Saat ini jam dinding di kamar sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Matahari di luar sana telah bergerak ke atas. Ia bertugas menyinari para manusia yang berkeliaran di luar sana, sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Aruna masih bermalas-malasan di ruangannya. Tubuh ramping itu hampir tidak bergeser beberapa sentimeter di atas kasur. Rasanya tempat itu memiliki daya gravitasi yang sangat besar, sehingga membuat Aruna enggan bergerak dari sana dan melakukan aktifitas produktif seperti kebanyakan orang.
Well, sekarang kan hari Minggu. Aruna harus menggunakan kesempatan ini untuk bersantai, bukan?
Perempuan berparas manis ini kembali fokus dengan ponsel yang tergeletak di sebelah kanannya setelah sebuah notifikasi berupa pesan singkat dari salah satu teman dekat yang bernama Kalani muncul di layar. Cewek itu akan balik ke Jakarta setelah beberapa hari izin tidak masuk karena ada urusan keluarga. Jadi kemungkinan besar, besok ia akan masuk dan belajar seperti biasa.
Well, Aruna jadi tidak sabar bertemu dengan orang itu.
"Ate Arun!"
Suara cempeng khas anak kecil mengalihkan perhatian Aruna dari layar persegi panjang tersebut. Dia refleks beringsut menuruni kasur saat melihat bocah perempuan dan seorang wanita muda berdiri di ambang pintu. Mereka adalah kakak perempuannya yang bernama Arumi dan anaknya Arshila atau biasa dipanggil Chila yang masih berusia 4 tahun.
Chila langsung menghamburkan dirinya ke dalam dekapan Aruna ketika ia menghampiri mereka. Gadis itu spontan mengukir senyuman lembut di bibir sembari mengusap puncak kepala si bocah. Kemudian atensinya beralih ke Arumi yang menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah anak perempuannya yang menggemaskan ini.
"Anak gue kalau ngeliat lo langsung lupa sama emaknya deh. Ckckckck."
Aruna hanya meresponnya dengan kekehan kecil. Setelah itu ia melepas dekapan Chila, lalu berjongkok agar dapat menyamakan tinggi badan sang keponakan ini. "Chila kan juga anak Ate. Iya kan, Chil?"
Setelah itu Aruna kembali berdiri dan melipat kedua tangan di depan dada. Ia menatap Arumi, bersiap untuk melayangkan beberapa pertanyaan kepadanya, "Oh iya, lo kok gak bilang ke gue kalau mau ke sini, sih? Mendadak banget!"
"Jadi gini, sebenernya rencana ke sini tuh dadakan banget. Awalnya dari Chila yang pengen main ke rumah oma, katanya. Kebetulan, mas Kai lagi gak lembur kemarin. Makanya, hari ini kami mutusin untuk pergi ke sini deh. Gue juga udah lama gak ketemu mama sama elo, kan. Kalau gak salah, terakhir waktu libur panjang itu. Iya, kan?"
Aruna mengangguk setuju. Memang benar, semenjak Arumi menikah dengan Kaisar dan punya Chila, dia jadi sangat jarang pulang ke Jakarta. Aruna paham. Pasti sulit mencari waktu luang untuk sekedar main ke Jakarta. Apalagi keduanya merupakan pegawai kantoran yang hanya mempunyai libur satu kali seminggu.
"Lo berangkat jam berapa dari sana, Kak? Terus sempet kejebak macet selama di perjalanan gak?"
Arumi menggeleng. "Gue berangkat dari sana jam enam kurang berapa menit gitu. Lupa. Hmm, kejebak macet yang sampe parah banget sih enggak. Cuma tadi sempet ada macet sebentar pas keluar tol aja, sih."
"Buset, pagi bener. Hahaha! Tapi syukurlah, kalian gak kejebak macet yang parah banget," ujar Aruna seraya tersenyum lega.
"Omong-omong, lo udah mandi belum? Kalau belum cepetan mandi gih, terus siap-siap. Gue pengen ngajak lo main nih. KIta udah lama gak jalan bareng, kan.""
"Main ke mana? Aduh, males, ah. Gue pengen rebahan and do nothing di sini. Kenapa gak lo aja sama mas Kai? Biarin gue ngejagain si Chila di sini," tolak Aruna. Kemudian ia berjalan mendekati tempat tidur, lalu menghempaskan badannya di tepi kasur.
"Ke CFD, Run. Lo tau gak, keponakan kesayangan lo ini udah ngerengek ke gue dari sebelum berangkat ke sini. Katanya, hari ini dia pengen main ke CFD yang ada di Jakarta sama atenya. Masa lo tega sih nolak permintaan Chila?"
Aruna memandangi Chila selama beberapa saat. Dia menghela napas panjang lalu turun lagi dari kasur. Dua sudut bibir ranumnya tidak bisa menahan diri untuk mengukir senyuman saat melihat sorot penuh harap yang diberikan Chila.
"Ya udah gue mau. Kalau gitu gue siap-siap dulu, ya."
Arumi tersenyum puas. Dia melirik Chila yang menunjukkan senyuman semringah, lalu menggamit telapak tangan mungil milik bocah itu. "Ayo, sayang. Ate mau siap-siap dulu katanya. Kita tunggu di bawah aja, yuk!"
...****************...
"Kalian hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa telpon Mas, ya?" pesan Kaisar saat mobil Avanza hitam miliknya berhenti dengan sempurna di dekat akses masuk event car free day yang berjarak sekitar 2 km dari rumahku.
"Loh, Mas Kai gak ikut?" tanya Aruna bingung.
"Nggak, Run. Mas mau istirahat di rumah aja. Masih capek banget habis nyupir dari Bandung ke sini, hehehe," jawab Kaisar sambil cengengesan. Setelah itu ia membantu Arumi melepas sabuk pengamannya dengan lembut. "Kalau udah selesai main jangan lupa kabarin Mas, ya. Nanti Mas jemput lagi," ucapnya.
"Siap! Nanti aku kabarin. Tapi kalau Mas Kai gak ada kabar, aku sama Arun naik ojol aja, ya?"
Kaisar mengangguk. Dia mengusap kepala Arumi dengan lembut sembari tersenyum. Setelah itu perhatiannya berpindah ke Chila yang duduk di pangkuan sang istri. "Kamu jangan rewel dan ngerepotin nda sama ate, ya," pesannya.
Selepas itu Kaisar membuka kunci otomatis semua pintu yang terdapat di pintu khusus pengemudi. Kemudian Aruna, Arumi dan Chila turun dari mobil tersebut nyaris dalam waktu yang bersamaan. Mereka segera berbaur dengan pengunjung lainnya selepas mas Kaisar melesat meninggalkan kawasan ini.
Ramai. Itulah satu kata yang terlintas di pikiran Aruna ketika mengamati lautan manusia yang berlalu-lalang di sekitarnya. DI antara mereka ada yang menjajakan dan menawarkan dagangan mereka kepada calon pembeli yang lewat di depan tenant mereka. Selain itu ada juga yang melakukan transaksi tawar-menawar yang dilakukan para pembeli dan pedagang.
"Ate Arun!" Perhatian gadis itu beralih begitu saja ketika jari mungil Chila menggamit salah satu jemarinya. Aruna kembali menyungging senyuman yang lembut ketika mata bulat yang berkilauan itu menatap ke arahnya. "Kenapa, sayang?"
"Cefede rame ya, Te. Coba aja setiap hari kayak begini, pasti seru!"
Aruna menanggapi celotehan bocah itu dengan kekehan kecil.
"Kalau tiap hari cfd, jalan ini gak bisa dipake untuk kendaraan dong, sayang," timpal Arumi sambil tersenyum. Kemudian wanita yang berusia lebih tua hampir sepuluh tahun dari gadis ini menggamit jemari putri kecilnya yang lain. "Omong-omong, kita cari sarapan dulu, yuk! Chila mau makan apa pagi ini?"
"Hmmm." Chila mendongakkan kepala dengan tangan menyentuh dagu mungilnya, membentuk gesture seseorang yang sedang berpikir. "Nasi duduk! Chila mau nasi duduk, Nda!" sambung bocah itu dengan penuh semangat.
Aruna spontan tertawa keras menanggapi celotehan lucu bocah itu. "Yang bener nasi uduk, Chila. Ya kali nasi bisa duduk, hahaha!" timpalnya setelah tawa itu mereda. "Anak lo ada-ada aja deh, Kak."
"Iiih! Jangan ketawa dong, Te!" Chila merajuk. Dia menggembungkan dua pipi kemerahan hingga wajahnya terlihat semakin bulat. Kemudian matanya yang bulat itu mengerjap-erjap saat ia menatap Arumi. "Ayo, Nda! Chila mau nasi duduk!" rengek bocah itu.
"Iya, Chila. Kita cari nasi uduk, ya!" ucap kak Arumi sambil menggiring Chila menuju warung nasi uduk yang berada di salah satu tenant yang berjajar di sana.
Aruna tersenyum seraya menggelengkan kepala saat mengamati interaksi di antara dua perempuan beda generasi ini. Setelah itu ia berlari kecil mengikuti mereka.
***
Selepas mengisi perut yang kosong, mereka mulai menyusuri berbagai macam tenant yang berjajar rapi di sepanjang jalan, mulai dari makanan dan minuman, mainan, hingga pakaian. Dua obsidian milik Aruna kembali bergerak ke sana kemari, mengamati orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing.
"Run, lo mau beli sesuatu gak? Mumpung kita ada di sini nih," tawar Arumi. Dia tiba-tiba menghentikan langkahnya di depan sebuah tenant pakaian wanita, lalu mengambil sebuah dress selutut warna biru langit yang memiliki renda putih di bagian kerahnya. "Kayaknya ini cocok buat lo deh, Run. Coba deh."
Aruna mengernyitkan kening, menatap Arumi dengan wajah bingung saat wanita itu memberikan pakaian tersebut kepadanya. "Yang bener aja dong, Kak? Lo tau kan isi lemari baju gue celana, kemeja, sama kaos doang? Masa tiba-tiba lo ngasih gue baju beginian, sih? Nanti kalau gak dipake gimana?"
"Justru itu, Aruna! Gue pengen seenggaknya ada satu dress cantik ini di lemari baju lo yang monoton itu. Tenang aja, gue yakin suatu saat lo pasti bakal pake ini kok. Entah itu buat main atau ngedate sama cowok," ujar Arumi. Dia menyungging senyuman kecil sembari menepuk pelan bahu kanan adik perempuannya. Selepas itu dia melesat memasuki tenant tersebut dan menemui ibu penjual yang duduk manis di atas sebuah terpal.
"Ngedate itu apa, Ate?"
Aruna tersenyum kikuk sembari menggaruk pelipis saat pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir mungil Chila. "Ngedate, ya? Hmmm ... itu ... " Ia menjeda perkataannya dan melirik bocah itu dengan wajah ragu. Kepalanya mulai sibuk mencari setidaknya satu kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari bocah yang berusia kurang dari lima tahun ini.
"Hmmm ... Ngedate itu jalan-jalan berdua sama lawan jenis, Chil," jawab Aruna seadanya.
Chila menganggukkan kepalanya dengan wajah serius, seolah langsung paham dengan penjelasan alakadarnya yang diberikan si tante. "Oh, kayak pacaran gitu ya, Te?" Bocah yang rambutnya dikuncir dua ini tiba-tiba menyungging senyuman lebar dan mengerjapkan matanya. "Kalau iya ternyata Chila juga pernah ngedate sama pacar Chila Te! Tapi jangan bilang-bilang bunda, ya. Nanti Chila dimarahin hehee!"
Aruna menggeleng keheranan sambil berdecak kala mengamati tingkah bocah itu. "Ya ampun Arshila, kamu masih kecil kok udah punya pacar aja sih? Terus itu kamu ngedate sama pacar kamu di mana?"
"Hmmm ... " Chila berdeham sambil menopang dagu. Mata bulatnya menatap ke langit biru yang menaungi Jakarta di pagi ini. "Chila sering ngedate di depan sekolah, Te. Sekalian nunggu ayah atau nda ngejemput. Pacar Chila juga kadang suka ngejajanin cilok kalau Chila lagi laper, hehehe."
Tawa Aruna seketika meledak setelah mendengar celotehan Chila. Tiba-tiba benaknya mulai membayangkan bagaimana bocah itu dan teman laki-laki yang ia sebut sebagai pacar ini mengobrol di depan sekolah sambil makan cilok. Habis itu mereka berpisah setelah dijemput oleh orang tua masing-masing.
Sumpah! Membayangkannya saja sudah membuat perut Aruna geli!
"Kalau Ate gimana-"
Belum sempat pertanyaan itu terjawab, telepon Aruna tiba-tiba berdering sebagai tanda ada panggilan yang masuk. "Sebentar ya, Chil. Ate mau angkat telepon dulu. Kamu tunggu di sini, ya!" titahnya. Usai itu Aruna melepaskan genggaman tangan Chila, lalu berjalan beberapa meter menjauh dari keramaian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Angelika
Halo, aku udah baca sama like ni, aku tunggu kelanjutan chapternya ya , ohiya ku salfok itu emang nasi duduk atau harusnya nasi uduk?😭 Ohiya jgn lupa mampir sm like karyaku ya💗✨
2023-06-02
1