"Mami..." teriak Bastian seperti masih berumur 5 tahun dan memeluk Delia.
Delia menyambut pelukan putranya. "Kau sangat jahat nak, kau sekarang sangat jarang menemuiku." ujar Delia cemberut. "Pak Jodhi silahkan masuk, Rafael ada di ruang santai." ujar Delia pada Jodhi.
Jodhi mengangguk dan masuk menghampiri Rafael.
"Tian benar benar sibuk mi, apalagi Tian belum menemukan sekertaris yang cerdas. Tian benar benar kesal akhir akhir ini." ujar Bastian sambil mengikuti Delia masuk. "Mana kakek, nenek, Mila dan Mili?" tanyanya.
"Kakek ada di ruang baca, kalau nenek seperti biasa dapur tempat favoritnya apalagi ia tahu cucu kesayangannya ingin pulang, hampir semua seafood dimasaknya. Kalau Mila dan Mili, mereka sedang ada kegiatan get together di sekolahnya, jadi mereka harus kemah disana." jawab Delia.
"Padahal aku sangat merindukan kedua gadis nakal itu." ujar Bastian.
"Sering seringlah pulang, mereka sering menanyakanmu. Jika Cristin kan memang di Inggris, kau berada di Jakarta Tian." ujar Delia.
Bastian mengangguk. "Tian mau mengagetkan nenek." ujar Bastian.
"Temui dulu papimu sayang." pinta Delia.
"Siap Ratu Widjaja." goda Bastian membuat Delia hanya menggeleng.
"Papi..." ujarnya saat bertemu Rafael. Ia juga selalu memeluk papinya.
"Anak nakal, jangan lupakan kami walaupun kau sibuk." ujar Rafael.
"Itu gara gara sekertaris pilihan paman Jodhi." ujar Bastian.
"Kau menyalahkan orang lain, carilah sekertaris yang benar. Kau sudah semakin dewasa." kata Rafael.
"Siap tuan Widjaja, kalian mengobrollah, aku mau ketemu nenek." ujar Bastian dan meninggalkan mereka.
Bastian pelan pelan melangkah di belakang Emili. Lalu ia mendekapnya dari belakang. "Nenek..." ujarnya.
Emili terkesiap. "Ya Tuhan, nenek bisa jantungan Tian. Kapan kau sampai?" tanyanya.
"Baru saja, apa nenek tidak merindukan Tian?" tanya Bastian.
"Jangan ditanya sayang, nenek sangat merindukanmu. Kau benar benar sibuk, tak bisa menemui kami." jawab Emili.
"Ia sangat sibuk dengan sekertaris yang belum memenuhi standarnya bu." ujar Delia di belakang mereka.
"Itulah kenyataannya mi." jawab Bastian sambil mencicipi satu per satu masakan Emili. "Tian benar benar lapar, semuanya sangat lezat." ujarnya.
Emili terkekeh. "Kau sangat antusias seperti mamimu jika sudah menyangkut seafood."
"Itulah mengapa Tian sangat nyaman jika sudah berbicara dengan mami nek, mami itu obat kegalauan Tian selama ini." ujarnya.
"Kau sangat pandai menggoda Tian. Mirip sekali dengan papimu." ujar Delia.
"Dan mami sangat menyukai setiap godaan dari papi." kata Bastian sambil terkekeh.
Wajah Delia memerah seperti masih muda jika sudah digoda. "Kau semakin melantur. Ayo kita siap siap makan malam, kau jemput kakek di ruang baca." perintah Delia.
Bastian mengangguk dan menuju ruang baca. "Kakek sedang apa?" tanya Bastian saat melihat Derry duduk sambil membaca.
"Cucuku. Kapan kau sampai." tanya Derry.
"Mungkin sekitar 15 menit yang lalu kek, bagaimana keadaan kakek?" tanya Bastian. Derry memang sering sakit sakitan.
"Kakek sudah tua nak, badan kakek tak segagah dulu. Berdiri lama saja kakek akan kelelahan." ujar Derry.
Bastian membantu kakeknya berdiri. "Ayo kita makan malam." ajaknya sambil membawa keluar Derry yang sudah sulit berjalan sendiri. Derry memang lebih tua dari neneknya. Jadi ia terlihat lebih lemah dari Emili. Bastian langsung menuju meja makan, disana semuanya sudah berkumpul termasuk paman Jodhi.
"Jadi malam ini aku harus makan seafood?" ujar Rafael, ia tak terlalu suka dengan seafood.
Delia terkekeh. "Tidak sayang, ada yang lain juga." jawabnya.
"Benar benar makan besar kalau sang pangeran pulang." ujar Rafael membuat semuanya terkekeh.
Mereka semua menikmati makan malam dengan tenang, Bastian hampir menghabiskan seluruh seafood yang ada di mejanya.
