Bukan Ustadz I (Unrevised)
..."Jangan Ragukan Usahamu, Jangan Ragukan Pekerjaanmu, dan Jangan Ragukan Hasil Yang Kamu Dapatkan. Dengan Begitu Kamu Pasti Akan Mengerti Tentang Bagaimana Caranya Bersyukur." @dokterhoki_...
Mimpi _ Aku yakin jika ini hanyalah mimpi! Jelas-jelas aku di kantor dengan siksaan pekerjaan itu! Argh! Pikiranku kacau!
"Enna? Kamu nggak papa?" Tanya seorang bocah kecil di depanku.
"A-aku.. Aku baik-baik saja kok." Aku hanya berbicara asal, tentunya saat itu pikiranku berada di tempat lain.
"Ayo ikuti aku!" Kata anak itu sembari menarik tanganku, aku tersadar jika aku tengah memegang infus stand di tanganku.
"Jangan buru-buru." Kataku mengimbangi gerak kakinya.
"Iyya." Balasnya lembut membuatku merasa jika anak ini lucu.
Kami berjalan melewati beberapa koridor tempat suster dan pasien berlalu-lalang. Karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi, aku pun hanya mengikuti langkah kaki anak laki-laki itu hingga sampai pada satu tempat.
"Ini tempat pribadi kakakku, maaf jauh dari tempat semula. Kamu benar-benar gak dimarahin orang tua kan?" Tanya bocah itu panjang lebar, aku tidak mengerti namun mulutku tiba-tiba tergerak.
"Tidak apa-apa, Daddy bilang akan mengunjungiku minggu depan dan paman Inho bilang dia akan ke sini besok pagi." Ucapku tiba-tiba.
"Baiklah, ayo masuk." Ajaknya yang dengan senang hati kulakukan.
Disaat pintu sederhana itu terbuka, betapa terkejutnya aku melihat isinya yang begitu mewah dan luas. Nafasku sempat tertahan karena kagum, lukisan-lukisan menghiasi dinding berwarna emas lembut yang tidak terlalu mencolok.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya anak itu mengaburkan lamunanku.
"Oh, yeah! Ngomong-ngomong baru pertama kali ini aku melihat ruangan besar seperti ini yang berada tepat di belakang gedung rumah sakit." Ucapku menutupi kekagumanku.
"Ini adalah tempat istirahat kakakku ketika waktu luang, tetapi biasanya dia akan kesini malam hari karena sibuk di siang hari." Ucapnya yang kubalas dengan anggukan kecil.
Tangannya yang masih memegang tanganku tiba-tiba menarikku menuju tempat yang lebih luas, aku dikode untuk duduk di kursi. Mengapa bukan sofa di pojok? Sudahlah! Aku hanya ingin mengikuti tanpa tau apapun! Lagipula nanti aku akan terbangun dari mimpi ini.
"Aku ambilkan makanan di lemari. Kamu suka jamur?" Tanya bocah itu menatapku dengan mata beningnya.
"Suka! Jamur adalah makanan kesukaanku hmm meskipun lebih enak makan es krim." Ucapku sesuai keadaan nyata, aku memang menyukai makanan manis tapi tak membenci sayuran.
"Tidak boleh makan manis! Kamu sakit karena itu! Setidaknya untuk sekarang." Teriaknya dengan pipi gembul yang mengembang, lucu sekali bocah ini.
"Iya, aku mau makan apapun itu asalkan tidak berbau aneh." Ucapku dibalas anggukan setuju olehnya.
'Namanya siapa sih? Aneh kalo aku-kamu gitu manggilnya.' Batinku sedikit berfikir.
Disaat itu aku memandanginya mengambil satu mangkuk yang ditutupi alumunium, dapat ditebak jika itu telah disiapkan oleh seseorang. Dia membuka alumunium itu dan memasukkannya ke microwave, sembari menunggu ia menyiapkan minuman dengan blender. Aku terkejut melihatnya dapat dengan baik mengoperasikan alat-alat itu, tangannya begitu luwes sampai aku mengira cita-citanya adalah koki.
"Maaf, jadi minuman dulu yang sampai di meja." Ucapnya, lagi-lagi aku dibuat terkejut dengan hidangan minuman sehat jus stroberi yang tampak mewah dan rapih.
"Kamu kok pintar banget mengoperasikan alat dapur, bahkan aku terkejut kamu tidak takut menggunakan pisau dapur. Apa cita-cita kamu? Biar kutebak, sepertinya ingin menjadi seorang koki?" Kataku sambil memandang matanya yang berbinar.
"Terimakasih! Tapi aku akan menjadi seorang dokter! Aku akan menyelematkan orang-orang dari segala macam penyakit, itu adalah impianku." Ucapnya membuatku tertawa dengan sikapnya yang jujur dan ceria.
"Ngomong-ngomong enaknya aku panggil kamu apa? Aku merasa perlu memanggilmu dengan spesial."
"Panggil aku Alan." Ucapnya membuatku sedikit bingung.
"Namamu Matler Andrew, mengapa ingin dipanggil Alan? Hik!" Tanyaku membuatnya tersenyum lebar. Sontak aku terkejut karena tiba-tiba mulutku berbicara sendiri. Padahal aku bahkan tidak tau namanya.
"Karena ibuku memanggilku seperti itu haha jadi aku ingin kamu memanggilku seperti itu karena kamu spesial."
"Aku spesial? Waw!"
Mesin microwave itu tiba-tiba berbunyi, bocah itu langsung berlari mengambil hidangan. Tangannya menaruh berbagai taburan yang membuatnya tampak lezat, bocah ini sangat pandai memasak batinku. Istrinya pasti akan bahagia karena suaminya dapat memasak makanan untuknya.
"Hidangan sudah sampai, ada sup jamur gratin dengan jus. Sederhana tapi mengenyangkan." Ucapnya, sekali lagi itu mengejutkanku.
'Sayang sekali ini hanya mimpi, jadi tidak akan ada rasanya.' Batinku kecewa.
Disaat aku menyuap sesendok sup kedalam mulut, betapa terkejutnya aku setelah rasa gurih itu menghidupkan perasaku. Aku berfikir mengapa mimpiku menjadi begitu lezat?
"Enak loh." Ucapku, bocah itu hanya memandangku dengan tangan menumpu wajahnya. Mata berkilaunya yang fokus padaku membuat hatiku berdebar.
"Jangan hiraukan aku, jujur aku senang kamu menikmatinya." Ucapnya membuatku semakin gugup.
'Dia hanya anak kecil! Jangan berlebihan!'
"Baiklah." Balasku sambil tersenyum dan sedikit menepuk lembut kepalanya lalu melanjutkan makan.
Aku seperti melihat adikku. Tanpa kusadari pipi bocah itu memerah, kukira itu hanya demam namun ia tersenyum.
"Makan yang banyak supaya kita dapat menjadi orang dewasa dan aku diperbolehkan untuk menikahimu." Ucapnya tiba-tiba membuatku terkejut hingga batuk. Dia membantuku dengan mengambil air putih.
"Jangan terburu-buru." Ucapnya khawatir.
"Eh! Kita masih kecil sudah bicara nikah itu dilarang, Alan ini jangan bicara yang aneh-aneh oke?" Celotehku penuh arti.
"Iyya~" Dia membalasku dengan senyum manisnya.
Lagi-lagi aku luluh oleh senyuman itu, kulanjutkan menyuap makanan.
'Enaknya sih nggak bohong, tetapi aku bingung kok dapat merasakan makanan jika ini hanyalah mimpi.'
"Aneh.." gumamku.
"Apanya yang aneh?" Tanyanya membuatku tanpa sadar menjawab.
"Makanannya kok bisa terasa enak di dalam mulut ya?"
"Ahahahhaha! Kamu bicara apasih? Hahaha." Bocah itu meledekku, dia bahagia sekali. Tetapi aku akhirnya ikut tertawa.
"Aku memasak itu tadi pagi." Ucapnya.
"Hah? Masak sendiri?" Tanyaku membuatnya mengangguk dan mengambil mangkuk serta gelas di depanku.
Dia mencuci piring dan merapikannya setelah mengelap alat-alatnya.
"Lalu kamu makan apa?" Tanyaku padanya.
"Aku biasanya dibawakan garlic bread oleh kakakku, enak loh yang tokonya ada di samping rumah sakit." Ucapnya yang kubalas anggukan kecil.
"Aku jadi memakan sup yang seharusnya dicampur garlic bread itu kan."
"Tidak-tidak! Aku memang ingin memberikan masakanku untukmu, karena kata ibu sup masakanku enak dan pas."
Wajahnya tampak bahagia menceritakan ibundanya yang sekarang tengah tidur di atas kasur pasien, jika ada yang bertanya bagaimana aku bisa tau. Ini adalah cerita bikinanku, aku adalah seorang penulis. Terakhir kali aku dipanggil ke kantor untuk segera menandatangani kontrak dengan penerbit luar kota. Hidup di kota memang tidak sedamai di desa karena banyaknya tekanan tagihan sana-sini, belum lagi berbagai kebutuhan sehari-hari. Hidupku sebenarnya tidak merepotkan. Namun, ternyata kejadian itu yang membuatku sampai kesini.
Bersambung
・ω・☞ "Please Vote and Coment🌟"
^^^-Thx^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Candy Cat
・ω・☞ "Please Like and Coment🌟"
-Thx
2023-06-13
0