..."Susah, Susah, Itu Susah! Baiklah kukerjakan karena besok aku akan mengatakan jika Itu Mudah." @dokterhoki_...
Minggu _ Seorang gadis perempuan tengah menggerutu di sepanjang perjalanan menuju tempat yang pasti bukan taman hiburan ataupun alun-alun tempat berlibur. Hari itu ia memiliki janji dengan manager Lili terkait novel buatannya.
"Hari liburku rusak! Padahal aku hanya ingin tidur seharian setelah dua minggu dipenuhi deadline."
Setelah turun dari bus terakhir, matanya langsung disuguhi gedung PT Wijaya yang terkenal dengan buku-buku besarnya.
"Elena!" Terdengar suara teriakan dari samping gedung.
"Oh, hallo manager Lili." Sapa Elena si gadis yang tak ikhlas hari liburnya direngut paksa oleh janji.
"Kenapa kau terlambat?"
"Gimana gak telat coba? Lili baru mengirimkan pesan padaku pukul 05.00 pagi! Dan menyuruhku datang pukul 06.30 pagi, kau pikir aku Batman? Enak kalo jadi Batman yang gak nunggu rute bus dan bisa terbang! Dan masih mending aku bukan Hulk, jika aku menjadi Hulk sudah kuhancurkan gedung ini." Marah Elena.
"Jangan! Nanti kau cari uang dimana kalau gedung ini hancur? Sudahlah! Kita sudah ditunggu seseorang yang spesial!" Ucap Lili menarik tangan Elena dengan paksa.
"Huh! Seandainya aku punya kekuatan menghilang, mending jadi hantu dan membegal orang-orang pemerintah penipu rakyat atau koruptor-koruptor profesional. Lagian siapa sih orang penting pengganggu hari liburku?" Celoteh Elena blak-blakan.
"Hush! Sebaiknya kamu diam! Aku juga lelah, kau pikir dua minggu ini aku tidur-tiduran?" Ungkap Lili dengan sorot mata berlingkar panda yang menandakan betapa lelahnya ia.
Elena hanya diam mengikuti, dia memang terkadang suka membuat onar namun tak suka terlalu lama mengoceh kecuali kepada orang-orang tertentu. Tetapi ketahuilah jika saat ini hatinya memiliki banyak umpatan-umpatan spesial dengan berbagai rasa dan spesies unik.
Setelah menaiki lift dan beberapa tangga, barulah mereka sampai di ruangan khusus. Yang pasti bukan ruangan CEO, hanya ruangan khusus tamu-tamu penting yang berkunjung.
"(Tok tok) Permisi, saya Lili Lennart membawakan penulis Elena Letopia." Ucap Lili melepaskan tangan Elena.
"Masuk." Terdengar suara dari dalam pintu besar itu.
Elena dan Lili memasuki ruangan gold mewah yang luas. Disana seorang pria tengah duduk menikmati teh dengan beberapa camilan ringan, ruangan itu tampak asing bagi Elena. Sebelumnya ia hanya pernah mengunjungi ruang direktur dan tidak pernah mengunjungi kantor lagi, semuanya tersalurkan melalui manager Lili.
"Ruangan apa ini bro?" Bisik Elena tanpa pertahanan.
"Hush! Dia orang penting, jangan asal berbicara." Perintah Lili menekan.
"Baiklah, oke, aku mengerti, Ya." Kalimat bertubi pun muncul, Elena tak pernah menghilangkan cara bercandanya yang tidak tau waktu.
"Jadi dia penulis buku novel terkenal itu." Ungkap pria itu sembari menyeruput teh dari cangkirnya.
"Iya, saya penulis novel Elena Letopia." Elena menyungging senyum manisnya.
"Saya suka novel anda. Karena saat saya membacanya langsung disuguhi kata-kata pengatar yang membuat siapapun menjadi penasaran akan isinya." Puji pria itu sembari menyilangkan kedua tangannya.
"Terimakasih banyak atas pujiannya." Balas Elena tetap sopan.
Suasana kembali menjadi hening, Elena perlahan merasa kakinya mulai pegal. Perjalanan antara rumah dengan kantornya tidaklah dekat, Elena harus menunggu tiga rute bus.
"Silahkan duduk, mengapa anda diam ketika kursi ada di hadapan kalian?" Ungkap pria itu tersenyum. Sungguh pria arogan, batin Elena.
"Baiklah, terimakasih pak." Elena tetap sopan menahan segala umpatan dari dalam hatinya.
Elena masih memasang raut wajah tidak ikhlas akan hari liburnya yang direnggut paksa, kata managernya ini adalah tamu penting.
"Mengapa anda diam? Apakah tidak ada yang ingin anda katakan?" Tanya pria itu sedikit menggoda Elena.
"Enaknya saya memanggil anda apa?" Elena mulai kesal dengan nada mengejek pria di depannya.
Pria itu tersenyum seakan mendapatkan apa yang ia inginkan. "Jeon Victoria."
"Hah? Maaf, Itu nama karakter novel?" Jeon si pria arogan membalasnya dengan tawa renyah.
'Siall! Asal ceplosnya Elena bahaya sekali!' Batin manager Lili sedikit khawatir.
"Hahahaha tentu saja bukan.. nama karakter novel yang kau buat adalah Victoria Previo Oliver bukan?" Elena hanya membalas pernyataannya dengan anggukan kecil.
"Baik pak Jeon, saya ingin bertanya mengapa anda memanggil saya?" Elena memandang serius, ia ingin cepat pulang meninggalkan kantor.
"Hoho~ panggil saya Jeon saja, toh kita seumur-"
"Ini kantor pak Jeon Victoria." Tegas Elena kesal.
'Sekali-kali ia pintar juga.' Batin Manager Lili menghela nafas lega.
"Tidak apa, pelan-pelan saja dan nikmati waktumu." Jeon terlihat santai seakan menahan Elena. Elena yang kesal pun berusaha untuk tetap terlihat biasa saja, memangnya aku kemari untuk liburan?
"Saya merasa kasihan dengan manager saya yang kurang tidur dalam beberapa pekan terakhir dan hari ini adalah hari libur pertama saya setelah novel VPO (Victoria Previo Oliver) berakhir. Saya mohon perhatiannya dan saya harap bapak menyelesaikan pertemuan ini dengan cepat. Terimakasih." Tegas Elena dengan seutas senyum paksa tertera di atas wajahnya.
"Baik saya mengerti. Sebenarnya saya ingin membicarakan tentang peningkatan royalty anda dengan memperluas wilayah pemasaran, saya membutuhkan tanda tangan anda pada surat kontraknya. Saya menghargai segala keputusan anda." Kali ini Jeon serius mengetahui ia tidak bisa terus menggoda Elena yang marah.
"Saya menyetujui segala perubahan maupun perluasan pasar, tetapi apakah hanya itu yang ingin anda sampaikan?" Tanya Elena ragu, ia bertanya-tanya hanya karena itu ia harus datang ke kantor. Mengapa tidak melalui manager Lili atau Gmail saja, batinnya.
"Iya hanya itu." Balas Jeon singkat, ia menaruh setumpuk kertas kontrak.
Elena meraih setumpuk surat kontrak, dibacanya satu persatu dari kontrak itu lalu ia menemukan satu kalimat yang membuatnya penasaran.
"Pak Jeon, saya ingin bertanya." Elena menatap tajam wajah Jeon.
"Iya silahkan." Jeon tersenyum.
"Apa maksud kata, yang sudah terjadi tidak akan dapat kembali dan kehidupan yang sudah ada tidak akan terjamin? Saya juga menemukan kata-kata, mimpi akan terwujud setelah goresan tinta menyentuh secarik kertas." Elena menyerngitkan dahinya bingung.
"Hm.. coba baca sekali lagi, baca dengan teliti dan pikiran setiap katanya dengan cermat, agar tidak salah memilih." Ucap Jeon sedikit menekankan kalimat terakhir.
"Baiklah." Elena menandatangani kontrak tanpa keraguan sedikitpun.
'Paling karena penulisan dibuat rumit, tetapi cukup bagus.' Batin Elena menaruh pena dan kertas di atas meja. Jeon menyeringai lebar layaknya puas akan sesuatu.
Sekilas elena memandang Managernya yang sudah pegal, ia benar-benar tidak bisa membiarkan ibu dengan satu anak itu menderita lebih lama lagi.
"Pak apakah saya dan manager saya sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah?" Elena menyilangkan kedua tangannya.
"Baiklah, silahkan pulang. Oh karena aku sudah menggangu waktumu bagaimana jika kuganti dengan makan siang di waktu lain?" Jeon tersenyum lebar tanpa mengharapkan sesuatu.
"Maaf pak, lain kali saja kita makan siang bersama. Saya masih ada sesuatu yang harus dikerjakan, saya undur diri. Terimakasih dan selamat siang." Elena mengakhiri pertemuan itu lalu pergi bersama manager Lili.
Elena melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 10.00 dan itu membuatnya tidak enak kepada manager menyebalkannya. Elena berniat untuk mengucapkan kata maaf kepada Lili yang sedari tadi diam menatap jalan, karena meskipun menyebalkan Lili selalu memikirkan Elena.
"Manager.." belum sempat Elena berbicara, manager Lili langsung memotong ucapannya.
"Terimakasih banyak Elena! Aku akhirnya bisa pulang dengan tenang!" Manager Lili terlihat senang.
"Bagaimana dengan Liam? Menjaga anak laki-laki itu susah bukan?" Ungkap Elena beraut peduli pada managernya.
"Tidak. Jujur semenjak bercerai dengan suamiku akhirnya anakku hidup dengan baik, orang tuaku yang menjaganya sekarang. Tapi yang terpenting hari ini aku ingin menghabiskan waktu dengan putraku, hilangnya seorang ayah membuatku harus berperan lebih." Curhat manager Lili, meskipun hidupnya dipenuhi cobaan ia tetap tersenyum cerah. Itulah yang membuat Elena kagum dengan managernya.
"Semangat kak, ini kan sudah di luar jam kerja jadi aku akan memanggil kakak! Oh iya aku punya sedikit hadiah..." Mendengar ucapan Elena hanya membuat Lili membatin, kau juga sering memanggilku Lili hehe.
Dilihatnya Elena tengah merogoh tas yang berisi plastik besar di dalamnya.
"Ini.." gumam manager Lili tidak menduga.
"Yap, ini mainan edisi baru! Aku bawa tas besar ini hanya untuk memberikan hadiah meskipun tidak sempat kubungkus dengan kertas kado hehe. Ucapkan salamku pada Liam ya kak." Elena tersenyum bahagia, ia selalu merasa senang telah memberikan sesuatu kepada anak managernya.
"Terimakasih banyak-♡! Yaampun aku ingin membeli ini tetapi selalu kehabisan. Suatu saat aku akan membalasnya. Kau bahkan membelikan banyak mainan tetapi kali ini aku benar-benar ingin membeli ini untuk putraku."
Manager Lili tampak senang, ia memeluknya erat seakan-akan menjaganya.
"(Cocomelon~!) Tidak usah dipikirkan, oh aku akan pulang kak. Temanku menelpon, dahh~"
"Iyaa, hati-hati oke."
Elena meninggalkan kantor menuju halte bus, ia menolak panggilan yang tertera di headphonenya berulangkali. Itu adalah nomor yang selalu membuatnya terjerat kedalam masalah. Sekilas huruf-huruf itu terangkai kata 'Polisi gang I' pertanda adiknya telah membuat onar di suatu tempat, barulah ia mengangkat setelah beberapa telepon.
"Cih. Hallo?"
"Hallo, Elena ini aku."
"Alex? Kenapa kau menghubungiku berulang kali?"
"Adikmu terlibat tawuran di gang I di dekat sekolahnya, aku sudah mengurusnya. Sepertinya dia sudah pulang tiga jam yang lalu, aku hanya memberitahumu agar mengobati luka adikmu dan memberi nasihat."
"Aku tahu, terimakasih Alex. Aku akan mentraktirmu kapan-kapan."
"Baiklah, aku menghargainya."
Telepon diakhiri dari kedua belah pihak.
"Cih, hari ini banyak masalah." Ucap Elena menghela nafas panjang yang panjang.
Di depan rumah ia dengan berat hati memegang gagang pintu, rasanya seperti tidak ada kedamaian untuknya hari ini. Hati terdalamnya merasakan firasat aneh.
"Aku pulang." Elena menyambut rumah dengan lesu, segera setelah melepas sepatu ia menuju kamarnya berniat melepas lelah tuk hari ini.
Sekilas ia melihat adik laki-lakinya tengah duduk di sofa ruang tamu. Seketika hati Elena retak memandang adiknya yang tengah asik bersama seorang wanita muda tanpa perasaan bersalah sedikitpun.
(Bhuk!)
Elena langsung meninju pipi kanan adiknya hingga membekas, Elena sedikit menitikkan air mata.
"Sial!" Teriak sang adik bangkit menampar kakaknya.
Elena memandang sinis adiknya, amarah mulai menyulut hatinya.
"Lu adik gua brengsek!" Ucap Elena tersenyum dengan suaranya yang serak, ia menangis.
"Hah, apa maksudnya itu?" Balas dingin adiknya.
"Gua biayain lu, bayarin sekolah, makan, tagihan kedokteran, tagihan kepolisian, ganti rugi. Rela ga makan, ga beli makeup, ga beli baju, ga jalan-jalan cuman buat ginian?" Ungkap lemas Elena mulai menangis deras.
"Lah kalo ga ikhlas bilang lah."
Elena dengan cepat memegang pundak adiknya.
"Lu yakin hidup enak kalo gua ga ikhlas? Lu yakin bisa sekolah kalo gua ga ikhlas? Lu yakin?!"
"Lu pikir gua mau sekolah?" Balas sang adik tanpa peduli perasaan Elena.
Tertera beribu kekecewaan dan pikiran yang berkecamuk di wajah Elena.
"Baik. Saya Elena Letopia pergi meninggalkan Erand Letopia. Silahkan ambil segalanya yang ada di sini dan hiduplah, aku akan pergi. Ada uang simpanan dibawah meja, hiduplah dengan baik adikku. Umurmu hampir genap 20 tahun jadi kamu bisa tanpaku kan?" Ungkap Elena dengan berat hati meninggalkan adiknya, dan terakhir kali ia mengelus lembut kepala adiknya.
"Doakan aku cepat mati." Kata-kata terakhir sebelum Elena pergi meninggalkan rumah.
...__________...
Langit mulai menggelap setelah aku keluar dari rumah, tetapi hujan belum turun pertanda masih aman untuk berjalan kaki. Aku masih menangis tersedu-sedu berharap ini hanya mimpi, karena aku merasa selama ini selalu mengorbankan segalanya untuk adikku satu-satunya. Aku benar-benar tidak makan dalam beberapa waktu yang lalu sampai harus dirawat di rumah karena biaya rumah sakit sangat mahal.
Aku tidak berharap hubunganku dengan adikku akan semakin keruh karena adikku dan aku yang berasal dari ibu yang berbeda. Aku tulus merawatnya tetapi untuk kali ini aku merasa kurang beruntung, sengaja kuberikan segalanya untuk adikku lagipula dia sudah berumur 19 tahun.
"Hiduplah dengan baik hiks! Tanpaku mungkin kau akan sadar hiks."
Batinku terus mencurahkan rasa sakit, sedangkan mataku terus mengeluarkan air mata.
Ditengah perjalanan aku merasa perutku mual dan jantungku berdetak kencang. Tiba-tiba ada dua motor berhenti di depanku, mereka terdiri dari enam orang. Mengetahui tangan mereka yang memegang senjata, akupun perlahan mundur.
"K-kalian mau apa?" Tanyaku pada mereka yang mulai mendekat.
"Kau kakaknya Erand kan, yang seorang penulis tajir itu? Ganti rugi woy temanku masuk rumah sakit gara-gara adikmu."
Salah satunya sudah berhasil memegang tanganku, saat aku menepis tangannya kekuatanku tidak setara dengan kekuatan enam anak laki-laki.
"Lepaskan aku, T-tolong!" Teriakku berusaha melepaskan diri.
"Hahahaha, ini tempat yang hampir tidak pernah dilewati oleh kendaraan. Bodohnya seorang wanita kemari, lagi sakit cinta?"
Kurasakan tangannya mulai lengah, ia memang membungkam mulutku tetapi menggunakan tangan bersih kurasa bukan ide bagus. Dengan cepat aku menggigit kulit itu kencang hingga mengeluarkan darah.
"Arghhh!"
(Bhuk!)
Aku merasa sakit tetapi sedikit mati rasa pada bagian belakang kepalaku. Rasanya aku tidak kuat menopang tubuhku dan akhirnya tersungkur di atas tanah.
"Sial! Kau membunuhnya!"
"Tidak apa-apa, kita sembunyikan saja!"
"Gila! Kenapa dengan martil sih!"
"Aku lupa!"
Anak-anak sialan ini! Membuatku marah saja! Tetapi sudahlah, toh aku memang ingin cepat mati.
Bersambung...
^^^・ω・☞ "Please Like and Coment🌟"^^^
^^^-Thx^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Candy Cat
・ω・☞ "Please Like and Coment🌟"
2023-06-13
0