"Pelan pelan Tian, nanti kau sakit perut." ujar Delia.
Bastian hanya mengangguk dan terus menikmati makannya. Delia sangat menyukai seafood tapi tak separah putranya. Emili hanya terkekeh melihat cucunya.
"Apa kau tidak makan selama satu tahun?" tanya Rafael.
"Aku makan pi, tapi memakan masakan nenek dan mami baru sekarang. Dan ini sangat lezat." jawab Bastian sambil mengunyah makanannya.
Rafael hanya menggeleng, Jodhi sering sekali tersenyum melihat tingkah Bastian. Putra Rafael yang satu ini sangat berbeda di dalam keluarganya. Ia akan berubah menjadi kucing lucu disini, berbeda saat sedang bekerja. Ia akan menjadi singa kelaparan yang siap menerkam siapa saja yang mendekatinya.
Mereka semua menikmati makan malam hingga selesai. Bastian benar benar tak menyisakan apapun di mejanya. Ia menghabiskan hidangan yang dibuat Emili dan Delia.
"Kau bisa gendut Tian jika makanmu seperti ini." ujar Delia.
"Aku pria yang selalu berolahraga mi, tak masalah makan sebanyak ini." jawab Bastian.
"Bawa kakek masuk ke kamarnya. Kakek tidak boleh tidur malam malam." perintah Delia.
Bastian mengikuti perintah ibunya dan membawa Derry ke dalam kamarnya. Rafael dan Jodhi kembali berbincang di ruang santai sedangkan Delia dan Emili membersihkan bekas makan malam mereka.
*****
"Apa kau sudah siap pensiun Jod?" tanya Rafael.
Jodhi mengangguk. "Tapi Tian tak menginginkan mencari pengganti ku, ia bilang tidak memerlukan assisten lagi jika sudah menemukan sekertaris yang ia inginkan. Jadi selama itu, aku masih harus berada disisi Tian pak." jawabnya.
Rafael menghela nafasnya. "Putraku itu tak memiliki sahabat sepertiku, seharusnya ia bisa mencari assisten juga selain sekertarisnya. Ada kala bisnis akan menemui jalan sulit. Ia hanya bisa mengandalkan Delia. Ia bilang cukup maminya saja sebagai obat semuanya. Tapi aku masih sangat mengkhawatirkannya Jod. Tyar pindah ke Australia bersama keluarganya, sedangkan Huda setelah menikahi sahabat Delia. Mereka memutuskan tinggal di Korea untuk menjalankan bisnis cafe disana. Aku hanya memilikimu Jod. Tapi putramu seorang polisi, aku tak bisa membuatnya menjadi assisten Tian." ujar Bastian.
Jodhi mengangguk. "Aku akan membujuk Tian agar mau mencari pengganti ku, aku akan mencari assisten yang terbaik buatnya." ujarnya.
"Tidak perlu paman, papi berlebihan. Tian tak butuh assisten." ujar Bastian sambil menghampiri keduanya.
"Kau sangat keras kepala, papi hanya khawatir padamu." ujar Rafael.
"Tian janji akan mengatakan apapun masalah Tian jika tidak bisa diatasi." jawabnya.
"Omong kosong, kau selalu menyimpan masalah apapun Tian. Papi mengenalmu sudah 23 tahun." kata Rafael kesal.
"Sejak kapan putramu bisa dipaksa Raf?" tanya Delia.
"Kau selalu membelanya Del, lihatlah anakmu terlalu mandiri." ujar Rafael lagi.
"Aku percaya padanya." jawab Delia.
"Inilah mengapa Tian sangat menyayangi mami. Mami selalu mendukung keputusan Tian." ujar Tian sambil memeluk Delia.
"Baiklah aku kalah lagi." ujar Rafael.
Delia meyakinkannya sambil tersenyum dan memegang tangan Rafael. Rafael mengangguk.
"Dimana nenek?" tanya Bastian.
"Ia sangat lelah jadi langsung masuk kamar." jawab Delia.
"Malam semakin larut, sudah waktunya Tian pulang." ujar Bastian.
"Menginaplah satu malam saja disini nak, mami masih merindukanmu. Biar pak Jodhi menjemputmu besok pagi." pinta Delia.
"Tapi mi." Bastian melihat raut wajah ibunya. "Baiklah malam ini Tian menginap." sambungnya.
Senyum terpancar kembali dari wajah Delia. Jodhi pun pamit pulang. Rafael mengantarnya sampai depan rumah.
*****
Happy Reading All...😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
kucing manis klo dirmh....macan beranak klo diluar.....bastian,cocokkah sebutan itu?
2021-01-16
1
Nani Sunusi
lanjutthor
2020-06-06
2
Siti Asmaulhusna
rindu rmh ortu nya
2020-05-24
2