selepas memastikan penampilan di depan csrmin, dia bergegas meninggalkan kamar
...****************...
"Aruna, tunggu!"
Aruna mendengus pelan dan memutar bola mata saat Arjuna memanggil namanya untuk ke-sekian kalinya. Gadis itu akhirnya terpaksa menghentikan langkahnya dan membalikkan badan sebelum berbelok menuju jalan besar ke arah gerbang utama Asmaraloka Residence.
"Apa?" tanyaku ketus.
"Mama Irina minta aku buat ngasih ini ke kamu. Beliau bilang, katanya kamu sering banget nge-skip sarapan," ujar Arjuna. Dia menyodorkan kotak makan merah muda dengan motif polkadot putih kepada Aruna sambil menyungging senyuman lebar. "Nih. Kamu jangan suka nge-skip sarapan, Aruna. Nutrisi itu harus seimbang sama aktivitas yang kamu lakuin. Kalau nggak imbang, kamu bisa ngedrop."
Aruna melirik Arjuna dengan tatapan sinis, lalu merebut kotak itu dari tangannya. "Banyak omong lo!" tukas gadis itu. Kemudian membalikkan badan dan kembali berjalan menuju gerbang utama perumahan tempat ia tinggal selama bertahun-tahun ini.
Untungnya, mobil angkot yang searah dengan sekolah datang tepat ketika dia (dan Arjuna) sampai di halte yang tak jauh dari gerbang Asmaraloka Residence. Lantas, Aruna buru-buru masuk ke dalam mobil tersebut dan duduk di jok paling ujung dekat speaker. Sementara Arjuna mengambil tempat di sebelah kanannya. .
Tak lama dari itu, mobil yang dikemudi pak sopir melesat dengan cepat meninggalkan perumahan tersebut tanpa aba-aba, sehingga membuat tubuh mungil Aruna tak sengaja terpental ke arah Arjuna. Gadis itu tertegun. Tatapan mata yang intens serta wangi parfum maskulin yang keluar dari tubuh cowok itu berhasil membuat tubuhnya membeku selama beberapa saat.
"Ekhem!" Aruna spontan berdeham saat kesadarannya kembali. Dia buru-buru membuang muka sambil menggeser bokong agar dapat membuat jarak dengan Arjuna.
Namun sepertinya, kesialan masih berpihak kepada Aruna. Sopir yang membawa mobil ini menginjak rem tanpa aba-aba, sehingga membuat tubuh Aruna kembali terpental ke arah Arjuna. Lebih sialnya lagi, kali ini jarak di antara mereka benar-benar sangat dekat hingga Aruna nyaris memeluk tubuh atletis pemuda itu.
Aduh!
"Pak, kalau mau ngerem jangan mendadak dong!" bentak Aruna. Setelah itu dia kembali mengalihkan pandangan ke berbagai macam kendaraan yang memenuhi jalanan pagi ini, sambil menggeser bokong agar menjauh dari cowok itu.
Isi kepala Aruna tiba-tiba menjadi ramai. Ada banyak pertanyaan yang menggantung di sana, sehingga membuatnya bingung. Pertama, kenapa bisa-bisanya Aruna hampir memeluk cowok itu? Padahal sebenarnya, dia bisa saja berusaha menahan tubuhnya agar tidak 'oleng' ke Arjuna.
Kedua, Aruna sama sekali gak mengerti dengan reaksi tubuhnya sendiri. Kenapa tiba-tiba jantungnya berdenyut dengan tempo cepat dan tidak beraturan ketika mendapatkan sorot yang intens dari Arjuna?
Mata Aruna tanpa sengaja melirik Arjuna saat dia masih sibuk dengan pikirannya. Laki-laki itu mengulas senyuman simpul ke arahnya. Entah mengapa Aruna merasa jika cowok itu mengamati gerak-geriknya dari tadi. Ah, memalukan sekali!
"K-kenapa? A-ada yang lucu?" tanya Aruna ketus. Dia mendelik, memberikan tatapan tajam yang mengintimadasi ke arahnya.
Namun alih-alih takut, senyuman di bibir Arjuna semakin lebar. "Gak ada apa-apa kok. Aku cuma gemes aja ngeliat pipi kamu, Aruna. Warnanya sekarang merah banget kayak tomat, hahaha!" jawabnya.
"Kamu gak lagi salting gara-gara habis modus ke aku, kan?" sambung Arjuna. Laki-laki itu menaikkan salah satu alisnya sembari tersenyum ambigu saat mengamati Aruna.
"Hah, modus? Enak aja! Lo kira gue penggemar cewek lo yang suka bisik-bisik kayak nyamuk setiap lo lewat, hah?"
...****************...
"Arjuna!"
Aruna tak sengaja ikut berhenti melangkah dan menoleh ke belakang saat nama Arjuna dipanggil oleh seseorang. Ekspresinya berubah menjadi datar saat melihat dua orang cewek sedang berlarian ke arah mereka sambil membawa sesuatu di tangan masing-masing.
"Arjuna, kamu suka makanan manis, kan? Aku bawain kamu roti keju susu loh! Ini buatan aku sendiri, hihihi," ucap Bella, cewek dari kelas IPS 4 yang sering kena tegur guru BK karena rambutnya sering diwarnai macam-macam. Dia menyodorkan sebuah kotak warna merah muda kepada Arjuna dengan wajah malu-malu.
Huek. Rasanya perut Aruna menjadi mual melihat tingkah cewek itu.
"Juna, aku beliin kamu susu nih, biar kamu semangat ngejalanin kegiatan hari ini," timpal cewek berkuncir kuda di sebelah Bella. Namanya Ajeng. Dia memberikan sekotak susu rasa cokelat pada Arjuna dengan mata yang berbinar.
Aruna kira, hanya dua cewek itu saja yang datang dan menyapa Arjuna. Namun ternyata salah. Beberapa cewek lainnya tiba-tiba muncul dari arah yang berbeda. Mereka mulai membuat kerumunan di sekitar Arjuna. Di antara mereka ada juga yang memberikan sesuatu untuk cowok itu. Namun ada juga yang hanya sekedar mengajaknya mengobrol.
Aruna mengamati para cewek itu dengan wajah sinis. Dia muak. Tingkah genit yang ditunjukkan cewek-cewek ini membuat Aruna ingin memuntahkan isi perutnya. Huh, apa mereka gak bisa bersikap biasa aja di depan cowok?
"Kavin!"
Senyuman lega mengembang di bibir Aruna saat sudut matanya menemukan sosok Kavin yang baru saja masuk ke lobi utama sekolah dari pintu samping. Lantas, dia bergegas menghampiri cowok itu lalu menggamit lengan berotot tersebut ketika ia tiba di sebelah Kavin.
"Lo kenapa, Run?" tanya Kavin kebingungan.
"Udah, jalan aja. Mood gue tiba-tiba dirusak sama bocah sok ngartis." Aruna menoleh ke belakang, mengamati Arjuna yang masih meladeni para penggemarnya dengan wajah kesal.
Singkat cerita, Aruna tiba di kelas. Matanya berkeliling, mengamati satu per satu orang yang sibuk dengan urusan masing-masing. Di antara mereka ada yang sedang menghabiskan sarapan dengan tergesa-gesa, ada juga yang asik sendiri bermain game di ponsel.
Tanpa sadar, perhatian Aruna beralih ke Arjuna yang muncul dibalik pintu kelas. Pemuda itu berjalan mendekati tempat duduknya sambil mengobrol dengan Raka.
Tapi alih-alih langsung menempati kursinya, Arjuna malah bersinggah ke tempat Aruna. Dia berdiri di sebelah meja si perempuan sambil menunjukkan senyumannya yang khas.
"Apa?" tanya Aruna ketus.
"Tadi kamu kenapa pergi gak bilang dulu, Run? Aku sampe bingung pas tau kamu gak ada di sebelah aku tau."
Aruna memutar bola mata lalu melirik cowok itu dengan sinis sembari menopang dagu. "Ya, suka-suka gue lah! Emang lo siapa sampe gue harus izin segala?"
Arjuna merespon perkataan Aruna yang terkesan jutek ini dengan senyuman kecil yang mengembang di bibir penuhnya. Kemudian ia meletakkan sekotak susu cokelat dan sebuah roti dengan taburan keju panggang di meja Aruna.
"Ini apaan? Kenapa ditaro di sini?" tanya Aruna sembari mengernyitkan kening.
"Itu, roti yang dikasih cewek yang manggil aku tadi, Run. Tadinya ada dua kok. Cuma yang satu udah aku kasih ke yang lain. Hehehe," jawab Arjuna sambil cengengesan.
"Lo gak makan rotinya?"
Arjuna menggeleng. "Aku gak terlalu suka makanan manis, Run. Jadi daripada dibuang, mending dimakan sama yang lain, kan?"
Aruna memandangi roti yang dibungkus plastik transparan serta kotak susu warna cokelat dengan seksama. Setelah berpikir cukup lama, dia memutuskan untuk mengambil dua benda itu dan memasukannya ke dalam loker. "Ya udah, makasih ya," ucap gadis itu acuh tak acuh.
"Sama-sama." Arjuna lagi-lagi membalas ucapan Aruna dengan senyuman yang manis. "Oh ya, Aruna, aku boleh nanya sesuatu gak?"
"Nanya apaan?"
Arjuna tidak segera melayangkan pertanyaannya. Dia malah bergeming di tempat sambil memandangi Aruna dengan wajah ragu.
"Sebenernya aku ragu nanyain ini, sih. Tapi ... kamu sama Kavin pacaran, ya?"
"Enggak. Kavin itu temen deket gue dari kecil. Sejak SD sampe sekarang, gue selalu satu sekolah sama dia. Makanya, gue sama dia tuh deket banget, bahkan sampe sering dikira pacaran. Padahal sebenernya enggak kok."
Setelah berucap panjang lebar, Aruna berdiam sejenak. Tunggu ...kenapa Aruna menjelaskan hal seperti itu ke orang asing seperti Arjuna?
"Baguslah." Senyuman di bibir Arjuna semakin melebar. Bahkan kali ini Aruna dapat melihat lesung pipi yang muncul di dekat dua sudut bibir penuh itu. "Ternyata Tuhan masih ngasih aku kesempatan untuk bisa ngedeketin kamu, hehehe." Usai itu Arjuna menepuk pelan pundak Aruna, lalu pindah ke tempat duduknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments