Pov Sabrina
"Kak, apa kakak baik-baik saja?" Tanya Kevin padaku, mungkin karena dia melihatku sedang melamun sendiri.
Setiap kali melihatnya aku ingin sekali menangis, aku tidak akan pernah baik-baik saja tanpa dia. Sekarang aku lagi bingung mikirin biaya pengobatan untuk Kevin.
"Kakak baik-baik saja sayang, kamu mau makan apa hari ini?"
Tanyaku ketika dia datang padaku dan memelukku.
"Kevin ingin makan roti dengan keju kak, sepertinya enak."
Jawabnya dan ku balas dengan senyuman serta anggukan untuk mengiyakannya sebelum pergi ke dapur.
Ku lihat tubuhnya yang kecil, Apa aku bisa menyelamatkannya dari penyakit itu?
Sungguh aku tidak akan sanggup jika harus hidup tanpanya.
Setelah sarapannya selesai, aku mengajak Kevin pergi ke rumah sakit untuk melakukan kontrol rutinnya.
Ketika aku memasuki rumah sakit aku melihat dokter Peterson, dia yang biasa menangani Kevin bahkan dia juga ikut membantu memikirkan tentang biaya operasi Kevin.
"Selamat pagi Tampan,"
sapanya sambil tersenyum dan kevin terkikik girang karena dia sangat menyukai dokter Peterson.
"Selamat pagi juga Pete" Canda kevin memanggil dokter Peterson sambil berlari ke arah dokter, lalu dia meminta untuk digendong untuk masuk ke dalam bangsalnya. Dia sangatlah manja setiap bertemu Dokter Peterson, mungkin karena dia tidak memiliki kakak laki-laki dan juga Dokter Peter pribadi yang sangat ramah serta baik ke semua pasien terutama kepada Kevin.
Setelah beberapa waktu dokter peterson datang menemuiku.
"Sabrina, boleh aku bicara denganmu sebentar?"
Tanyanya seperti akan ada berita yang sangat aku tidak mau dengar selama ini, aku reflek mengangguk tapi ini adalah pemikiran yang paling aku takuti dalam hidupku.
Aku tidak tahu apa yang ingin dibicarakan dokter kepadaku tapi aku tahu itu semua tentang kesehatan Kevin, mungkin beritanya baik atau buruk tapi aku tetap merasa takut.
"Kevin kesehatannya semakin parah, kita harus segera melakukan operasi untuk menyelamatkan hidupnya."
Hatiku seketika hancur berkeping-keping saat aku mendengarnya.
Tanpa sengaja air mata berlinang di mataku, mengapa ini harus terjadi pada kita?
"Sabrina aku tahu kamu punya masalah keuangan, dan aku sangat menyesal tidak bisa membantumu kali ini."
Dokter Peterson menepuk pundakku pelan.
Aku menghela nafas karena apapun yang terjadi, aku akan mencari uang untuk operasinya dan membuatnya sehat kembali.
“Dokter saya nanti akan berusaha carikan uangnya”
Kataku sambil menyeka air mataku.
"Kamu hanya punya waktu maksimal sepuluh bulan, Sabrina. Alangkah baiknya jika kamu bisa menemukannya segera." Terangnya yang hanya bisa aku balas dengan anggukan, ku tatap kevin melalui dinding kaca yang sedang asyik mengobrol dengan seorang perawat.
Aku tidak bisa membiarkan apapun terjadi padanya karena dia satu-satunya orang yang aku miliki sekarang.
"Kevin harus tinggal di rumah sakit mulai hari ini dan seterusnya." Sambung terangnya ku balas lagi dengan anggukan sebagai tanda persetujuanku akan dirawat inapnya Kevin mulai hari ini dengan mata yang masih setia menatap kevin dari luar, dia sangat imut dan dia akan menjadi pria yang tampan di masa depan, jadi sebagai kakaknya aku harus melindunginya.
"Baiklah dokter." Jawabku setuju.
Setelah itu aku masuk ke bangsal kevin dan duduk di tempat tidur di sebelahnya.
"Apa aku sedang sakit kak?"
Aku berusaha menahan air mataku karena aku tidak ingin menangis di hadapannya, aku harus terlihat kuat didepannya.
Aku tersenyum paksa dan membawanya ke atas pangkuanku sambil ku belai rambut cokelat gelapnya yang halus.
"Tidak, kamu akan sembuh dengan cepat."
Aku cium kepalanya dan menyandarkan daguku di kepalanya.
"Itu bagus,"
Dia mulai terkikik.
Rasa sesak menyerang hatiku sambil mengatupkan rahangku karena aku tidak ingin menangis, hatiku sakit dan rasanya seperti ada yang meremas dengan erat.
"Kakak sangat menyayangimu, kevin"
ucapku sambil mencium pipi gembulnya.
"Kevin juga sangat menyayangimu kak,"
Balasnya dengan mencium keningku.
Aku menggigit bibir bawahku keras, rasa sangat sakit seperti tidak ada rasa sakit yang bisa mengalahkan rasa sakitnya di hatiku.
"Kevin, kamu harus tinggal di sini selama beberapa bulan, tidak apa-apa kan sayang?"
Tanyaku dan kevin mengangguk dengan senyum bahagianya.
"Aku akan bermain dengan puas bersama Peter sepanjang hari,"
Katanya sambil melompat-lompat. Aku tersenyum padanya dan bangkit untuk pergi.
"Tapi kak, kamu akan selalu datang kesini setiap hari, kan?" Tanyanya cemberut sambil menggigit bibir kecilnya.
"Ya, kakak akan selalu datang kesini setiap hari, kevin"
Setelah itu aku meninggalkan rumah sakit dan pulang karena aku masih harus pergi ke kampus tapi pikiranku berantakan jadi aku langsung pulang saja.
Setelah sampai dirumah, aku membaringkan tubuhku diatas tempat tidur dan mulai menangis karena aku lelah juga takut dengan kesehatan Kevin.
Setelah puas menangis aku pergi ke kamar mandi lalu membasuh wajahku dan berganti pakaian.
Kemudian tiba-tiba ada ketukan pintu dan aku buru-buru untuk membukanya, tapi saat membuka pintu ternyata tante Elis yang datang.
"Sabrina, kamu habis menangis?"
Tanyanya saat melihatku tersenyum memaksa dan mataku yang bengkak.
Kemudian dia bertanya apa yang terjadi dan aku memberi tahu semuanya tentang perasaanku dan tentang ketidak berdayaanku saat ini termasuk masalah biaya operasi Kevin.
Dia menghela nafas panjang lalu menarikku ke dalam pelukan hangatnya. Dia benar-benar seperti seorang ibu bagi kami yang selalu memperhatikanku dan Kevin tapi sekarang dia sudah tua dan aku tidak bisa terus merepotkannya dengan kesulitan kami.
"Sabrina, aku minta maaf karena memberitahumu tentang ini tapi aku juga tidak bisa membantumu karena aku juga tidak punya banyak uang."
Dia berkata sambil mendesah, aku merasa tidak enak padanya.
Aku rela melakukan apapun dan yang kubutuhkan saat ini hanyalah uang untuk operasi Kevin.
Aku ingin segera membayar operasi kevin secepat mungkin.
"Katakan tante elis, saat ini aku rela melakukan apa saja demi kesembuhan adikku. Bahkan jika aku harus menjual tubuhku,"
kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di dadaku.
"Aku tidak tahu Sabrina tapi aku akan memberitahumu dan kamu yang memutuskannya,"
Aku menganggukkan kepala dengan cepat dan dia menghela nafas.
"Aku dengar ada seorang dari keluarga kaya sedang mencari ibu pengganti. mereka ingin memiliki ahli waris secepat mungkin dan mereka akan membayar 2 Miliar pada ibu pengganti tersebut,"
Katanya dengan menatap lekat mataku.
Hatiku seketika kaget mendengar penawaran dengan imbalan fantastis tersebut tapi aku buru-buru menyembunyikan keterkejutanku dengan melihat ke bawah.
Ibu pengganti? jadi, apa aku harus melahirkan bayi untuk pria yang tidak ku kenal?
"Apa syarat-syarat yang mereka berikan untuk menjadi ibu pengganti?"
Tanyaku sambil ku lihat wajah tante elis dan aku tahu dia sedang sedih dan dia tidak ingin melihatku melakukan hal tersebut.
Seolah dia adalah wanita yang ditakdirkan mempunyai hati yang lembut, lalu datang ke dalam hidup kami agar kami bisa merasakan kebahagia juga.
"Kamu memiliki semua yang mereka butuhkan. Kamu cantik, cerdas juga pintar, dan yang paling penting kamu masih perawan, kamu juga memiliki hal-hal yang melebihi apa yang mereka harapkan," Terangnya dengan ku pejamkan mata dan memikirkannya dengan hati-hati.
Jadi aku harus memberikan keperawananku? tidak apa-apa semuanya akan aku lakukan dan akan baik-baik saja, aku melakukan ini untuk adikku satu-satunya.
Aku hanya perlu melahirkan seorang bayi lalu aku juga bisa menyelamatkan nyawa Kevin?
"Aku setuju, aku mau menjadi ibu pengganti untuk mereka tapi tolong jangan biarkan kevin tahu apa-apa tentang masalah ini,"
Kataku sambil tersenyum padanya.
Aku melihat ekspresi terluka di wajah tante elis tapi dia tetap memaksa mengangguk ke arahku dan tersenyum paksa.
Dia peduli padaku dan aku akan selalu berterima kasih padanya.
"Aku akan memberi tahu mereka dan membawamu ke sana."
Aku mengangguk saat dia bangkit dan lalu pergi.
Aku menghela nafas dan melihat ke arah langit-langit rumah. Apa yang akan terjadi pada hidup kita, bu? Aku kehilangan orang tuaku dan sekarang aku menderita karena kehilangan mereka.
Urghh..
Semuanya akan baik-baik saja selama kevin aman dan sehat.
Javier pov,,,
"Vier, kapan kamu akan memberikan kami cicit? kami sudah sangat dekat dengan ranjang kematian."
Arrgh,,,,
Kapan aku bisa tidur nyenyak? kenapa mereka tiba-tiba menginginkan seorang cicit? Mereka sudah memiliki seorang cucu.
"Aku tidak mau oma. Aku masih belum siap punya anak."
Kataku sambil bangkit dari tempat tidurku dan berjalan ke arahnya.
"Apa kamu akan selamanya hidup sendiri? Semua orang sudah tahu Vier, mereka menganggapmu gay."
Teriak Oma sambil memukul dadaku dengan keras.
"Aduh oma sakit."
Kataku sambil menyeringai dan mulai menangis keras.
Urrgh,,, Dasar ratu drama.
Kemudian Opa dan Papa masuk ke kamar sambil mengerutkan kening ke arahku.
"Begini, aku hanya meminta seorang cicit tapi dia teg membentakku."
Isaknya sambil memeluk Papa.
Aku menghela nafas dan menatap mereka.
"Vier, lakukan permintaan terakhir kami sayang, kami ingin melihat seorang pangeran atau putri kecil sebelum kami meninggal."
Opa juga ikut mulai berakting kali ini.
"Aku tidak punya istri jadi bagaimana aku mau punya bayi? Aku tidak bisa melakukannya sendiri, kalian tahu fakta itu kan?"
Ucapku karena aku ingin mereka menyerah pada keinginan terakhir mereka.
"Baiklah, kalau begitu bagaimana kalau kamu menikah dengan Claudya saja. Dia akan melahirkan anak untukmu."
Apa-apaan ini? Claudya? Cewek murahan yang licik dan menjijikkan itu?
"Tidak, aku tidak mau dan kalaupun aku harus menikah bukan dengan dia. Aku tidak suka wanita sepertinya dan dia juga sudah tidur dengan banyak laki-laki setiap hari. Euuwww."
Sambil mengeluarkan ekspresi jijik dan melihat Oma yang sudah menyarankannya padaku.
"Baiklah kalau begitu apa kamu sudah memiliki seseorang seperti yang kamu suka?"
Kenapa mereka tidak bisa mengertiku? Kalau aku sudah punya wanita yang aku sukai, aku sudah pasti akan menidurinya berkali-kali dan sudah membuatnya hamil.
"Tidak, aku tidak suka wanita mana pun,"
Kataku dengan memalingkan muka.
"Ya Tuhan! Anakku yang malang, apakah kamu benar-benar gay? Apa rumor itu benar?"
Ucap Papa dengan suara rendah ke arah nenekku.
"Aku juga bukan gay,"
Kataku sambil menatapnya lagi.
"Baiklah kalau begitu, aku yang mau punya seorang cicit dan aku akan memilihkan seorang wanita dengan kecantikan yang luar biasa, cerdas, pintar, dan yang paling utama dia masih perawan."
Ucap Oma tegas.
Seketika aku dibuat kaget dengan pernyataan Oma dengan tiba-tiba saat dia mengatakan itu.
Kenapa begitu? apa-apaan ini?
"Aku,,, aku,,"
Belum aku menyelesaikan apa yang ingin kukatakan tiba-tiba nenek memotongku.
“Aku tidak perlu alasanmu dan bersiaplah”
Ucapnya tanpa mau dibantah lalu itu mereka meninggalkan kamarku.
Setelah mereka pergi, ku lihat papa yang masih berdiri di depanku sambil menatapku dengan senyum yang dipaksakan.
"Papaa.."
Kataku sambil menghela nafas.
"Keinginan terakhir Omamu untuk melihat cicitnya sebelum dia meninggal, jadi penuhi saja. Papa tahu apa yang kamu rasakan sekarang, papa minta maaf vier tidak bisa membantumu kali ini." Ucapnya sambil menatapku dengan wajah sedih lalu keluar dari kamar.
"Persetan dengan anak."
Aku mengutuk.
Kemudian aku mulai bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.
Aku sampai terlambat karena drama Oma.
Ketika keluar dari rumah, Mang Edo sopir pribadiku langsung datang dan menyapaku, ku balas hanya dengan mengangguk saja.
"Tuan, mobil mana yang ingin Anda gunakan hari ini?"
Tanyanya.
Urrghh....
Aku sangat benci pertanyaan itu, mengapa Mang Edo tidak bisa memilih mobil sendiri dan langsung mengantar ku berangkat ke kantor?
"Mobil yang selalu aku pakai ingat itu, Rolls Royce Ghost. Jika mang edo nanti sampai tanya masalah ini lagi, aku akan memotong lidah Mang Edo."
Reflek Mang Edo menatapku dengan tatapan ketakutan lalu mengangguk cepat.
Apa-apaan ini? Padahal aku hanya bercanda, dasar Mang Edo.
Kebetulan aku punya begitu banyak pekerjaan hari ini, jadi kuputuskan untuk membaca beberapa dokumen penting dimobil.
Tiba-tiba Mang Edo menghentikan mobilnya. "Maaf Tuan, ada seorang wanita tua yang sedang menyeberang jalan,"
Katanya ketika aku melihat ke arah jalan dan memang benar ada seorang wanita tua yang sedang menyeberangi jalan.
Aku hanya mengangguk sambil melihat ke luar jendela dan melihat sesuatu yang menarik hingga mampu membuat detak jantungku berdetak tak karuan.
Seorang wanita, Dia sedang berjalan keluar dari dalam rumah sakit sambil menyeka matanya.
Apa dia sedang menangis? lalu dia tiba-tiba melihat ke arahku.
Aku merasa dia barusan juga melihatku tapi aku tahu dia tidak bisa melihatku karena jendela mobilku tidak transparant.
Setelah beberapa detik, dia memalingkan muka lalu berjalan pergi meninggalkan rumah sakit.
Sie al, dia sangat cantik.
Cara dia melihat ke arahku ...
Ahh,, sie al ...
Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya, dia memiliki warna rambut coklat muda alami sepanjang pinggang dan mata berwarna abu-abu.
Ahh,, sie al banget ..
Kenapa aku bisa merasakan hal aneh seperti ini?
Kupaksakan diriku untuk melupakan perasaan itu saat mobil mulai bergerak maju.
Setelah beberapa menit, aku sudah sampai kantor lalu bergegas masuk ke ruanganku dan melepaskan mantel jas kekursi.
Kemudian ada seorang wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam ruanganku.
Apa-apaan ini?
Beraninya dia masuk ke ruanganku sembarangan?
"Siapa yang sudah mengirimmu ke sini?"
Tanyaku ketus.
"Pak presdir, saya datang ke sini untuk menanyakan apa Anda ada menginginkan sesuatu?" Ucapnya sambil senyum menggodanya.
Apa-apaan ini?
Ha.. apa dia datang buat merayuku?
"Aku ingin kamu pergi dari pandanganku mulai sekarang kamu aku pecat,"
Kataku saat dia menatapku dengan wajah terkejutnya.
"Pa,, pak presdir,"
Apa dia sedang ingin menunjukkan wajah menyedihkannya padaku?
"Persetan dengan wanita sialan itu."
Teriakku saat dia berlari keluar dari ruanganku sambil menyeka air matanya,
dia memang pantas mendapatkannya.
Kemudian aku kembali fokus bekerja dengan memulai aktivitas dari membaca dokumen yang berada diatas dimeja untuk ku tanda tangani.
Tiba-tiba saja, wanita bermata abu-abu itu muncul di benakku lagi.
Sie alan apa dia sudah memeletku?
Ini pertama kalinya aku merasakan hal aneh seperti ini setelah melihatnya tadi.
"Yoo Javier..."
Aku mendengar suara yang menyebalkan.
"Apa?"
Tanyaku ketus pada Kris.
"Aku datang untuk menemuimu,"
Katanya sambil duduk di sofa.
Urrghh...
"Katakan apa yang kamu inginkan kali ini,"
Aku menghela nafas dan menatapnya.
Aku kali ini hanya ingin meninju wajahnya, dia Kris sepupu sekaligus juga sahabatku.
"Ada seorang gadis di ruangan IT, bisakan aku mengajaknya pergi? Dia juga sudah setuju."
Aku tahu itu, aku sangat tahu itu. Dasar mesum ban jing an.
"Berapa banyak wanita yang kau kencani di perusahaanku? Maksudku di perusahaan ini. Bukan di perusahaanku yang lain,"
Tanyaku sambil melempar pulpen yang kupegang padanya.
"Aku ingat-ingat hanya baru lima belas," Jawabnya enteng, dia berbicara seolah-olah tidak menyaring kata-katanya.
"Ahh,, dasar."
"Makasi bro, andai kamu tau dia punya payudara yang bagus loh." Ucapnya sambil berlari keluar dari ruanganku sebelum aku menjitak kepalanya.
Akhirnya, setelah melewati hari yang panjang aku memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Setelah sampai aku putuskan untuk segera mandi dan berganti pakaian santai, lalu aku memutuskan turun untuk ikut makan malam karena semua orang sudah berkumpul dimeja makan, tidak peduli masalah apa yang mereka bicarakan.
Saat sudah di ruang makan aku melihat Oma sedang tersenyum dan asyik mengobrol dengan Opa. Aku langsung duduk di kursi saat Oma yang tiba-tiba menatapku tajam.
"Ini dia, Vier. Aku sudah menemukan seorang gadis untukmu, dia yang akan menjadi ibu pengganti dan dia juga memiliki kualitas yang baik."
Aku sengaja diam tidak mengatakan apapun hanya mendengarkan saja karena aku tahu, aku tidak akan dapat melarikan diri dari sini.
"Sebelum itu, kita harus memberinya banyak nutrisi karena itu penting untuk kesehatan bayinya nanti. Jadi Vier, setelah dua minggu kamu akan memilikinya."
Aku menegangkan rahangku saat Oma mengatakan hal tersebut.
Kenapa mereka memaksa sekali ingin aku punya anak?
"Aku sudah mendapatkan laporan medisnya dan kemungkinan untuk hamil sangat tinggi setelah dua minggu, Jadi cepat lakukanlah vier."
ku tatap mata Oma dan melihat keseriusan di wajahnya yang aku balas dengan helaan nafas.
"Aku akan melakukannya tapi kita masih belum saling mengenal satu sama lain terus tiba-tiba saja dia diharuskan melahirkan penerus ahli waris keluarga Fernando."
Ucapku karena aku tidak mau memilih sembarangan cewek.
Ahh,, sunggu sie alan.
Kalau memang benar Oma sudah menemukan seorang wanita yang siap melahirkan bayi untukku, apa cewek itu tidak sedang mencoba memanfaatkan bayinya nanti?
Karena aku tidak ingin itu sampai terjadi.
"Dia tidak tahu dan dia tidak akan pernah tahu. Begitu dia selesai melahirkan bayinya, kami akan mengambil bayi itu darinya dan dia tidak akan pernah melihat bayinya lagi setelah itu. Itu saja."
Sambung Oma, saat aku merasakan sakit dan kesedihan di hatiku.
Jadi bayiku nanti juga tidak akan memiliki seorang ibu sepertiku?
Aku tatap Papa dan melihat sesuatu yang aneh di wajahnya.
Apa dia sedang sedih seperti yang aku rasakan?
Apa dia tahu di mana ibuku berada?
Atau dia juga melakukan cara yang sama mencari ibu pengganti yang dipilihkan Oma untuknya sepertiku sekarang untuk bisa cepat mendapatkan cucu.
Tiba-tiba Papa balas menatapku dan seketika mengubah ekspresi wajahnya yang aneh menjadi normal kembali.
Dia memberiku senyum kecil lalu menatap Oma.
"Ma berapa kira-kira umur gadis itu?"
Tanyanya sambil terus menatap nenek.
"Dua puluh tahun,"
Katanya sambil mulai makan makanannya.
Hah,, dua puluh? empat tahun lebih muda dariku.
Urrghh...
Aku tidak tahu wanita seperti apa dia dan kenapa dia bisa setuju untuk menjadi ibu pengganti pria yang tidak pernah dia kenal tapi kemudian aku baru ingat bahwa uang dapat melakukan apa saja.
Sontak saja aku tertawa dan mulai melanjutkan makan malamku.
Sabrina pov,,,
Sudah dua minggu sejak aku datang ke rumah besar ini. Aku tidak bisa melihat Kevin lagi selama dua minggu karena orang-orang disini tidak akan membiarkanku keluar masuk dengan bebas dirumah ini. Mereka memberiku makanan bergizi setiap hari.
Aku duduk di depan sebuah jendela besar sambil melihat ke langit, hari mulai gelap dan aku tahu hujan lebat akan segera turun. Aku menghela nafas dan tersenyum karena apapun yang terjadi padaku, aku akan menyelamatkan nyawa kevin. Lalu aku merasa seperti ada seseorang yang datang dan masuk ke dalam kamar aku tempati sekarang.
"Tuan muda akan datang malam ini, jadi bersiap-siaplah dan kamu akan mendapatkan setengah dari jumlah uang perjanjiannya besok."
Dia adalah pelayan pribadi yang mereka berikan padaku untuk merawatku selama berada disini.
Dia juga satu-satunya yang tinggal di rumah mewah nan besar ini dan aku tidak tahu seperti apa jelasnya rumah ini.
Aku yakin dia adalah tuan muda yang baru saja pelayan ceritakan padaku.
"Tidak bisakah aku mendapatkan semua uang itu sekarang, karena aku sangat membutuhkan uang tersebut dengan cepat,"
Aku ingin membayar biaya operasi kevin secepat mungkin karena itu akan membuatnya untuk bertahan hidup.
Dia menggelengkan kepalanya?
"Kamu akan mendapatkan sisa uangnya setelah kamu melahirkan bayi untukku,"
Ucapnya tegas.
Apa aku harus menunggu selama sembilan bulan?
Aku terpaksa mengangguk ketika dia meninggalkan kamar yang aku tempati.
Aku menghela nafas lalu bangun dan aku memutuskan pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Aku yang sudah memutuskan untuk menghadapi ini sendiri tapi tetap saja aku merasa takut.
Aku tidak tahu pria seperti apa dia dan berapa usianya.
Aku merasa jijik tapi aku berusaha melepaskan pikiran itu dengan memikirkan tentang keadaan kevin.
"Aku melakukan ini demi kevin. jadilah kuat Sabrina."
Aku berbicara pada diriku sendiri dengan mengingat senyum manis kevin yang indah dan lucu, senyum itu bisa membuatku rileks jadi aku menghela nafas dan mulai mandi.
Ketika aku keluar dari kamar mandi, aku melihat waktu itu sudah menunjukkan jam 8.30 malam.
Berapa jam yang aku habiskan di kamar mandi tadi?
Setelah itu, aku mengganti baju tidur yang mereka berikan kepadaku tadi dengan melihat ke luar jendela ternyata hujan sudah turun dengan deras, gemuruh dan kilatan saling menyambar.
Kemudian ada seorang wanita yang lebih tua masuk lagi ke dalam kamarku.
"Minumlah sup ini dengan cepat." Katanya dan aku pun bergegas meminumnya.
"Tuan muda akan datang dalam beberapa menit lagi."
Katanya sesaat jantungku mulai berdetak sangat cepat dan aku merasa takut.
"a.. apa yang kamu lakukan?"
Tanyaku karena dia tiba-tiba mengambilkan dua kain satin panjang dan dia juga mengikat tanganku.
"Kamu tidak bisa melihat tuan muda dan tidak bisa menyentuhnya juga."
Ucapnya dengan tangannya yang masih berusaha mengikat tanganku serta menutup mataku juga.
Apa-apaan ini?
Tuan muda macam apa dia?
"Turuti dan lakukan apa pun yang dia minta untukmu lakukan."
Seharusnya aku sudah siap dari awal kalau hari ini akan segera tiba cepat atau lambat tapi tetap saja aku masih belum siap, aku takut.
Aku bahkan tidak bisa melihat apapun karena mataku ditutup kain satin hitam panjang dan juga tanganku diikat ditambah dengan suara gemuruh hujan diluar menjadikan ku semakin takut.
Setelah selang beberapa waktu, aku mendengar suara langkah kaki seseorang datang menuju ke arah ku dan aku tahu dia pasti orang yang akan mengambil keperawananku.
Kemudian aku merasakan kain penutup mataku terlepas. Aku tahu dia saat ini sedang menatapku dan aku juga bisa merasakan tatapannya yang dingin kepada ku, tidak ada kata yang bisa menggambarkan ketakutan yang aku rasakan saat ini.
Aku mencoba menggigit bibir bawahku karena ingin menenangkan diri, saat dia mulai berjalan ke arahku lalu naik ke atas tubuhku.
Aroma tubuhnya membuat jantungku berdegup sangat kencang, persis seperti aroma parfum yang sangatlah mahal.
Aku merasa ditarik kembali dari lamunanku, saat dia mulai melepaskan baju tidur yang kupakai. Badanku bergetar ketakutan sambil mencengkeram erat sprei.
"takut?"
Tanyanya dengan suara serak di telingaku.
"Sial,,, apa dia bisa menjadi ibu pengganti?"
Suaranya masih muda tapi tetap tidak bisa menghilangkan rasa takutku.
"Bisa.. bisakah anda membuka penutup mataku, Tuan?"
Tanyaku setelah mendengar suaranya lagi.
"Tidak, kamu lebih baik tidak melihat wajahku."
Katanya dengan membuka kakiku sambil memposisikan dirinya di antara kedua kakiku.
Dia membuat ku sengaja membuka kaki lebar-lebar di depan tubuhnya, seketika aku merasakan sakit juga perih di antara kedua kaki.
Apa akhirnya itu terjadi?
Aku sudah kehilangan mahkota yang selalu aku jaga.
Ku gigit lagi bibir bawahku begitu keras, aku tidak ingin mengeluarkan suara apapun.
Dia menunggu beberapa detik dan seketika air mataku keluar saat dia mulai bergerak, itu sangat menyakitkan ...
"Bo ,, bolehkah aku memelukmu, tuan? itu sangat sakit rasanya."
Aku hanya bisa menangis dan memohon agar ikatan ditanganku dilepaskan.
"Tentu saja."
Setelah ikatan tanganku dilepas, tanpa pikir panjang aku memeluknya begitu erat dan membenamkan wajahku di lehernya.
Aroma parfumnya yang kuat memenuhi hidungku dan untuk beberapa alasan yang tidak diketahui, aku begitu menyukainya.
Tiba-tiba, dia mulai bergerak cepat dan aku ingin sekali berteriak tapi aku berusaha menahan agar suaraku tidak keluar jadi lagi-lagi hanya bisa menggigit bibir bawahku dengan keras.
Aku merasa seperti objek yang dia gunakan untuk menyalurkan nafsunya, juga merasa seperti wanita murahan yang menjual tubuhnya sendiri demi uang tapi aku harus kuat karena aku memberikan tubuh ini untuk menyelamatkan hidup adikku satu-satunya.
Lalu dia dengan lembut menyentuh tubuhku dan mencium kepalaku.
Aku sangat terkejut dan jantungku juga ikut berdetak lebih cepat, ku lepaskan tanganku dari lehernya lalu berbaring karena aku merasa lelah.
"Aku merasa tidak pernah menggigit bibirmu, kenapa bisa berdarah?" Ucapnya dengan suara berat.
Aku hanya mengangguk padanya karena pelayan wanita itu menyuruhku untuk selalu patuh.
Aku mendengar dia terkekeh dan tiba-tiba dia menciumku.
Apa?
Aku tidak pernah berharap dia mau menciumku, apalagi ditambah itu adalah ciuman pertamaku.
Detak jantungku seketika meningkat dan aku tidak pernah berfikiran dia akan menciumku, ciumannya tadi adalah ciuman terlembut, bahkan tanpa sengaja tanganku melingkar di lehernya lagi dan menariknya lebih dekat denganku saat dia mendorong lidahnya ke dalam mulutku.
Lalu ciumannya perlahan berpindah ke leherku terus turun ke bawah... malam yang sangat panjang bagiku.
Hari berikutnya ketika aku terbangun tapi sudah tidak ada seorang pun di kamar. Aku memutuskan bangun dari tempat tidur dan melihat ada bercak darah besar di atasnya.
Keperawananku sudah hilang. Padahal aku hanya ingin memberikannya kepada orang yang sangat aku cintai tapi kenyataannya aku harus memberikannya kepada pria yang tidak pernah aku kenal.
Aku menghela nafas dan melangkah maju, saat aku berteriak tanpa sengaja.
“Ahhg,,”
aku tertunduk dan tanpa sadar air mata keluar dari mataku.
Aku merasakan sakit di antara kedua kakiku.
Pria semalam itu sudah seperti binatang buas dengan stamina yang tinggi sekali.
Berapa kali dia melakukan itu terhadapku? Aku bahkan tidak tahu, karena aku tertidur lebih dulu.
"Apa yang terjadi?"
Aku mendengar suara pelayan itu, bahkan saat aku menatapnya, matanya seketika menjelajahi tubuhku seperti mencari sesuatu yang bahkan aku tidak tau.
Aku merasa malu karena tatapan yang dia berikan.
"aku,,aku jatuh," jawab ku dan mencoba untuk bangun tapi aku tidak bisa.
"Pertama kali akan selalu merasa sakit, semua wanita dan aku juga mengerti. tuan muda pasti bermain tidak lembut semalam,"
Aku hanya bisa menunduk karena tidak tahu bagaimana mau menjawabnya.
Dia datang membantuku bangun lalu membawaku pergi ke kamar mandi.
Setelah dia pergi, aku melihat diriku melalui cermin kamar mandi begitu banyak ****** sampai memenuhi tubuh serta rambut yang acak-acakan, aku hanya bisa memaksakan diri untuk tersenyum, aku melakukan ini demi adik laki-lakiku satu satunya.
Dengan cepat aku mandi setelah itu aku memutuskan pergi ke rumah sakit menemui Kevin.
Aku bergegas ganti pakaian dengan rok pendek hitam lalu keluar dari kamar karena ingin minta izin lebih dahulu dari pelayan yang biasa mengurusiku tapi yang membuatku terkejut dia sudah ada di depan kamar ku.
"Bolehkah saya pergi ke rumah sakit melihat adikku,"
Tanyaku padanya dan ternyata dia mengizinkanku.
"Ada satu syarat, aku juga harus ikut denganmu dan nyonya besar juga memintaku untuk memberimu ini." Ucapnya dengan menyerahkan amplop yang sudah dijanjikan sebelumnya.
Aku merasa sangat senang karena sudah mendapatkan uang tersebut seperti yang mereka katakan kepada ku.
Sekarang aku sudah bisa membayar biaya operasi kevin dan meminta mereka untuk melakukan operasi secepatnya karena aku akan membayar sisanya setelah mendapatkannya nanti.
"Oke, baiklah" jawab ku.
Aku datang ke rumah sakit dan langsung pergi ke arah bangsal kevin, aku melihatnya sedang tertidur.
Jadi aku memutuskan berbicara terlebih dahulu dengan dokter dan menunjukkan kalau aku sudah mendapatkan uang tersebut.
"Tapi kita tidak bisa melakukan tindakan operasi sebelum pembayaran penuh diselesaikan,"
Apa? Kenapa?
"Kenapa?"
Tanyaku karena aku merasa seluruh duniaku runtuh dalam sedetik.
"Itu sudah peraturannya nona, maafkan saya tidak bisa membantu,"
Jawabnya, lalu dia pergi begitu saja.
Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mengapa ini harus terjadi padaku? Bagaimana aku bisa menyelamatkan kevin sekarang?
Setelah beberapa bulan kemudian...
"Aku pikir tuan muda kecil juga suka anggur." Ucapnya.
Aku tersenyum dan sambil mengusap perutku.
Sekarang bahkan anaknya yang tinggal di perutku juga suka makan kesukaan ayahnya.
"Ketika ibu tuan muda dulu semasih mengandungnya, dia juga suka makan buah anggur, hanya buah anggur." Ucap pelayan dia tersenyum dan menatap perutku.
Perutku tidak besar tapi sudah ada seperti benjolan kecil.
"Kapan tuan muda datang lagi?" Tanyaku, ekspresi wajah bibi Jane pun langsung berubah saat dia mendengar pertanyaanku.
"Tuan muda tidak akan datang lagi. Tugasnya sudah selesai dan dia tidak punya izin untuk datang kesini lagi."
Apa? tidak memiliki izin?
Omong kosong macam apa itu?
"Tapi dia ayah dari anak yang sedang ku kandung? kenapa dia tidak bisa datang?"
Ayah macam apa dia, kenapa dia tidak bisa datang untuk melihat bayinya?
"Tuan muda sudah berangkat bekerja. Dia orang sibuk, Jangan berpikir kamu bisa memulai hubungan dengannya karena bayi itu." Ucapnya ketus, rasanya aku ingin tertawa.
Sebuah hubungan? Aku bahkan belum pernah melihat wajah pria itu, bagaimana caranya mau memulai sebuah hubungan dengannya?
Aku tidak berbicara dengannya lagi, hanya mengangguk karena aku tidak ingin berdebat dengan pelayan wanita satu ini.
"Dia pasti akan datang nanti," Gumamku
Aku memutuskan untuk berbaring di tempat tidur sambil mengelus perut yang mulai buncit, dia harus datang karena aku harus menyelamatkan adikku.
Aku akan menunggunya, tidak peduli apa yang mereka katakan tentangku.
Waktu berlalu sangat cepat dan kandunganku sudah memasuki sembilan bulan.
Aku tidak bisa melakukan apa-apa dengan perut besar, dokter sudah memastikan kalau bayinya berjenis kelamin laki-laki dan aku sudah mulai merasaka kesulitan. Dia menendangku sambil bergerak gerak lincah didalam.
Aku tidak ingin meninggalkannya disini karena dia juga anakku dan dia tumbuh dalam perut ku.
Aku belum siap melepaskan anak yang sudah ku kandung selama sembilan bulan. Sedangkan ayahnya sendiri tidak pernah datang menemuinya.
Setiap hari aku selalu menunggunya tapi dia tidak pernah datang selama sembilan bulan penuh.
Kesehatan kevin sempat memburuk bulan lalu, karena dia masih belum juga menjalani operasi.
Mengapa orang-orang ini begitu tidak berperasaan?
Apa aku rela memberikan bayiku pada keluarga yang tidak berperasaan ini?
Air mataku keluar karena tidak berdaya
"Tidak, ayahmu pasti akan datang sayang" Ucapku sambil meletakkan tanganku di atas perut.
Setiap kali menyebut kata 'AYAH' dia pasti akan bergerak, mungkin karena senang atau rindu.
Tiba-tiba perut terasa sakit, mungkin Anakku akan segera lahir tapi tidakkah mereka memberi tahu bahwa tanggal kelahiranku sudah dekat?
"Apa yang salah?" Aku mendengar suara bibi Jane, ketika akan berbicara tiba-tiba merasa ada sesuatu yang mengalir dari kedua kakiku.
"Ya Tuhan, Sabrina" teriak bibi Jane, saat dia datang dan mencoba membawaku. Namun kemudian ada dua pria datang dan ikut membawaku ke dalam mobil.
Perjalanan ke rumah sakit terasa sangat jauh sampai tangan Bibi Jane menjadi korban remasan tanganku.
"aku.. aku sudah tidak kuat bibi .. sakit banget." Ucapku sambil menangis karena sakit.
Apa ibuku dulu juga merasakan hal yang sama ketika dia melahirkanku juga Kevin?
"Kuatkan dirimu Sabrina." katanya sambil membelai rambutku.
Kemudian mereka memasukkanku ke dalam bangsal lalu dokter masuk, aku merasa sangat takut karena tidak ada yang menemaniku.
"Tenangkanlah dirimu Sabrina, dorong terus bayinya."
Aku mengangguk pada mereka dan mulai mendorong tapi rasa sakitnya tetap sesuatu yang tidak bisa aku abaikan.
Tubuhku dipenuhi keringat dan akhirnya, setelah lima belas menit aku telah melahirkan seorang bayi laki-laki.
Aku tersenyum mendengar tangisannya.
"Boleh aku lihat?" Tanyaku kepada perawat lalu memberikannya kepadaku.
Dia masih berlumuran darah dan beberapa cairan berwarna putih.
Aku membawanya ke pelukanku dan menatapnya dengan hati-hati.
Dia perlahan membuka matanya dan itu berwarna biru, sangatlah indah.
Aku berpikir dia pasti mirip dengan ayahnya. Tiba-tiba, hatiku diselimuti perasaan pahit karena aku tidak akan bisa bertemu dengannya setelah hari ini.
Tanpa sengaja air mataku keluar saat aku fokus menatap mata indahnya.
"Maafkan Mami pangeran kecilku, mami harus meninggalkanmu setalah ini." Ucapku sambil mencium keningnya, tetesan air mataku mendarat di wajahnya dan dia mulai menangis lagi.
Seorang perawat datang untuk menggendong tapi aku masih belum siap melepaskannya, ingin sekali melarikan diri dengannya.
Lalu seketika perlahan pandanganku menjadi gelap dan sesaat aku jadi terlelap.
Aku terbangun dan melihat sekeliling, aku masih di rumah sakit, aku menghela nafas dan bangkit dari tempat tidur.
Tubuh ku masih lemah tapi aku harus pergi ke Kevin sekarang.
Aku akan mengambil uangku dan membayarnya untuk operasinya kevin.
Aku masih mengenakan baju rumah sakit dan aku melihat pakaian di atas meja, aku tahu itu untukku gunakan.
Aku segera berganti pakaian dan keluar dari bangsal. Kemudian bertemu bibi Jane.
"Ini uangmu dan segera pergi dari sini. Jangan kembali lagi sesuai aturan yang ada dikontrak, bahwa kamu tidak akan pernah melihat bayi itu dan hak asuh sepenuhnya akan menjadi milik ayah ini." Hatiku seketika hancur berkeping-keping.
Bagaimana aku bisa melepaskannya?
Dia anakku dan aku yang telah melahirkannya.
Ayahnya bahkan tidak pernah datang untuk melihat kami.
"Bisakah aku melihatnya untuk yang terakhir kalinya? tolong.. aku yang sudah melahirkannya, aku ibunya." Aku berbicara dengan suaraku yang sudah pecah karena tangis.
Aku belum siap melepaskannya bahkan aku yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan bukan ayahnya.
"Kamu tidak bisa melanggar kontrak. Kamu sudah menandatangani kontrak tersebut, jangan membuat nyonya besar marah." Ucapnya tidak mau dibantah, jadi aku memilih untuk tidak berdebat lagi lalu aku segera mengambil uang itu dan segera pergi.
"Jaga kesehatanmu Sabrina. Semoga sehat selalu."
Ucap bibi Jane mencoba menyemangatiku tapi aku tidak berbalik untuk melihatnya.
Aku merasa hancur, mereka sangat tidak berperasaan dan bahkan tidak membiarkan melihat bayiku sendiri untuk terakhir kalinya.
Sesampainya dirumah sakit, aku mencoba menahan air mataku dan bergegas pergi ke bangsal kevin. Akhirnya, aku bisa melihat adikku.
Aku tersenyum bahagia karena aku akan menyelamatkan nyawa kevin dan dia akan tumbuh bahagia.
Saat sedang berjalan melewati koridor aku bertemu dengan dokter peterson.
Sapaku dengan tersenyum padanya tapi dia tidak membalas dengan senyum yang biasa dia lakukan, namun dia hanya mengangguk padaku dan berlalu pergi.
Apa-apaan ini? Tapi aku melihat rasa bersalah di wajahnya.
Kenapa begitu? tiba-tiba hatiku menjadi gelisah.
Apa sedang terjadi sesuatu pada kevin?
TIDAK. Semoga jangan itu, saya bergegas berlari ke arah bangsal kevin berada dengan cepat,saat sudah memasuki ruangannya kevin sudah tidak ada di sana.
Rasa takut mengambil alih pikiranku ketika melihat tempat tidurnya yang kosong.
Dimana dia? Tanyaku pada diri sendiri dan kemudian perawat masuk ke ruangan kevin.
"Dimana kevin? Dia pergi check up?" Tanyaku padanya tetapi wajah perawat itu memiliki tampilan yang sama seperti dokter peterson.
Apa yang terjadi?
"Dimana Kevin? apa yang terjadi padanya?"
Tanyaku sambil memegang tangan perawat tersebut.
Aku tidak bisa menahan air mata yang mengalir.
"Kevin, dia sudah meninggal kemarin."
Apa? apa yang barusan dia katakan? Meninggal?
TIDAK. dia sedang berbaring dikasurnya...
"kamu.. kamu sedang berbaring, kan? beri tahu aku di mana dia? Aku membawa uang untuk operasinya," kataku.
Aku tidak percaya kata-katanya dan tidak akan mempercayainya. Mungkin kevin sedang bermain dengan anak-anak lain ditaman.
"Sabrina,, maafkan aku, aku tahu ini sangat sulit dipercaya tapi dia sudah pergi. Itu terjadi kemarin jam 10 pagi. Kami sudah berusaha menghubungimu tapi kamu tidak menjawab, maafkan aku."
Kemarin? Jam 10?
Aku jam 10 lagi berada di rumah sakit dan sedang melahirkan.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Hatiku terasa tercekik dan aku seketika tidak bisa bernapas.
Aku mencengkeram bajuku erat-erat.
Apa ini? Setelah semua hal terjadi?
"Tapi aku sudah membawakan uang untuk operasinya" ucapnya sambil menatap mata dokter Peterson.
"Dia menyimpan ini bersamanya dan berpesan memintaku untuk memberikan ini padamu,"
Aku hanya bisa meneteskan air mata.
Aku hanya merasakan kosong, rasanya seperti ada seseorang telah merenggut jiwaku dari tubuhku, hatiku sangat sakit.
Dokter Peterson memberiku buku catatannya kevin. Aku tidak bisa membukanya karena takut.
"Dia pergi?"
tanyaku lagi karena aku masih tidak percaya, aku merasa sangat kecewa pada diriku sendiri.
"Jadi.. dimana dia sekarang dokter?" Tanyaku karena merasa sudah sedikit tidak sesak lagi, pikiranku hanya kosong.
"Kami mengatur pemakaman untuknya. itu akan terjadi pada malam nanti."
Jadi begini... begini akhirnya, setelah semuanya yang aku rasa hanya mendapatkan rasa sakit.
Air mata, dan kesepian. Apa ini hidupku?
"Sabrina, kamu mau kemana?"
Tanyanya padaku tapi aku tidak peduli.
Aku baru saja pergi sambil memeluk notebook dari kevin dengan erat dan meninggalkan rumah sakit.
Aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan kedatanganku ke sini setelah sembilan bulan. Aku langsung pergi ke kamar kevin yang biasa dia tempati dan masih merasa dia sedang berbaring di tempat tidurnya.
"Maafkan kakak sayang."
kataku sambil memeluk bantalnya. aroma susunya masih ada di sini dengan barang-barangnya, ku pejamkan mata sambil mengingat senyumnya, itu adalah senyuman yang menyemangatiku setiap kali aku akan jatuh.
Senyum itu memberi kehidupan tersendiri padaku, sekarang kevin dan bayiku semuanya hilang. saya mengecewakannya sebagai seorang kakak, itu semua salahku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!