NovelToon NovelToon

Ashen World

Chapter 1

Rafi adalah seorang tentara dari sebuah negeri yang sedang berperang. Ia berpangkat sersan satu dan memiliki keterampilan yang mumpuni.

Di sebuah kota yang tampak setengah hancur, terdapat kemah-kemah yang didirikan di pinggir jalan. Ada juga kendaraan tempur yang terpakir tak jauh dari kumpulan tenda tersebut. Hanya dengan sekali lihat, orang-orang akan langsung tahu kalau itu adalah kemah milik tentara.

Seorang pria paruh baya dengan kumis tebal dan mata merah meniupkan peluit tiga kali. Sontak, puluhan tentara yang tadinya masih bersantai langsung bersiap dan berbaris di depannya. Komandan peleton maju untuk melapor.

"Lapor! Unit XV siap untuk bertugas!"

"Laporan saya terima. Kembali ke samping barisan!"

"Siap!"

Sang pria paruh baya, yang merupakan kapten unit tersebut menjelaskan tugas yang akan mereka lakukan. Mereka diperintahkan oleh markas pusat untuk menyusup ke dalam gudang-gudang senjata milik pasukan musuh. Total ada lima gudang yang letaknya tak jauh dari kota tersebut. Rafi mendapat tugas untuk menghancurkan gudang pertama.

"Apakah ada pertanyaan!?"

"Siap! Tidak!"

"Bagus! Bersiaplah sekarang! Kita akan berangkat lima belas menit lagi!"

...----------------...

Dari balik bukit, Rafi bersama enam orang bawahannya mengamati bangunan persegi yang dijaga ketat oleh belasan tentara. Itu adalah gudang senjata yang menjadi sasaran mereka.

"Ini membuatku jengkel. Hanya karena masalah yang sepele mereka sampai mendeklarasikan peperangan. Kudengar negara sebelah mengembangkan senjata pemusnah tipe baru, entah hal itu benar atau tidak. Yang pasti, rakyatlah yang menjadi korban," keluh Norman, sniper di pasukannya Rafi.

John, yang selalu membawa peralatan komunikasi di tasnya, mengangguk, "Kau benar. Kita di sini bertempur mati-matian sementara mereka duduk di dalam markas dengan nyaman. Padahal, bajingan-bajingan itulah yang memulai perang ini!"

"Berhentilah mengeluh! kalau kau tidak suka tinggal keluar saja dari tentara!" Tegur Alex yang merupakan paramedis.

"Hahaha! Kau terlalu kaku, Alex. Justru yang mereka katakan itu benar adanya. Aku sendiri juga berpikir kalau pemerintah kita sudah busuk! Kudengar senjata pemusnah masal itu cuma alasan saja. Kedok mereka yang sebenarnya adalah untuk merebut tambang emas negeri sebelah. Kau tahu sendiri kan, kalau negeri sebelah terkenal akan produksi emasnya?" Celoteh Sam.

"Diamlah! Kalian menganggu ketua!" Bentak Max. Saudara kembarnya, Rex, meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

"Ups, maaf," Sam menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Semua orang mengalihkan perhatiannya pada Rafi yang sedang meneropong musuh. Tatapannya yang setajam elang mengamati pergerakan mereka dengan seksama. Ia menurunkan teropongnya lalu berbalik.

"Kita akan menyerang tepat sebelum fajar. Norman, kau lumpuhkan penjaga di sisi selatan. Sam, kau seranglah mereka dari utara. Saat perhatian mereka teralihkan, sisanya akan menyerang dari belakang," jelas Rafi, "Mengerti!?"

"Ya, Pak!"

...----------------...

Malam bertambah kelam. Bintang-bintang di angkasa menghilang, tertutup awan. Beberapa penjaga menguap lebar, menandakan kantuk berat yang hampir tidak dapat mereka tahan lagi. Salah satu dari mereka menyeduh kopi lalu membagikannya kepada yang lain.

Tidak ada serangan maupun hal mencurigakan yang terjadi selama beberapa minggu terakhir. Ini membuat mereka sedikit melengahkan penjagaan. Lagipula, mereka sangat percaya kalau negaranya akan memenangkan perang. Rumor mengatakan kalau negara mereka telah mengembangkan senjata mematikan yang dapat menghancurkan sebuah kota dalam sekali serang. Jika benda itu digunakan, tentu negara musuh akan bertekuk lutut dengan mudahnya.

Namun, rumor tetaplah rumor. Mereka hanya prajurit berpangkat rendah jadi tidak mengetahui apakah berita itu benar atau salah. Akan tetapi, mereka ingin bergantung pada harapan itu. Harapan untuk memenangkan pertempuran yang sudah berlangsung selama setahun lamanya.

Ratusan ribu tentara telah dikerahkan. Hampir setengahnya gugur di medan yang penuh darah. Saat ini, mereka hanya ingin agar perang segera berakhir, dengan kemenangan mereka tentunya.

"Hoaahmm," seorang penjaga berjalan sambil menguap.

"Kamu mau ke mana?" Tanya penjaga yang lain.

"Toilet. Sudah sejam aku menahan kencing."

"Jangan lama-lama! Shift kita sebentar lagi sele-"

Dor!

Suara tembakan terdengar samar dari selatan. Prajurit yang hendak kencing langsung jatuh tak berdaya. Darah mengalir dari keningnya.

"SERANGAN MUSUH!"

Satu teriakan sudah cukup untuk membuat pasukan penjaga yang setengah ngantuk tersadar kembali. Mereka langsung memasang posisi siaga. Beberapa berlari menuju sumber suara untuk membantu rekan mereka.

Norman yang bersembunyi di balik semak tersenyum kecil. Suasana saat itu sangat gelap sehingga para penjaga tidak bisa menemukan keberadaan dirinya. Ia menarik pelatuk sniper yang sudah dipasangi silencer. Peluru langsung melesat dan menempuh jarak beberapa kilometer dalam sepersekian detik, kemudian menghantam kepala prajurit sekali lagi.

"Sniper! Ada sniper! Menunduk!" Perintah prajurit yang sepertinya adalah komandan para penjaga.

"Heh, dasar bodoh," Norman bergumam. Ia tahu kalau apa yang mereka lakukan adalah kesalahan fatal.

Tiba-tiba, dari arah belakang para prajurit muncul Max dan Rex yang langsung menembaki mereka dengan SMG. Pasukan penjaga yang tidak menyangka hal tersebut langsung dibuat kalang kabut. Sang komandan mencoba menenangkan.

Sayangnya, Max sudah mengincarnya sedari awal. Ia memanfaatkan kekacauan itu untuk melancarkan tembakan yang menembus tubuh sang komandan. Dalam sekejap, jumlah mereka yang belasan berkurang menjadi lima orang saja. Itu pun karena mereka menyerah. Si kembar melucuti senjata dan perlengkapan semuanya.

Sementara itu, pada saat yang sama, Sam menyerang penjaga dari arah utara. Ia tidak menemui kesulitan yang berarti sebab penjaga di tempat itu hanya sedikit. Begitu juga dengan John dan Alex, mereka sukses menaklukkan sisi barat gedung.

"Kerja bagus. Sekarang saatnya kita menghancurkan tempat ini."

Rafi muncul dari balik kegelapan sambil menyeret tubuh seorang prajurit. Penjaga tersebut sebelumnya hendak kabur, sialnya, ia malah berlari ke arah Raymond yang sedang bersembunyi. Tak pelak, prajurit malang itu langsung dibunuh di tempat.

Alex dan Sam menarik pintu gudang yang ternyata cukup berat. Bau mesiu langsung menyeruak dari dalam. Rafi dan anak buahnya memasuki tempat tersebut lalu memasang bom waktu.

Klik!

Suara yang tiba-tiba muncul mengagetkan mereka semua. Max, Nex, dan John refleks mengarahkan senter yang mereka pegang ke sumber suara. Terlihat seorang prajurit penjaga memegang granat di tangan. Pin pengaman granat tergeletak di sampingnya. Ekspresinya campur aduk. Benci, takut, marah, semuanya menjadi satu dalam air mukanya.

"KEJAYAAN UNTUK EURASIA!"

"TIDA-"

DUAR!!

Ledakan yang luar biasa besar meluluhlantakkan gudang senjata beserta semua orang di dalamnya. Api dan asap membumbung tinggi ke angkasa. Norman yang masih ada di kejauhan menatap panik semua itu. Ia lekas berlari menuruni bukit sambil meneriakkan nama rekan-rekannya.

***

"Ugh ... apa yang terjadi ..."

Suara yang lirih itu datang dari sesosok manusia yang terbaring di tengah hutan. Ia setengah bangun sambil memegang kepalanya.

"Ah! Gudang mesiunya!"

Ia menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada apa-apa selain pohon-pohon gersang yang tinggal batang dan ranting. Dirinya merasa heran, tapi segera disingkirkannya pikiran aneh-aneh yang mendadak merayapinya. Ia bangkit meski tubuhnya masih terasa lemas.

"Huh!? Apa-apaan ini!?" Ia menatap tubuhnya, "Kenapa badanku jadi kecil!?"

Tiba-tiba, ia merasakan pusing yang luar biasa. Kepalanya seakan mau pecah. Ribuan informasi masuk ke dalam pikirannya secara bersamaan. Ia meraung kesakitan. Setelah lima menit yang menyiksa, pusingnya perlahan mereda.

"Haah ... haah ... aku ingat sekarang ... aku adalah Revi Greville, tuan muda dari keluarga Greville. Dan dunia ini ... adalah dunia lain ..."

Chapter 2

"Larilah, Tuan Muda!"

Teriak seorang pria paruh baya kepada anak laki-laki di hadapannya. Pria itu mengenakan butler suit warna hitam ditambah dasi kupu-kupu di bawah lehernya. Rambutnya sudah beruban dan disisir rapi ke samping.

"Tidak! Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian, Hans!" Balas sang anak. Dengan mata biru langitnya, ia menatap khawatir wajah si butler.

"Tidak ada waktu lagi! Kumohon pergilah sekarang!" Hans memelas.

Anak laki-laki itu menggertakkan giginya. Ia berbalik lalu berlari sekencang mungkin. Hans tersenyum pahit sembari menatap punggung yang jaraknya kian menjauh.

"Maafkan saya ... dan tetaplah hidup, Tuan Muda Revi ..."

...----------------...

"Haah ... haah ... haah ..."

Napas yang tersengal dan derap langkah kaki adalah satu-satunya hal yang terdengar di hutan malam itu. Kegelapan seakan menyelimuti sang anak ke mana pun ia pergi. Revi berlari tunggang-langgang tanpa tahu arah tujuannya. Ia hanya mengikuti instingnya sebagai anak-anak.

Di kanan dan kirinya hanya ada pohon dan semak. Mereka seakan menjadi dinding yang mencegahnya untuk keluar dari hutan tersebut. Revi takut, sangat takut, tapi ia tidak bisa berhenti berlari. Adrenalin di otaknya menyingkirkan rasa takut itu, walaupun hanya sementara.

Swush!

Crash!

Tiba-tiba, entah datang dari mana, sebuah anak panah melesat lalu menancap di kakinya. Revi jatuh terguling. Ia berteriak kesakitan sembari melihat paha kanannya yang tertembus panah.

Siluet beberapa manusia muncul dari belakang semak. Mereka mengenakan penutup wajah, jadi ia tidak bisa mengetahui siapa mereka. Namun, ada satu orang yang wajahnya ia kenal betul.

Pria itu berjalan mendekat. Jubah hitamnya terseret di tanah. Ia tidak menutup wajah seperti orang-orang lainnya. Mata birunya menatap hina bocah yang tersungkur di hadapannya.

"Paman ... kenapa ..." Revi bergumam pelan. Nafasnya semakin berat. Wajahnya memucat karena darah yang terus mengalir dari lukanya.

Pria yang dipanggil paman menyeringai, "Kenapa? Kenapa!? Tentu saja karena aku ingin menjadi kepala keluarga Greville!" Ia tertawa lebar-lebar.

Mendengar perkataan pamannya, Revi menjadi teringat peristiwa yang terjadi beberapa jam yang lalu.

Saat itu, ia masih bermain di taman mansion keluarga Greville dengan ibu dan adik perempuannya. Mereka semua tertawa riang. Suasana saat itu benar-benar damai nan tentram.

Namun, badai datang tanpa diundang. Mendadak, suasana mansion berubah kacau. Ratusan orang berpakaian hitam tiba-tiba masuk dan membunuh semua pelayan di mansion. Ibunya segera memerintahkan Hans dan seorang pelayan lain untuk membawa pergi Revi dan adiknya, Amy.

Dengan sigap, kedua abdi tersebut membawa keturunan utama keluarga Greville keluar dari mansion. Hans dan pelayan yang membawa Amy sepakat untuk berpisah agar tidak menarik perhatian musuh. Naasnya, Hans dan Revi sempat terkepung. Sang butler berhasil mengalahkan semua musuhnya, tapi ia juga terluka cukup parah. Karena itu, ia meminta agar Revi segera melarikan diri.

"Sejak awal, ayahmu itu benar-benar pria yang menjijikan. Kepala keluarga yang sebelumnya hanya memperhatikan Jonathan, sehingga ia seakan-akan memiliki segalanya! Kecerdasan, kekayaan yang melimpah, dijodohkan dengan istri yang cantik, bahkan kursi kepala keluarga, apa yang tidak ada di saku bajingan itu!?" Sang paman berteriak frustrasi, "Dari kecil aku selalu dihina karena tidak seberbakat Jonathan. Orang-orang juga mengejek wajahku karena tidak setampan Jonathan!"

Ia menginjak kaki kiri Revi kemudian menekannya hingga patah. Revi berteriak kencang, ia menangis sembari menahan rasa sakit. Sementara itu, orang-orang di sekitar sang Paman tidak berkedip saat melihat seorang bocah disiksa seperti itu. Mereka seperti telah kehilangan rasa empatinya.

"Tapi sekarang, sekarang semua hinaan itu sudah berakhir. Aku akan menjadi kepala keluarga Greville yang baru. Ya, Hendrick Greville akan membawa keluarga Greville menuju puncak kejayaannya!"

Hendrick menghunuskan pedang yang ada di pinggangnya. Ia menjambak kepala Revi lalu mengangkatnya setinggi dada.

"Hendrick ... aku ... AKU TIDAK AKAN MEMAAFKANMU!" Revi berteriak dengan semua tenaga yang tersisa.

Hendrick menyeringai lalu menebas kepala Revi. Ia lalu pergi bersama para bawahannya, meninggalkan tubuh tanpa kepala itu dalam kegelapan malam.

...----------------...

"Sekarang aku ingat semuanya. Aku adalah Rafi yang bereinkarnasi ke dalam tubuhnya Revi Greville."

Revi bangkit dan menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor. Ia menyadari kalau semua luka-lukanya sudah sembuh. Jangankan luka, lecet pun tidak ditemukan pada tubuhnya. Tubuh Revi yang seharusnya terpisah antara badan dan kepala kini sudah tersambung kembali.

"Ini benar-benar di luar nalar. Aku ingat betul kalau Revi Greville adalah tokoh sampingan di novel Ashen World. Novel itu sungguh sangat laris pada masanya hingga terjual lebih dari satu miliar cetak. Saking serunya cerita di novel itu, aku sudah membacanya ratusan kali."

Revi kembali mengamati lingkungan sekitarnya. Dalam memorinya, seharusnya ia berada di hutan hijau dengan pepohonan yang rimbun. Namun, saat ini ia malah berada di hutan gersang yang berkabut tipis.

"Hanya saja, aku tidak mengerti, kenapa aku bisa berakhir di sini? Seharusnya aku mati saat tentara Eurasia sialan itu meledakkan dirinya sendiri. Apakah aku sengaja direinkarnasikan di sini? Atau semua itu hanya sebuah kebetulan belaka?"

Revi memutuskan untuk berjalan, melewati suasana hutan yang mengerikan. Tidak ada suara apa pun selain desir angin dan langkah kakinya. Namun, Revi yang isinya Rafi tidak bergeming. Ia sudah melewati banyak pertempuran yang telah membuat rekan-rekannya menderita PTSD. Berjalan sendirian di hutan bahkan tidak membuat bulu kuduknya berdiri.

"Kalau aku tidak salah ingat, Revi Greville ini adalah tokoh sampingan di Ashen World. Dia muncul hanya sekali, di chapter 56 saat sang tokoh utama, Ashen, mengunjungi wilayah Aradune yang dipimpin oleh keluarga Greville," Revi menghentikan monolognya karena ia menemukan kolam air. Ia bisa melihat bayangan dirinya sendiri karena malam itu bulan purnama memancarkan cahaya tanpa ada halangan.

"Rambut biru dongker dan mata biru langit. Ini persis seperti deskripsi lukisan raksasa yang terpajang di ruang utama mansion Greville. Saat itu, Ashen bertanya kepada kepala keluarga Greville siapa bocah laki-laki tersebut."

Revi menadah air dari kolam tersebut lalu mengusapkannya pada wajahnya. Ia tidak merasakan dingin yang menggigil, sebaliknya, ia merasa segar kembali. Padahal, jika diukur dengan termometer, air di hutan tersebut suhunya bisa mencapai 5 derajat celsius. Ini pulalah yang membuatnya aneh. Di hutan yang dinginnya seperti musim dingin di dunia asalnya, ia malah merasa nyaman-nyaman saja.

"Kepala keluarga Greville lalu menjawab, 'Namanya Revi. Dia adalah salah satu orang yang paling berharga bagiku. Orang yang selalu peduli padaku. Mendengar dirimu bertanya begitu, aku jadi teringat masa lalu. Aku benar-benar merindukannya.' begitulah kira-kira dialognya."

Revi menatap langit malam yang penuh dengan bintang-bintang, "Sayangnya, masa depan dunia ini tidaklah bagus. Kepala keluarga Greville pernah bilang kalau Revi mati sembilan tahun lalu dari garis waktu utama. Itu artinya, aku memiliki waktu sebanyak itu sebelum alur novel ini dimulai."

Revi mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Aku tidak mau mati untuk yang kedua kalinya. Karena itu, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk bertahan hidup. Aku juga akan mencari tahu mengapa diriku bisa direinkarnasi di dunia ini. Adapun untukmu, Revi Greville, aku, Rafi, bersumpah akan membalaskan dendamu!"

Revi kembali menatap sekitar.

"Tapi pertama-tama, aku harus keluar dari hutan aneh ini ... "

Chapter 3

"Untuk mewujudkan balas dendam, aku memerlukan kekuatan," Revi berujar pelan.

Di Ashen World, kekuatan adalah segalanya. Orang miskin selama memiliki kekuatan bisa mendapatkan kekayaan yang banyak. Orang jelek selama mempunyai kekuatan bisa dikerubuti oleh gadis-gadis cantik. Mereka yang tersisih selama punya kekuatan yang pantas bisa memperoleh pamor dan popularitas. Kekuatan adalah alat yang sempurna untuk mewujudkan ambisi seseorang.

Di Ashen World, kekuatan seseorang utamanya dinilai melalui penguasaannya dalam Magic.

Magic, seperti namanya, adalah cara untuk memanfaatkan unsur penyusun dunia secara terbatas. Unsur penyusun itu disebut sebagai Mana. Mereka yang menggunakan Magic disebut sebagai Magician atau Mage. Namun, tidak semua orang bisa menjadi Mage. Hanya mereka yang berbakat dan beruntung yang bisa mencapainya.

"Di dalam novel dijelaskan kalau untuk menjadi Magician, seseorang harus merasakan Mana terlebih dahulu."

Revi duduk bersila sambil meletakkan tangannya di atas paha, kemudian memusatkan fokusnya pada lingkungan sekitar. Samar-samar, ia bisa merasakan ada semacam energi yang membungkus dirinya. Revi menghela napas lega. Ia sempat khawatir karena tak mengetahui apakah tubuh tersebut cocok sebagai Mage atau tidak. Seandainya tidak cocok, tentu semua rencananya ke depan akan hancur berantakan.

Setelah merasakan Mana, tahap selanjutnya adalah materialisasi. Mana menyusun seluruh hal yang ada di Ashen World seperti atom yang menyusun dunia asal Rafi. Hanya saja, ukuran Mana jauh lebih kecil, yakni setara dengan ukuran Planck. Dengan memanipulasi Mana, seseorang bisa mengatur hal-hal yang ada di dunia dengan mudah.

Revi mengangkat tangan kirinya sejajar kepala. Mana segera berkumpul di sana lalu menciptakan gelembung air seukuran bola baseball.

"Berhasil," Revi berujar senang, "Tapi ini masih belum cukup."

Revi kembali memusatkan pikirannya. Ukuran bola air bertambah besar hingga setara dengan bola basket. Revi kemudian mengumpulkan Mana di bagian belakang bola air kemudian mendorongnya. Bola air melesat dengan kecepatan yang cukup tinggi hingga menembus pohon tidak jauh dari dirinya.

"Tidak buruk. Seandainya aku memiliki kekuatan ini di dunia lamaku, tentu aku tidak akan mati dengan konyol," Revi menggeleng pelan, "Tidak ada gunanya menyesali hal yang sudah lalu. Aku harus segera meningkatkan kekuatanku. Menjadi seorang Mid-Level Mage seharusnya sudah cukup untuk menghadapi peristiwa yang akan terjadi di masa depan."

Mage atau Magician dibagi menjadi sepuluh tingkatan. Dari First-Tier sampai Tenth-Tier. Semakin tinggi tingkatannya, semakin tinggi pula kekuatannya. Penggolongan lainnya adalah dengan istilah Low, Mid, dan High. Selain Mage, Magic juga dibagi menjadi sepuluh tingkatan yang mengikuti tingkatan dari Magician. Seorang Mage di level tertentu hanya bisa menggunakan Magic di level yang sama atau level di bawahnya.

"Meskipun sudah bisa menggunakan sihir, bukan berarti aku bisa mencapai tingkat sepuluh. Jika tubuh ini tidak memiliki potensi, maka semuanya menjadi sia-sia," Revi berdiri dari duduknya, "Aku mesti berlatih keras!"

...----------------...

Hari berganti minggu, bulan berganti tahun. tiga musim dingin silih berganti. Di sebuah padang rumput berlarian belasan kijang. Tidak, mereka tidak berlari dari predator semacam singa atau macan, melainkan dari seorang manusia yang terbang di atas tanah.

Manusia itu tak lain dan tak bukan adalah Revi. Rambut biru dongkernya berkibar tertiup angin. Iris biru langitnya tak lepas dari seekor kijang yang menjadi sasarannya. Revi menciptakan tombak dari air lalu melesatkannya hingga menembus kepala sang kijang yang malang. Tubuhnya ambruk ditinggalkan oleh teman-teman sejenisnya.

Revi mendarat tak jauh dari tubuh binatang berkaki empat itu lalu segera mengulitinya, "Aku jadi teringat waktu pertama kali datang ke dunia ini. Kurasa itu sekitar tiga tahun yang lalu. Aku tersesat di hutan dan tidak punya makanan. Untungnya aku menemukan padang rumput ini setelah dua hari berjalan dengan perut kosong," Revi berkata pada dirinya sendiri, "Seandainya tidak ada dirimu, mungkin aku sudah tamat," sambungnya.

Setelah semua kulitnya dipisahkan, Revi mengambil daging paha kemudian membakarnya. Semuanya ia lakukan dengan cekatan, mengingat dia pernah menjalani pelatihan bertahan hidup di alam liar sewaktu menjadi tentara.

Setelah dagingnya matang, ia segera menggigitnya. Rasanya mirip dengan daging kijang di dunia sebelumnya. Hanya saja, terdapat sedikit rasa manis. Berkat hal itu, Revi tidak perlu repot-repot mencari bumbu.

Revi makan dengan lahap. Satu jam kemudian setengah badan kijang sudah masuk ke dalam perutnya. Daging yang tersisa ia keringkan supaya menjadi dendeng. Setelah berkemas, Revi meninggalkan tempat itu. Ia menuju sebuah gua yang dijadikan tempat tinggalnya selama dua tahun terakhir.

Namun, sesampainya di mulut gua. Ia mendapati sosok humanoid yang tampak mengamati rumahnya itu. Setelah dilihat lebih dekat, ternyata sosok tersebut adalah seorang manusia. Revi segera bersembunyi di balik sebatang pohon. Ia memperhatikan gerak-gerik orang tersebut tanpa berkedip.

Ini pertama kalinya ia bertemu dengan manusia setelah kedatangannya di Ashen World. Revi tidak tahu harus bagaimana menyapanya. Ia bahkan tidak tahu siapa orang tersebut. Dirinya tidak punya pilihan lain selain mengamatinya lebih lama lagi.

Manusia tersebut memiliki rambut panjang sepunggung warna putih. Ia mengenakan breastplate hitam berpola emas dan celana panjang dengan warna serupa. Di pinggang kirinya tergantung sebuah rapier.

"Seorang wanita ... Tunggu! Penampilan itu kan!"

"Mengintip seorang gadis itu tindakan yang tidak sopan, lho."

Seluruh tubuh Revi bergidik ngeri. Wanita yang sebelumnya terpisah seratus meter darinya kini sudah berada di balik punggungnya. Revi segera berbalik, ia tidak mau diserang tiba-tiba dari belakang. Namun, belum sempat menggerakkan tubuhnya, si wanita sudah menendangnya terlebih dahulu.

Tendangan itu ringan dan terkesan malas. Namun, kekuatannya luar biasa sampai-sampai Revi terpental puluhan meter. Revi segera mengendalikan dirinya. Ia berputar tiga kali di udara lalu berhasil mendarat. Nyeri mulai terasa di punggungnya.

"Apakah kau penghuni gua itu?"

Revi tidak menjawab pertanyaan dari si wanita. Ia hanya memberinya tatapan tajam. Ia tahu siapa yang ada di hadapannya dari pakaian yang dikenakan.

Navira The White Dancer, salah satu dari Ten Peaks yang merupakan sebutan bagi sepuluh orang terkuat di Benua Verlia. Sosok yang telah mencapai puncak dari para Mage, Tenth-Tier Magician.

"Seharusnya dia berada di Sazahn Temple untuk lima tahun ke depan. Apa yang dia lakukan di sini?" Ujar Revi dalam hati.

Revi menelan ludahnya. Saat ini, ia sangat, sangat tidak bisa melawan wanita di hadapannya. Bukan hanya karena dirinya lebih lemah, ia juga tidak mau kekuatannya diketahui oleh orang lain.

"Beraninya kau mengabaikanku ... "

Dengan satu tolakan, Navira melesat bagai peluru. Revi tidak punya pilihan lain, ia harus melawan atau dirinya akan terbunuh, kalau pun tidak, ia pasti akan terluka parah. Navira menghunuskan rapiernya. Ia melakukan tebasan horisontal pada dada Revi.

Untungnya, Revi masih sempat menghindar. Serangan Navira, meskipun cepat masih bisa terlihat olehnya. Revi membalas dengan menciptakan tombak air lalu melemparkannya.

Navira tidak mengelak. Dia mengayunkan rapiernya secara diagonal, akibatnya, tombak air terbelah menjadi dua. Revi tidak kehilangan akal, ia membuat puluhan bola air yang mengelilingi sang White Dancer.

"Rasakan ini!"

Bola-bola air berputar kencang kemudian bergerak menuju Navira dari segala arah. Ia tersenyum kecil. Navira menangkis dengan kecepatan tinggi. Gerakannya bahkan hampir tidak bisa dilihat oleh Revi.

"Tidak buruk, Nak."

Rapier milik Navira memancarkan api kemerahan.

"Kurasa aku akan sedikit serius."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!