Rela Menjadi Ibu Pengganti Miliarder
Pov Sabrina
"Kak, apa kakak baik-baik saja?" Tanya Kevin padaku, mungkin karena dia melihatku sedang melamun sendiri.
Setiap kali melihatnya aku ingin sekali menangis, aku tidak akan pernah baik-baik saja tanpa dia. Sekarang aku lagi bingung mikirin biaya pengobatan untuk Kevin.
"Kakak baik-baik saja sayang, kamu mau makan apa hari ini?"
Tanyaku ketika dia datang padaku dan memelukku.
"Kevin ingin makan roti dengan keju kak, sepertinya enak."
Jawabnya dan ku balas dengan senyuman serta anggukan untuk mengiyakannya sebelum pergi ke dapur.
Ku lihat tubuhnya yang kecil, Apa aku bisa menyelamatkannya dari penyakit itu?
Sungguh aku tidak akan sanggup jika harus hidup tanpanya.
Setelah sarapannya selesai, aku mengajak Kevin pergi ke rumah sakit untuk melakukan kontrol rutinnya.
Ketika aku memasuki rumah sakit aku melihat dokter Peterson, dia yang biasa menangani Kevin bahkan dia juga ikut membantu memikirkan tentang biaya operasi Kevin.
"Selamat pagi Tampan,"
sapanya sambil tersenyum dan kevin terkikik girang karena dia sangat menyukai dokter Peterson.
"Selamat pagi juga Pete" Canda kevin memanggil dokter Peterson sambil berlari ke arah dokter, lalu dia meminta untuk digendong untuk masuk ke dalam bangsalnya. Dia sangatlah manja setiap bertemu Dokter Peterson, mungkin karena dia tidak memiliki kakak laki-laki dan juga Dokter Peter pribadi yang sangat ramah serta baik ke semua pasien terutama kepada Kevin.
Setelah beberapa waktu dokter peterson datang menemuiku.
"Sabrina, boleh aku bicara denganmu sebentar?"
Tanyanya seperti akan ada berita yang sangat aku tidak mau dengar selama ini, aku reflek mengangguk tapi ini adalah pemikiran yang paling aku takuti dalam hidupku.
Aku tidak tahu apa yang ingin dibicarakan dokter kepadaku tapi aku tahu itu semua tentang kesehatan Kevin, mungkin beritanya baik atau buruk tapi aku tetap merasa takut.
"Kevin kesehatannya semakin parah, kita harus segera melakukan operasi untuk menyelamatkan hidupnya."
Hatiku seketika hancur berkeping-keping saat aku mendengarnya.
Tanpa sengaja air mata berlinang di mataku, mengapa ini harus terjadi pada kita?
"Sabrina aku tahu kamu punya masalah keuangan, dan aku sangat menyesal tidak bisa membantumu kali ini."
Dokter Peterson menepuk pundakku pelan.
Aku menghela nafas karena apapun yang terjadi, aku akan mencari uang untuk operasinya dan membuatnya sehat kembali.
“Dokter saya nanti akan berusaha carikan uangnya”
Kataku sambil menyeka air mataku.
"Kamu hanya punya waktu maksimal sepuluh bulan, Sabrina. Alangkah baiknya jika kamu bisa menemukannya segera." Terangnya yang hanya bisa aku balas dengan anggukan, ku tatap kevin melalui dinding kaca yang sedang asyik mengobrol dengan seorang perawat.
Aku tidak bisa membiarkan apapun terjadi padanya karena dia satu-satunya orang yang aku miliki sekarang.
"Kevin harus tinggal di rumah sakit mulai hari ini dan seterusnya." Sambung terangnya ku balas lagi dengan anggukan sebagai tanda persetujuanku akan dirawat inapnya Kevin mulai hari ini dengan mata yang masih setia menatap kevin dari luar, dia sangat imut dan dia akan menjadi pria yang tampan di masa depan, jadi sebagai kakaknya aku harus melindunginya.
"Baiklah dokter." Jawabku setuju.
Setelah itu aku masuk ke bangsal kevin dan duduk di tempat tidur di sebelahnya.
"Apa aku sedang sakit kak?"
Aku berusaha menahan air mataku karena aku tidak ingin menangis di hadapannya, aku harus terlihat kuat didepannya.
Aku tersenyum paksa dan membawanya ke atas pangkuanku sambil ku belai rambut cokelat gelapnya yang halus.
"Tidak, kamu akan sembuh dengan cepat."
Aku cium kepalanya dan menyandarkan daguku di kepalanya.
"Itu bagus,"
Dia mulai terkikik.
Rasa sesak menyerang hatiku sambil mengatupkan rahangku karena aku tidak ingin menangis, hatiku sakit dan rasanya seperti ada yang meremas dengan erat.
"Kakak sangat menyayangimu, kevin"
ucapku sambil mencium pipi gembulnya.
"Kevin juga sangat menyayangimu kak,"
Balasnya dengan mencium keningku.
Aku menggigit bibir bawahku keras, rasa sangat sakit seperti tidak ada rasa sakit yang bisa mengalahkan rasa sakitnya di hatiku.
"Kevin, kamu harus tinggal di sini selama beberapa bulan, tidak apa-apa kan sayang?"
Tanyaku dan kevin mengangguk dengan senyum bahagianya.
"Aku akan bermain dengan puas bersama Peter sepanjang hari,"
Katanya sambil melompat-lompat. Aku tersenyum padanya dan bangkit untuk pergi.
"Tapi kak, kamu akan selalu datang kesini setiap hari, kan?" Tanyanya cemberut sambil menggigit bibir kecilnya.
"Ya, kakak akan selalu datang kesini setiap hari, kevin"
Setelah itu aku meninggalkan rumah sakit dan pulang karena aku masih harus pergi ke kampus tapi pikiranku berantakan jadi aku langsung pulang saja.
Setelah sampai dirumah, aku membaringkan tubuhku diatas tempat tidur dan mulai menangis karena aku lelah juga takut dengan kesehatan Kevin.
Setelah puas menangis aku pergi ke kamar mandi lalu membasuh wajahku dan berganti pakaian.
Kemudian tiba-tiba ada ketukan pintu dan aku buru-buru untuk membukanya, tapi saat membuka pintu ternyata tante Elis yang datang.
"Sabrina, kamu habis menangis?"
Tanyanya saat melihatku tersenyum memaksa dan mataku yang bengkak.
Kemudian dia bertanya apa yang terjadi dan aku memberi tahu semuanya tentang perasaanku dan tentang ketidak berdayaanku saat ini termasuk masalah biaya operasi Kevin.
Dia menghela nafas panjang lalu menarikku ke dalam pelukan hangatnya. Dia benar-benar seperti seorang ibu bagi kami yang selalu memperhatikanku dan Kevin tapi sekarang dia sudah tua dan aku tidak bisa terus merepotkannya dengan kesulitan kami.
"Sabrina, aku minta maaf karena memberitahumu tentang ini tapi aku juga tidak bisa membantumu karena aku juga tidak punya banyak uang."
Dia berkata sambil mendesah, aku merasa tidak enak padanya.
Aku rela melakukan apapun dan yang kubutuhkan saat ini hanyalah uang untuk operasi Kevin.
Aku ingin segera membayar operasi kevin secepat mungkin.
"Katakan tante elis, saat ini aku rela melakukan apa saja demi kesembuhan adikku. Bahkan jika aku harus menjual tubuhku,"
kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di dadaku.
"Aku tidak tahu Sabrina tapi aku akan memberitahumu dan kamu yang memutuskannya,"
Aku menganggukkan kepala dengan cepat dan dia menghela nafas.
"Aku dengar ada seorang dari keluarga kaya sedang mencari ibu pengganti. mereka ingin memiliki ahli waris secepat mungkin dan mereka akan membayar 2 Miliar pada ibu pengganti tersebut,"
Katanya dengan menatap lekat mataku.
Hatiku seketika kaget mendengar penawaran dengan imbalan fantastis tersebut tapi aku buru-buru menyembunyikan keterkejutanku dengan melihat ke bawah.
Ibu pengganti? jadi, apa aku harus melahirkan bayi untuk pria yang tidak ku kenal?
"Apa syarat-syarat yang mereka berikan untuk menjadi ibu pengganti?"
Tanyaku sambil ku lihat wajah tante elis dan aku tahu dia sedang sedih dan dia tidak ingin melihatku melakukan hal tersebut.
Seolah dia adalah wanita yang ditakdirkan mempunyai hati yang lembut, lalu datang ke dalam hidup kami agar kami bisa merasakan kebahagia juga.
"Kamu memiliki semua yang mereka butuhkan. Kamu cantik, cerdas juga pintar, dan yang paling penting kamu masih perawan, kamu juga memiliki hal-hal yang melebihi apa yang mereka harapkan," Terangnya dengan ku pejamkan mata dan memikirkannya dengan hati-hati.
Jadi aku harus memberikan keperawananku? tidak apa-apa semuanya akan aku lakukan dan akan baik-baik saja, aku melakukan ini untuk adikku satu-satunya.
Aku hanya perlu melahirkan seorang bayi lalu aku juga bisa menyelamatkan nyawa Kevin?
"Aku setuju, aku mau menjadi ibu pengganti untuk mereka tapi tolong jangan biarkan kevin tahu apa-apa tentang masalah ini,"
Kataku sambil tersenyum padanya.
Aku melihat ekspresi terluka di wajah tante elis tapi dia tetap memaksa mengangguk ke arahku dan tersenyum paksa.
Dia peduli padaku dan aku akan selalu berterima kasih padanya.
"Aku akan memberi tahu mereka dan membawamu ke sana."
Aku mengangguk saat dia bangkit dan lalu pergi.
Aku menghela nafas dan melihat ke arah langit-langit rumah. Apa yang akan terjadi pada hidup kita, bu? Aku kehilangan orang tuaku dan sekarang aku menderita karena kehilangan mereka.
Urghh..
Semuanya akan baik-baik saja selama kevin aman dan sehat.
Javier pov,,,
"Vier, kapan kamu akan memberikan kami cicit? kami sudah sangat dekat dengan ranjang kematian."
Arrgh,,,,
Kapan aku bisa tidur nyenyak? kenapa mereka tiba-tiba menginginkan seorang cicit? Mereka sudah memiliki seorang cucu.
"Aku tidak mau oma. Aku masih belum siap punya anak."
Kataku sambil bangkit dari tempat tidurku dan berjalan ke arahnya.
"Apa kamu akan selamanya hidup sendiri? Semua orang sudah tahu Vier, mereka menganggapmu gay."
Teriak Oma sambil memukul dadaku dengan keras.
"Aduh oma sakit."
Kataku sambil menyeringai dan mulai menangis keras.
Urrgh,,, Dasar ratu drama.
Kemudian Opa dan Papa masuk ke kamar sambil mengerutkan kening ke arahku.
"Begini, aku hanya meminta seorang cicit tapi dia teg membentakku."
Isaknya sambil memeluk Papa.
Aku menghela nafas dan menatap mereka.
"Vier, lakukan permintaan terakhir kami sayang, kami ingin melihat seorang pangeran atau putri kecil sebelum kami meninggal."
Opa juga ikut mulai berakting kali ini.
"Aku tidak punya istri jadi bagaimana aku mau punya bayi? Aku tidak bisa melakukannya sendiri, kalian tahu fakta itu kan?"
Ucapku karena aku ingin mereka menyerah pada keinginan terakhir mereka.
"Baiklah, kalau begitu bagaimana kalau kamu menikah dengan Claudya saja. Dia akan melahirkan anak untukmu."
Apa-apaan ini? Claudya? Cewek murahan yang licik dan menjijikkan itu?
"Tidak, aku tidak mau dan kalaupun aku harus menikah bukan dengan dia. Aku tidak suka wanita sepertinya dan dia juga sudah tidur dengan banyak laki-laki setiap hari. Euuwww."
Sambil mengeluarkan ekspresi jijik dan melihat Oma yang sudah menyarankannya padaku.
"Baiklah kalau begitu apa kamu sudah memiliki seseorang seperti yang kamu suka?"
Kenapa mereka tidak bisa mengertiku? Kalau aku sudah punya wanita yang aku sukai, aku sudah pasti akan menidurinya berkali-kali dan sudah membuatnya hamil.
"Tidak, aku tidak suka wanita mana pun,"
Kataku dengan memalingkan muka.
"Ya Tuhan! Anakku yang malang, apakah kamu benar-benar gay? Apa rumor itu benar?"
Ucap Papa dengan suara rendah ke arah nenekku.
"Aku juga bukan gay,"
Kataku sambil menatapnya lagi.
"Baiklah kalau begitu, aku yang mau punya seorang cicit dan aku akan memilihkan seorang wanita dengan kecantikan yang luar biasa, cerdas, pintar, dan yang paling utama dia masih perawan."
Ucap Oma tegas.
Seketika aku dibuat kaget dengan pernyataan Oma dengan tiba-tiba saat dia mengatakan itu.
Kenapa begitu? apa-apaan ini?
"Aku,,, aku,,"
Belum aku menyelesaikan apa yang ingin kukatakan tiba-tiba nenek memotongku.
“Aku tidak perlu alasanmu dan bersiaplah”
Ucapnya tanpa mau dibantah lalu itu mereka meninggalkan kamarku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments