The Perfect Boy
..."He's perfect, but sadly he's not mine."...
"Babe, you left your bag last night."
"Ahh, thank u."
"No kiss?"
Yang diberi kode kini mulai gelisah. Mata dari gadis itu kini mulai mengarah kesamping kanan. Seakan memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, membuat pria berperawakan tinggi itu kini mulai mengalihkan pandangannya kearah kanan.
"Hi." Gadis berperawakan pendek, dengan disertai senyuman manisnya, kini mulai menyapa kedua sejoli itu. Tidak ingin merasa canggung, ia dengan segera pergi kearah kamarnya, dengan disertai teriakan meminta maaf kearah sang sahabat.
"Is she your friend?"
"Yes, her name is Nabila, she's a kind, beautiful, and cheerful girl."
"Ahh, I see."
"See what? You're attracted to her?"
Yang ditanya kini menggelengkan kepalanya. Dengan santai pria itu mengeluarkan handphone miliknya, lalu menghubungi seseorang yang tidak diketahui siapa namanya. Tatapan tajam kini mulai mengarah kepadanya. Ia dengan cepat menutup panggilan, lalu mulai menjelaskan semua kejadian yang baru saja ia alami kepada sang kekasih.
"So your friend likes Nabila? He doesn't even know the nature of my crazy friend, how could this happen?"
"Hard to explain. In essence, he wants to make your friend as his own."
"Dengan cara?"
"That's his business."
Jujur saja, hal seperti ini selalu membuat rasa penasaran menjadi semakin besar. Gea, dia tipe gadis yang ingin tahu tentang segala hal. Sama seperti yang dilakukannya saat ini. Setelah pacarnya itu pergi, ia berusaha mencari info tentang pria yang dibicarakannya tadi. Nabila adalah sahabatnya, ia takkan mungkin memberikan gadis itu kepada pria yang bahkan asal usulnya saja tidak jelas.
"Gea, gue mau pergi ke supermarket, lo mau nitip sesuatu gak?"
Pandangan dari Gea kini beralih kearah Nabila yang sedang menatapnya tajam. Gadis itu tertawa kecil. "Gue nitip minuman aja," jawabnya, yang membuat Nabila kini pergi, dengan disertai langkah cerianya.
Gea menggelengkan kepalanya pelan. Ia tak habis pikir dengan tingkah laku sahabatnya itu. Kadang aneh, kadang ceria, kadang sedih. Semua pernah ia lihat, benar-benar memuakkan.
"GEAAAA, GUE BAPER WOYY!!!"
Yang diteriaki kini sedang menenangkan diri. Mata dari gadis itu kini menatap tajam kearah sahabatnya, "ada apa?" Tanyanya singkat.
"Gue tadi ketemu pacar lo lagi jalan sama cowok asing. Gue awalnya gak peduli sama hal itu, tapi pas dikasir uang gue kurang 10.000. Gue balik badan, eh tuh antrian udah panjang. Gue panik sejadi-jadinya, tapi untungnya cowok asing yang tadi jalan sama pacar lo, nyamperin gue. Dia kasih kartu milik dia ke mbak kasir, terus duit gue dibalikin lagi. Yang biki---"
"Intinya aja bisa gak?"
Nabila tertawa. "Intinya, yang bikin gue baper itu pas dia ngusap kepala gue, sambil bilang 'see u later' AAA GUE BAPER PARAH, GEA. Di otak gue tuh, kaya udah ada rencana mau nikah pake adat apa sama tu cowok."
Gea mengusap pelan pelipisnya yang kini terasa pusing. Pemikiran orang yang sering mengkhayal memang unik. Matanya, kini mulai fokus kearah laptop, ia benar-benar ingin menghindar dari cerita unfaedah sahabat gilanya ini.
"He's name Sean Archie Fernandes. Udah ganteng, baik lagi. Gue suka, tapi gue agak bimbang soaln--- woy! Gea, dengerin gue dulu, lagi cerita juga." Nabila menggerutu kesal. Ia dengan cepat pergi kearah kamarnya, dan meninggalkan Gea yang masih termenung, sembari mengingat nama dari pria yang Nabila sebutkan tadi.
"BILA, SIAPA NAMA COWOK YANG LO MENTION TADI?"
"Gak tau, gue ngambek."
Tawa milik Gea kini menggelegar kearah semua penjuru ruangan. Gadis itu kembali termenung, saat ingin mengingat nama dari sang pria asing yang menjadi teman dari pacarnya itu. "Sean apa ya tadi? Buset namanya susah bener anjir!"
"Sean Archie Fernandes," timpal Nabila dengan senyuman singkatnya.
Yang diberitahu kini tersenyum. Ia dengan cepat berterimakasih, yang dibalas anggukan kepala kecil oleh Nabila.
"Emang buat apaan, sih? Perasaan lo kalo lagi penasaran sama orang, gak akan sampe segininya."
"Ntar juga lo tau." Gea kembali fokus dengan kegiatannya. Sesekali gadis itu berteriak kecil, karena tingkah dari Nabila yang agak kurang ajar.
BRUK!
"Bila! Lo jatohin apalagi itu?"
"Buku novel gue." Gadis itu menjawab dengan disertai senyuman polosnya. Gea menatap kesal hal itu, beginilah kondisi hidup bersama gadis berumur 18 tahun, yang seharusnya masih dalam pengawasan orang tua.
"Hati-hati dong, Bil. Cowok yang lo suka perfeksionis loh ...."
Fyi perfeksionis adalah orang-orang yang telah menetapkan standar tinggi terhadap kinerja dan kepribadian mereka.
"Hubungannya sama gue apaan?"
"Biasanya orang yang perfeksionis itu suka sama hal-hal yang tertata rapi. Hidup serba teratur, dan mereka kurang suka kalo ada barang yang berantakan. Coba liat kamar lo? Novel yang berserakan dimana-mana, bungkus pop mie yang belum dibuang, nilai ujian yang ditaro sembarangan. Lo yakin mau deket sama si Sean Sean itu?"
Yang ditanya kini menggelengkan kepalanya. Tapi sedetik kemudian, gadis itu berubah pikiran . Ia suka hal-hal yang berbau tantangan. Apalagi membuat seorang perfeksionis jatuh cinta.
"Gak usah mengkhayal yang enggak-enggak." Teguran itulah yang kini membuat Nabila menatap tajam kearah Gea. Kenapa sahabatnya itu selalu berhasil menghancurkan semua khayalan menyenangkannya?
"Diem. Gue lagi mikir alur cerita rumah tangga gue sama Sean." Gea membulatkan matanya tak percaya. Ia benar-benar sudah menyerah dengan sahabat gilanya ini.
"Ngomong-ngomong, lo tau info tentang Sean dari mana?"
"Dari Instagram dia. Infonya lengkap disana. Gue juga udah nemu fake account nya. Isinya cuman buku-buku yang tertata rapi, sama pemandangan alam." Gea menjelaskan semua yang ditemukannya dengan cukup singkat. Mata dari gadis itu kini mulai menatap kearah Nabila yang sedang asik termenung.
"Bil, are u okay?"
"Uhum, I'm okay. Cuman lagi mikirin, nanti mau traveling date atau library date, ya?"
Gea tersenyum singkat. Tangannya kini sudah bersiap untuk mendorong sahabat baiknya itu.
BRUG
"Mati kek lo, anjing ...."
Pria berdarah campuran Uzbekistan-Amerika, kini terlihat sedang memperhatikan keadaan sekitar. Sesekali ia menepuk pelan pundak dari temannya, untuk memastikan jika semuanya baik-baik saja.
"Kalo suka tuh bilang. Jangan kaya stalker gak guna kaya gini."
Yang dinasehati tetap fokus dengan target. Ryan, pria itu mendelik kesal. Tangan kanannya kini ia gunakan untuk mengambil gambar dari target yang dimaksud. Lucu, gumamnya kecil.
Merasa target sudah menjauh, keduanya kini mulai bergerak. Pria asing yang Ryan bawa kini menatap bangga hal itu. Setidaknya ia sudah memastikan, jika gadis yang dicintainya sudah kembali dengan aman.
"Effort lo cuman sebatas bayarin belanjaan? Mana mungkin baper, anjir! Minimal beliin mobil sport atau gak perjuangin dia. Modal dikit jadi cowok!"
"Gue tau, tapi hal itu gak semudah yang lo ucapin. Gue takut tu cewek malah ilfeel sama gue."
Ryan mendelik kesal. "Sean Archie Fernandes. Lu cakep, anjir. Gue sebagai temen lo, cuman bisa nge-support dari jauh. Lagipula tu anaknya keliatan ceria, mana mungkin dia ilfeel cuman gara-gara lo gugup sama dia? Kurang-kurangin insecure lo deh, lo itu perfect. Tapi dalam hal percintaan, gue akuin, lo emang kurang."
Sean akui, ia memang selalu gagal dalam percintaan. Tapi dalam hal ini, kebanyakan Ayah nya lah yang berperan. Ia sudah berpacaran dengan seorang gadis pilihan Ayahnya, yang ternyata setelah berhubungan lebih jauh, Ayah dari gadis itu malah mengkhianati kepercayaannya. Setelah hal itu terjadi, kepercayaan Sean terhadap Ayahnya kini berkurang. Tidak sulit baginya untuk move on dari gadis sialan itu. Sean tidak mencintainya, maka wajar saja jika ia tidak mempertahankan hubungannya.
"Don't involve your father's decisions, with your own love story."
Itu adalah pesan yang selalu Ibunya katakan. Sean mengakui, jika Ibunya selalu menghargai apapun keputusannya. Tapi sekali lagi Sean tegaskan, jika restu dari Ayahnya juga penting.
Lamunannya kini buyar, saat Ryan yang secara tiba-tiba memperkenalkan dirinya sebagai crushh dari Nabila.
"Lo suka sahabat gue?"
"Iya."
"Kok bisa? Sahabat gue gila, gak romantis, liat yang bening dikit oleng. Bagian mananya yang bikin lo tertarik sama dia?" Ingin rasanya Gea menangis saat ini juga. Apa yang Sean pikirkan? Kenapa pria itu hanya tersenyum kecil, saat ia menceritakan kebiasaan buruk dari Nabila?
"Who's care? Gak ada yang bisa bikin gue ilfeel, kalo gue udah suka. Mau lo bilang dia dari keluarga tukang selingkuh, gue tetep gak akan peduli. She's mine, and it will always be that way," tegas Sean, yang membuat Gea kaget dengan nada bicaranya yang penuh dengan penekanan. Merasa terancam, ia kini membawa Nabila sebagai tameng perlindungannya.
"Bil, calon pacar lo noh."
Mata dari Nabila kini terfokus kearah Sean. Tampan, itulah kata pertama yang ia ucapkan. Sean tertawa kecil, gadisnya ini benar-benar sangatlah lucu.
"Bil, sadar. Kebiasaan banget liat yang bening dikit langsung jadi pendiem." Dengan refleks Gea memukul pelan bahu dari Nabila. Hal itulah yang membuat sang empu kini terlonjak kaget, "astaghfirullah,"ucap gadis itu.
Gea tertawa kecil. Tangan kanannya kini mulai menggenggam tangan dari Ryan, yang sedari tadi ia acuhkan. Gea mengalihkan pandangannya kearah lain, ia benar-benar tidak ingin bertatapan langsung dengan seorang Sean.
"Lo yang bayarin jajanan gue tadi, kan?"
"Aku-kamu, sayang. Not gue-lo, dan satu hal lagi, iya, aku yang bayarin semua jajanan kamu tadi."
Nabila merogoh saku celananya, gadis itu memberikan 3 lembar uang sebesar 100 ribu rupiah kepada Sean. Bukannya menerima, Sean justru menolaknya. Tangan dari pria itu kini mulai mengusap pelan puncak kepala dari Nabila. "You don't have to pay, you're my priority and I should pay for all your needs. You understand, beautiful?"
Yes, Daddy :)
TBC...
avv... grup sebelah memang menggoda... KIW mas
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
Aku masih menyimaks....
2023-08-19
0
Tetik Saputri
semangat kakak
2023-06-11
0