Ashen World
Rafi adalah seorang tentara dari sebuah negeri yang sedang berperang. Ia berpangkat sersan satu dan memiliki keterampilan yang mumpuni.
Di sebuah kota yang tampak setengah hancur, terdapat kemah-kemah yang didirikan di pinggir jalan. Ada juga kendaraan tempur yang terpakir tak jauh dari kumpulan tenda tersebut. Hanya dengan sekali lihat, orang-orang akan langsung tahu kalau itu adalah kemah milik tentara.
Seorang pria paruh baya dengan kumis tebal dan mata merah meniupkan peluit tiga kali. Sontak, puluhan tentara yang tadinya masih bersantai langsung bersiap dan berbaris di depannya. Komandan peleton maju untuk melapor.
"Lapor! Unit XV siap untuk bertugas!"
"Laporan saya terima. Kembali ke samping barisan!"
"Siap!"
Sang pria paruh baya, yang merupakan kapten unit tersebut menjelaskan tugas yang akan mereka lakukan. Mereka diperintahkan oleh markas pusat untuk menyusup ke dalam gudang-gudang senjata milik pasukan musuh. Total ada lima gudang yang letaknya tak jauh dari kota tersebut. Rafi mendapat tugas untuk menghancurkan gudang pertama.
"Apakah ada pertanyaan!?"
"Siap! Tidak!"
"Bagus! Bersiaplah sekarang! Kita akan berangkat lima belas menit lagi!"
...----------------...
Dari balik bukit, Rafi bersama enam orang bawahannya mengamati bangunan persegi yang dijaga ketat oleh belasan tentara. Itu adalah gudang senjata yang menjadi sasaran mereka.
"Ini membuatku jengkel. Hanya karena masalah yang sepele mereka sampai mendeklarasikan peperangan. Kudengar negara sebelah mengembangkan senjata pemusnah tipe baru, entah hal itu benar atau tidak. Yang pasti, rakyatlah yang menjadi korban," keluh Norman, sniper di pasukannya Rafi.
John, yang selalu membawa peralatan komunikasi di tasnya, mengangguk, "Kau benar. Kita di sini bertempur mati-matian sementara mereka duduk di dalam markas dengan nyaman. Padahal, bajingan-bajingan itulah yang memulai perang ini!"
"Berhentilah mengeluh! kalau kau tidak suka tinggal keluar saja dari tentara!" Tegur Alex yang merupakan paramedis.
"Hahaha! Kau terlalu kaku, Alex. Justru yang mereka katakan itu benar adanya. Aku sendiri juga berpikir kalau pemerintah kita sudah busuk! Kudengar senjata pemusnah masal itu cuma alasan saja. Kedok mereka yang sebenarnya adalah untuk merebut tambang emas negeri sebelah. Kau tahu sendiri kan, kalau negeri sebelah terkenal akan produksi emasnya?" Celoteh Sam.
"Diamlah! Kalian menganggu ketua!" Bentak Max. Saudara kembarnya, Rex, meletakkan jari telunjuk di bibirnya.
"Ups, maaf," Sam menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Semua orang mengalihkan perhatiannya pada Rafi yang sedang meneropong musuh. Tatapannya yang setajam elang mengamati pergerakan mereka dengan seksama. Ia menurunkan teropongnya lalu berbalik.
"Kita akan menyerang tepat sebelum fajar. Norman, kau lumpuhkan penjaga di sisi selatan. Sam, kau seranglah mereka dari utara. Saat perhatian mereka teralihkan, sisanya akan menyerang dari belakang," jelas Rafi, "Mengerti!?"
"Ya, Pak!"
...----------------...
Malam bertambah kelam. Bintang-bintang di angkasa menghilang, tertutup awan. Beberapa penjaga menguap lebar, menandakan kantuk berat yang hampir tidak dapat mereka tahan lagi. Salah satu dari mereka menyeduh kopi lalu membagikannya kepada yang lain.
Tidak ada serangan maupun hal mencurigakan yang terjadi selama beberapa minggu terakhir. Ini membuat mereka sedikit melengahkan penjagaan. Lagipula, mereka sangat percaya kalau negaranya akan memenangkan perang. Rumor mengatakan kalau negara mereka telah mengembangkan senjata mematikan yang dapat menghancurkan sebuah kota dalam sekali serang. Jika benda itu digunakan, tentu negara musuh akan bertekuk lutut dengan mudahnya.
Namun, rumor tetaplah rumor. Mereka hanya prajurit berpangkat rendah jadi tidak mengetahui apakah berita itu benar atau salah. Akan tetapi, mereka ingin bergantung pada harapan itu. Harapan untuk memenangkan pertempuran yang sudah berlangsung selama setahun lamanya.
Ratusan ribu tentara telah dikerahkan. Hampir setengahnya gugur di medan yang penuh darah. Saat ini, mereka hanya ingin agar perang segera berakhir, dengan kemenangan mereka tentunya.
"Hoaahmm," seorang penjaga berjalan sambil menguap.
"Kamu mau ke mana?" Tanya penjaga yang lain.
"Toilet. Sudah sejam aku menahan kencing."
"Jangan lama-lama! Shift kita sebentar lagi sele-"
Dor!
Suara tembakan terdengar samar dari selatan. Prajurit yang hendak kencing langsung jatuh tak berdaya. Darah mengalir dari keningnya.
"SERANGAN MUSUH!"
Satu teriakan sudah cukup untuk membuat pasukan penjaga yang setengah ngantuk tersadar kembali. Mereka langsung memasang posisi siaga. Beberapa berlari menuju sumber suara untuk membantu rekan mereka.
Norman yang bersembunyi di balik semak tersenyum kecil. Suasana saat itu sangat gelap sehingga para penjaga tidak bisa menemukan keberadaan dirinya. Ia menarik pelatuk sniper yang sudah dipasangi silencer. Peluru langsung melesat dan menempuh jarak beberapa kilometer dalam sepersekian detik, kemudian menghantam kepala prajurit sekali lagi.
"Sniper! Ada sniper! Menunduk!" Perintah prajurit yang sepertinya adalah komandan para penjaga.
"Heh, dasar bodoh," Norman bergumam. Ia tahu kalau apa yang mereka lakukan adalah kesalahan fatal.
Tiba-tiba, dari arah belakang para prajurit muncul Max dan Rex yang langsung menembaki mereka dengan SMG. Pasukan penjaga yang tidak menyangka hal tersebut langsung dibuat kalang kabut. Sang komandan mencoba menenangkan.
Sayangnya, Max sudah mengincarnya sedari awal. Ia memanfaatkan kekacauan itu untuk melancarkan tembakan yang menembus tubuh sang komandan. Dalam sekejap, jumlah mereka yang belasan berkurang menjadi lima orang saja. Itu pun karena mereka menyerah. Si kembar melucuti senjata dan perlengkapan semuanya.
Sementara itu, pada saat yang sama, Sam menyerang penjaga dari arah utara. Ia tidak menemui kesulitan yang berarti sebab penjaga di tempat itu hanya sedikit. Begitu juga dengan John dan Alex, mereka sukses menaklukkan sisi barat gedung.
"Kerja bagus. Sekarang saatnya kita menghancurkan tempat ini."
Rafi muncul dari balik kegelapan sambil menyeret tubuh seorang prajurit. Penjaga tersebut sebelumnya hendak kabur, sialnya, ia malah berlari ke arah Raymond yang sedang bersembunyi. Tak pelak, prajurit malang itu langsung dibunuh di tempat.
Alex dan Sam menarik pintu gudang yang ternyata cukup berat. Bau mesiu langsung menyeruak dari dalam. Rafi dan anak buahnya memasuki tempat tersebut lalu memasang bom waktu.
Klik!
Suara yang tiba-tiba muncul mengagetkan mereka semua. Max, Nex, dan John refleks mengarahkan senter yang mereka pegang ke sumber suara. Terlihat seorang prajurit penjaga memegang granat di tangan. Pin pengaman granat tergeletak di sampingnya. Ekspresinya campur aduk. Benci, takut, marah, semuanya menjadi satu dalam air mukanya.
"KEJAYAAN UNTUK EURASIA!"
"TIDA-"
DUAR!!
Ledakan yang luar biasa besar meluluhlantakkan gudang senjata beserta semua orang di dalamnya. Api dan asap membumbung tinggi ke angkasa. Norman yang masih ada di kejauhan menatap panik semua itu. Ia lekas berlari menuruni bukit sambil meneriakkan nama rekan-rekannya.
***
"Ugh ... apa yang terjadi ..."
Suara yang lirih itu datang dari sesosok manusia yang terbaring di tengah hutan. Ia setengah bangun sambil memegang kepalanya.
"Ah! Gudang mesiunya!"
Ia menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada apa-apa selain pohon-pohon gersang yang tinggal batang dan ranting. Dirinya merasa heran, tapi segera disingkirkannya pikiran aneh-aneh yang mendadak merayapinya. Ia bangkit meski tubuhnya masih terasa lemas.
"Huh!? Apa-apaan ini!?" Ia menatap tubuhnya, "Kenapa badanku jadi kecil!?"
Tiba-tiba, ia merasakan pusing yang luar biasa. Kepalanya seakan mau pecah. Ribuan informasi masuk ke dalam pikirannya secara bersamaan. Ia meraung kesakitan. Setelah lima menit yang menyiksa, pusingnya perlahan mereda.
"Haah ... haah ... aku ingat sekarang ... aku adalah Revi Greville, tuan muda dari keluarga Greville. Dan dunia ini ... adalah dunia lain ..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments