..."He's perfect, but sadly he's not mine."...
"Babe, you left your bag last night."
"Ahh, thank u."
"No kiss?"
Yang diberi kode kini mulai gelisah. Mata dari gadis itu kini mulai mengarah kesamping kanan. Seakan memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, membuat pria berperawakan tinggi itu kini mulai mengalihkan pandangannya kearah kanan.
"Hi." Gadis berperawakan pendek, dengan disertai senyuman manisnya, kini mulai menyapa kedua sejoli itu. Tidak ingin merasa canggung, ia dengan segera pergi kearah kamarnya, dengan disertai teriakan meminta maaf kearah sang sahabat.
"Is she your friend?"
"Yes, her name is Nabila, she's a kind, beautiful, and cheerful girl."
"Ahh, I see."
"See what? You're attracted to her?"
Yang ditanya kini menggelengkan kepalanya. Dengan santai pria itu mengeluarkan handphone miliknya, lalu menghubungi seseorang yang tidak diketahui siapa namanya. Tatapan tajam kini mulai mengarah kepadanya. Ia dengan cepat menutup panggilan, lalu mulai menjelaskan semua kejadian yang baru saja ia alami kepada sang kekasih.
"So your friend likes Nabila? He doesn't even know the nature of my crazy friend, how could this happen?"
"Hard to explain. In essence, he wants to make your friend as his own."
"Dengan cara?"
"That's his business."
Jujur saja, hal seperti ini selalu membuat rasa penasaran menjadi semakin besar. Gea, dia tipe gadis yang ingin tahu tentang segala hal. Sama seperti yang dilakukannya saat ini. Setelah pacarnya itu pergi, ia berusaha mencari info tentang pria yang dibicarakannya tadi. Nabila adalah sahabatnya, ia takkan mungkin memberikan gadis itu kepada pria yang bahkan asal usulnya saja tidak jelas.
"Gea, gue mau pergi ke supermarket, lo mau nitip sesuatu gak?"
Pandangan dari Gea kini beralih kearah Nabila yang sedang menatapnya tajam. Gadis itu tertawa kecil. "Gue nitip minuman aja," jawabnya, yang membuat Nabila kini pergi, dengan disertai langkah cerianya.
Gea menggelengkan kepalanya pelan. Ia tak habis pikir dengan tingkah laku sahabatnya itu. Kadang aneh, kadang ceria, kadang sedih. Semua pernah ia lihat, benar-benar memuakkan.
"GEAAAA, GUE BAPER WOYY!!!"
Yang diteriaki kini sedang menenangkan diri. Mata dari gadis itu kini menatap tajam kearah sahabatnya, "ada apa?" Tanyanya singkat.
"Gue tadi ketemu pacar lo lagi jalan sama cowok asing. Gue awalnya gak peduli sama hal itu, tapi pas dikasir uang gue kurang 10.000. Gue balik badan, eh tuh antrian udah panjang. Gue panik sejadi-jadinya, tapi untungnya cowok asing yang tadi jalan sama pacar lo, nyamperin gue. Dia kasih kartu milik dia ke mbak kasir, terus duit gue dibalikin lagi. Yang biki---"
"Intinya aja bisa gak?"
Nabila tertawa. "Intinya, yang bikin gue baper itu pas dia ngusap kepala gue, sambil bilang 'see u later' AAA GUE BAPER PARAH, GEA. Di otak gue tuh, kaya udah ada rencana mau nikah pake adat apa sama tu cowok."
Gea mengusap pelan pelipisnya yang kini terasa pusing. Pemikiran orang yang sering mengkhayal memang unik. Matanya, kini mulai fokus kearah laptop, ia benar-benar ingin menghindar dari cerita unfaedah sahabat gilanya ini.
"He's name Sean Archie Fernandes. Udah ganteng, baik lagi. Gue suka, tapi gue agak bimbang soaln--- woy! Gea, dengerin gue dulu, lagi cerita juga." Nabila menggerutu kesal. Ia dengan cepat pergi kearah kamarnya, dan meninggalkan Gea yang masih termenung, sembari mengingat nama dari pria yang Nabila sebutkan tadi.
"BILA, SIAPA NAMA COWOK YANG LO MENTION TADI?"
"Gak tau, gue ngambek."
Tawa milik Gea kini menggelegar kearah semua penjuru ruangan. Gadis itu kembali termenung, saat ingin mengingat nama dari sang pria asing yang menjadi teman dari pacarnya itu. "Sean apa ya tadi? Buset namanya susah bener anjir!"
"Sean Archie Fernandes," timpal Nabila dengan senyuman singkatnya.
Yang diberitahu kini tersenyum. Ia dengan cepat berterimakasih, yang dibalas anggukan kepala kecil oleh Nabila.
"Emang buat apaan, sih? Perasaan lo kalo lagi penasaran sama orang, gak akan sampe segininya."
"Ntar juga lo tau." Gea kembali fokus dengan kegiatannya. Sesekali gadis itu berteriak kecil, karena tingkah dari Nabila yang agak kurang ajar.
BRUK!
"Bila! Lo jatohin apalagi itu?"
"Buku novel gue." Gadis itu menjawab dengan disertai senyuman polosnya. Gea menatap kesal hal itu, beginilah kondisi hidup bersama gadis berumur 18 tahun, yang seharusnya masih dalam pengawasan orang tua.
"Hati-hati dong, Bil. Cowok yang lo suka perfeksionis loh ...."
Fyi perfeksionis adalah orang-orang yang telah menetapkan standar tinggi terhadap kinerja dan kepribadian mereka.
"Hubungannya sama gue apaan?"
"Biasanya orang yang perfeksionis itu suka sama hal-hal yang tertata rapi. Hidup serba teratur, dan mereka kurang suka kalo ada barang yang berantakan. Coba liat kamar lo? Novel yang berserakan dimana-mana, bungkus pop mie yang belum dibuang, nilai ujian yang ditaro sembarangan. Lo yakin mau deket sama si Sean Sean itu?"
Yang ditanya kini menggelengkan kepalanya. Tapi sedetik kemudian, gadis itu berubah pikiran . Ia suka hal-hal yang berbau tantangan. Apalagi membuat seorang perfeksionis jatuh cinta.
"Gak usah mengkhayal yang enggak-enggak." Teguran itulah yang kini membuat Nabila menatap tajam kearah Gea. Kenapa sahabatnya itu selalu berhasil menghancurkan semua khayalan menyenangkannya?
"Diem. Gue lagi mikir alur cerita rumah tangga gue sama Sean." Gea membulatkan matanya tak percaya. Ia benar-benar sudah menyerah dengan sahabat gilanya ini.
"Ngomong-ngomong, lo tau info tentang Sean dari mana?"
"Dari Instagram dia. Infonya lengkap disana. Gue juga udah nemu fake account nya. Isinya cuman buku-buku yang tertata rapi, sama pemandangan alam." Gea menjelaskan semua yang ditemukannya dengan cukup singkat. Mata dari gadis itu kini mulai menatap kearah Nabila yang sedang asik termenung.
"Bil, are u okay?"
"Uhum, I'm okay. Cuman lagi mikirin, nanti mau traveling date atau library date, ya?"
Gea tersenyum singkat. Tangannya kini sudah bersiap untuk mendorong sahabat baiknya itu.
BRUG
"Mati kek lo, anjing ...."
Pria berdarah campuran Uzbekistan-Amerika, kini terlihat sedang memperhatikan keadaan sekitar. Sesekali ia menepuk pelan pundak dari temannya, untuk memastikan jika semuanya baik-baik saja.
"Kalo suka tuh bilang. Jangan kaya stalker gak guna kaya gini."
Yang dinasehati tetap fokus dengan target. Ryan, pria itu mendelik kesal. Tangan kanannya kini ia gunakan untuk mengambil gambar dari target yang dimaksud. Lucu, gumamnya kecil.
Merasa target sudah menjauh, keduanya kini mulai bergerak. Pria asing yang Ryan bawa kini menatap bangga hal itu. Setidaknya ia sudah memastikan, jika gadis yang dicintainya sudah kembali dengan aman.
"Effort lo cuman sebatas bayarin belanjaan? Mana mungkin baper, anjir! Minimal beliin mobil sport atau gak perjuangin dia. Modal dikit jadi cowok!"
"Gue tau, tapi hal itu gak semudah yang lo ucapin. Gue takut tu cewek malah ilfeel sama gue."
Ryan mendelik kesal. "Sean Archie Fernandes. Lu cakep, anjir. Gue sebagai temen lo, cuman bisa nge-support dari jauh. Lagipula tu anaknya keliatan ceria, mana mungkin dia ilfeel cuman gara-gara lo gugup sama dia? Kurang-kurangin insecure lo deh, lo itu perfect. Tapi dalam hal percintaan, gue akuin, lo emang kurang."
Sean akui, ia memang selalu gagal dalam percintaan. Tapi dalam hal ini, kebanyakan Ayah nya lah yang berperan. Ia sudah berpacaran dengan seorang gadis pilihan Ayahnya, yang ternyata setelah berhubungan lebih jauh, Ayah dari gadis itu malah mengkhianati kepercayaannya. Setelah hal itu terjadi, kepercayaan Sean terhadap Ayahnya kini berkurang. Tidak sulit baginya untuk move on dari gadis sialan itu. Sean tidak mencintainya, maka wajar saja jika ia tidak mempertahankan hubungannya.
"Don't involve your father's decisions, with your own love story."
Itu adalah pesan yang selalu Ibunya katakan. Sean mengakui, jika Ibunya selalu menghargai apapun keputusannya. Tapi sekali lagi Sean tegaskan, jika restu dari Ayahnya juga penting.
Lamunannya kini buyar, saat Ryan yang secara tiba-tiba memperkenalkan dirinya sebagai crushh dari Nabila.
"Lo suka sahabat gue?"
"Iya."
"Kok bisa? Sahabat gue gila, gak romantis, liat yang bening dikit oleng. Bagian mananya yang bikin lo tertarik sama dia?" Ingin rasanya Gea menangis saat ini juga. Apa yang Sean pikirkan? Kenapa pria itu hanya tersenyum kecil, saat ia menceritakan kebiasaan buruk dari Nabila?
"Who's care? Gak ada yang bisa bikin gue ilfeel, kalo gue udah suka. Mau lo bilang dia dari keluarga tukang selingkuh, gue tetep gak akan peduli. She's mine, and it will always be that way," tegas Sean, yang membuat Gea kaget dengan nada bicaranya yang penuh dengan penekanan. Merasa terancam, ia kini membawa Nabila sebagai tameng perlindungannya.
"Bil, calon pacar lo noh."
Mata dari Nabila kini terfokus kearah Sean. Tampan, itulah kata pertama yang ia ucapkan. Sean tertawa kecil, gadisnya ini benar-benar sangatlah lucu.
"Bil, sadar. Kebiasaan banget liat yang bening dikit langsung jadi pendiem." Dengan refleks Gea memukul pelan bahu dari Nabila. Hal itulah yang membuat sang empu kini terlonjak kaget, "astaghfirullah,"ucap gadis itu.
Gea tertawa kecil. Tangan kanannya kini mulai menggenggam tangan dari Ryan, yang sedari tadi ia acuhkan. Gea mengalihkan pandangannya kearah lain, ia benar-benar tidak ingin bertatapan langsung dengan seorang Sean.
"Lo yang bayarin jajanan gue tadi, kan?"
"Aku-kamu, sayang. Not gue-lo, dan satu hal lagi, iya, aku yang bayarin semua jajanan kamu tadi."
Nabila merogoh saku celananya, gadis itu memberikan 3 lembar uang sebesar 100 ribu rupiah kepada Sean. Bukannya menerima, Sean justru menolaknya. Tangan dari pria itu kini mulai mengusap pelan puncak kepala dari Nabila. "You don't have to pay, you're my priority and I should pay for all your needs. You understand, beautiful?"
Yes, Daddy :)
TBC...
avv... grup sebelah memang menggoda... KIW mas
..."I don't want to have you, because I don't want to lose you."...
Setelah melewati tangga utama yang ia sebut sebagai tangga kantor kematian, Sean kini terfokus kearah ruang istirahat milik Ayahnya. Tangan kanannya kini mulai mengetuk pintu itu. Menyadari tidak ada jawaban apapun, Sean dengan cepat mendobraknya. Dan wow, pemandangan yang indah kini terpampang nyata dihadapannya.
"Ahh ... Mas, tanggung."
Rahang Sean mengeras, apa-apa Ayahnya ini? Wanita yang baru saja bersetubuh dengan Ayahnya, kini dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Sean, pria itu tidak akan segan menyiksa siapapun yang berani mengkhianati kepercayaan Ibunya. Termasuk Ayahnya sendiri.
Seperti yang karyawan kantor lihat saat ini, kedua makhluk tidak berguna tadi sudah terkapar tidak berdaya. He's Sean, pria berbahaya yang bisa bertarung kapan saja, jika dia menginginkannya.
Selesai membuat Ayahnya babak belur, Sean pergi kearah tempat tinggal pacarnya. Pria itu dengan cepat masuk, tanpa mengucapkan kalimat permisi terlebih dahulu.
"Sayang ...."
Yang dipanggil kini mengalihkan pandangannya kearah Sean. Gadis itu membulatkan matanya tak percaya, untuk apa pria bar-bar nan tampan ini masuk kedalam rumahnya?
"Ngapain kesini? Mau cerita?"
Sean hanya diam. Tanpa ia sendiri sadari air mata yang sedari tadi ia tahan, kini sudah meluncur bebas. Pacarnya, yang akrab disapa sebagai Nabila, kini secara spontan berdiri dan memeluk pria tinggi itu.
"Capek banget, ya? Lain kali cerita, you have me and your friends as a story place. Kata-kata semangat mungkin udah gak ngaruh lagi buat kamu, but please, don't give up."
Sean mengangguk. Finally! Ia menemukan tempat ternyaman, yang akan ia jadikan sebagai rumah barunya. "Don't leave me no matter what. Aku butuh kamu, and will forever remain so." Tangan kanan dari Nabila kini mulai mengusap puncak kepala dari Sean, ia benar-benar menenangkan pria ganas itu.
Ting!
Gea sayang: Bil, gue izin gak pulang. Pacar gue sakit, lo hati-hati dirumah, kalo perlu chat Sean biar dia nemenin lo. Intinya jangan sendiri, gue khawatir!
Nabila menyunggingkan senyumannya. Sean yang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, ia dengan cepat menganalisa suasana hati dari gadisnya itu. "Kamu kenapa?" Tanyanya, yang dibalas gelengan kepala singkat oleh Nabila.
"Hari ini aku nginep, ya?"
"Anjing, kok? Eh ...."
Tangan ramah Sean memukul pelan kepala dari gadisnya itu. Matanya kini memicing, ia takut jika Nabila menyembunyikan hal yang tidak-tidak. Misalnya seperti menyimpan karakter fiksi didalam rumah? Maybe, who knows.
"Mulutnya kaya orang gak berpendidikan. Alesan aku nginep, karena aku tau Ryan mau ajak Gea buat nginep dirumahnya. I'm worry about you. So, aku mau nemenin kamu buat seneng-seneng malam ini."
Bibir cantik yang selama ini Sean perhatikan, kini membentuk senyuman manis. Definisi if you're happy, i'm happy too itu benar adanya. Seperti yang Sean alami saat ini, pria itu ikut memutarkan badannya secara tidak jelas, hingga ia dan Nabila tumbang ditempat.
"Sayang, anterin ke Gramedia, yuk?"
"Wait! What do you say?"
"Anterin ke Gramedia?"
"Nope, I mean the sentence before that."
Nabila termenung. Ia masih berpikir kalimat apa yang Sean maksud. Merasa tidak menemukan jawaban apapun, ia mendekatkan wajahnya untuk sekedar meminta clue.
"Mau aku cium?"
Matanya kini membulat secara sempurna. Ia menepuk pelan bagian dada dari Sean, untuk sekedar menyadarkannya. Yang diperlakukan seperti itu malah asik tertawa. Keduanya memutuskan untuk pergi kearah mall, karena permintaan dari Nabila.
"Please don't come near me yet."
"Uh, why?" Pernyataan yang sangat sensitif bagi sebagian laki-laki. Sean, kini ia harus berpikir keras untuk mencari jawaban.
"Malu ya jalan sama aku?"
Yang dituduh kini mulai merasa panik. Alasan ia berkata seperti itu karena jantungnya sering merasa tidak aman, ketika Nabila mulai mendekatinya. Merasa hubungannya dalam bahaya, ia dengan cepat menyusul langkah dari gadisnya itu.
"Sebagai permintaan maaf, kamu bebas ambil novel yang kamu suka."
Yang diperlakukan seperti itu, malah mendelik kesal. Gadis itu mulai merogoh saku celananya. Lalu mengeluarkan beberapa lembar uang, untuk dijadikan sebagai bukti, jika ia masih mampu membeli sebagian novel yang ada disini
Bukannya merasa tersaingi, Sean justru tersenyum kearah gadisnya itu. Tangan kanannya kini mulai mengusap puncak kepala dari Nabila secara pelan. "Take all the novels you want, and save your money carefully. Now you have me, jangan sungkan buat minta beliin ini itu, aku malah seneng kalo kamu mau ngabisin uang aku."
Imannya kini goyah. Dengan cepat ia pergi untuk menghindari Sean. Matanya berbinar saat melihat beberapa novel yang ia inginkan. Ia kini melihat kearah Sean, yang seakan memerintahkannya untuk mengambil semua novel itu. Nabila hanya menurut, tangannya kini sudah dipenuhi oleh 7 novel. Sean menatap kecewa hal itu. Tolong, ini terlalu sedikit.
"Sean, kamu harus hemat. Jangan mentang-mentang aku pacar kamu, jadi kamu bisa seroyal itu sama aku. You have a future to chase, jadi jangan buang-buang uang kamu buat hal gak guna kaya gini."
"Koreksi, you're my future wife, not my girlfriend. So, I don't mind if my money runs out because you want something to buy."
Nabila menyerah. Gadis itu memukul keras pundak dari Sean, sebagai area pelampiasan karena pria itu sudah berhasil membuatnya kesal.
Yang diperlakukan seperti itu malah asik tertawa, "kalo baper, ya baper aja. Sakit nih badan, kamu pukul-pukul," sinisnya, yang membuat Nabila kini mendelik kesal kearahnya.
Tidak mendapat feedback yang dia inginkan, Sean dengan cepat membayar semua novel itu. Ia membawa semua barang belanjaan, lalu meninggalkan Nabila yang sudah tertinggal jauh di belakang.
Sean menyimpan semua barang itu didalam bagasi mobil. Badannya kini ia sandarkan kearah mobil. Sembari menunggu Nabila yang tidak kunjung tiba, pria itu memilih untuk bermain game.
"Ah, setan. Lemah banget ni team. Kompak kek, anjing!"
Merasa kesal karena terus kalah dalam permainan, Sean berinisiatif menyusul pacarnya itu. Matanya kini menatap tajam kearah Nabila, yang sedari tadi ia tunggu-tunggu.
"Bagus. Aku udah nunggu kamu, tapi kamu malah asik berduaan sama cowok asing ini."
Tidak ingin ada kesalahpahaman lebih lanjut, pria asing itu kini mencoba menjelaskan semuanya. "Mas-nya pacar dari anak kecil ini? Lain kali jangan ditinggal dong, Mas. Anaknya nangis karena gak tau arah. Saya kasih ice cream baru reda nangisnya."
Yang diberi penjelasan, kini menunduk. Sumpah demi apapun, kali ini ia benar-benar malu dengan situasi ini. "Sean, goblok!"
TBC...
..."Kembali bersamamu adalah khayalan yang sering aku ceritakan kepada teman-teman ku."...
Setelah melewati tangga utama, kini Sean harus mengurusi beberapa berkas yang Ayahnya titipkan. Mau bagaimanapun, pria bejat itu tetaplah Ayah kandungnya. Meskipun awalnya Sean sempat menolak hal ini. Akan tetapi Ibunya, yaitu Alina Revalina Fernandes, menegaskan jika Sean harus membantu Ayahnya, untuk membangun perusahaan ini hingga sukses.
Pria itu kini memasuki area ruangan CEO dengan begitu mudahnya. Kunci cadangan ruangan semua ada padanya, maka tak sulit baginya untuk menembus ruangan penuh kedzaliman ini. Melihat pemandangan menjijikan dihadapannya, membuat Sean berdecih. Jika bukan karena Ibunya, ia takkan sudi mengurus perusahaan kecil bersama si tua bangka ini.
"Berhentilah untuk menafkahi anak orang lain. Kau sudah tua, dan cara berpikir mu seharusnya lebih maju dariku. But look at you? Kau seperti orang tua yang tidak berpendidikan, don't get angry, I'm just stating a fact. Lain kali jika ingin memuaskan hasrat se* mu, pergilah ke hotel. Jangan mengotori perusahaan yang dibiayai oleh Kakek-ku, dengan cairan kental menjijikan milikmu itu."
Terdengar cukup sarkas, tapi hal itu tidak membuat Adelar Putra Fernandes menjadi ciut seketika. Sean adalah duplikatnya, jadi tak mudah bagi mereka berdua untuk menjatuhkan mental satu sama lain.
"Se* itu penting, apalagi jika mendapatkan gadis mulus seperti ini," balas pria tua itu, sembari mengelus paha dari gadis yang dibayarnya. Rahang dari Sean kini mengeras. Bukannya merasa takut, Adelar malah semakin menggoda anak semata wayangnya itu.
"You want to play with her, Sean Archie Fernandes?"
Yang ditanya menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangan kanan dari Sean kini dengan cepat mengambil beberapa berkas, yang nantinya akan ia periksa.
"Cepatlah bekerja, dan jangan menyewa gadis muraha* itu lagi. Maybe you forgot, if Mr. Adelio is more on my mother's side. And you know the consequences if he will find out about this. Jika aku melihat mu masih berhubungan dengan gadis murahan ini, maka bersiap untuk hidup dalam keadaan miskin."
Kali ini Adelar akui jika Sean lebih hebat darinya. Adelio Caesar Fernandes, adalah nama orang yang mewariskan kepintaran dan ketegasannya kedalam jiwa seorang Sean. Maka tak heran jika pria itu dapat mengalahkannya dalam sekali pembelaan.
"Shut your mouth, and get back to work!" Sean menatap sinis Ayahnya, secara kasar ia melemparkan semua berkas yang dipegangnya tadi, lalu keluar dari perusahaan kecil itu.
"Ayah, sialan!"
"Lo ngerasa gak sih kalo Sean beneran serius sama gue?"
Yang diberi pertanyaan kini mengangkat sebelah alisnya. Gea benar-benar tidak bisa menebak isi pikiran dari sahabatnya yang satu ini. Secara refleks, ia memukul keras kepala dari Nabila, yang membuat gadis itu kini meringis ditempat.
"Kenapa lo mukul gue, anjir?! Jadi sakit nih kepala."
"Ya, lo bego. Tu cowok udah effort banyak, malah lo raguin. Giliran cowok yang modelannya kayak tai unta, terus effortnya cuman ketikan, malah lo seriusin. Gue suka nih sahabat yang modelannya kaya gini, gobloknya natural."
Nabila mencebikkan bibirnya kesal. Niatnya mencari pembelaan kini gagal. Ia malah mendapat umpatan halus dari sahabatnya tercintanya itu.
"Gue takut, Ge. Ntar kalo gue udah bucin, terus tiba-tiba tu cowok jadian sama yang lain, gimana?"
"Cari yang baru. Udah lah daripada lo overthinking gak jelas, mending sekarang lo siap-siap, kita quality time bareng-bareng."
Nabila tersenyum. Ini dia yang ia inginkan. Memiliki sahabat yang tingkat kepekaannya sangat tinggi, membuatnya bersyukur memiliki Gea didalam hidupnya.
40 menit sudah berlalu, dan mereka berdua sudah sampai ditempat yang ingin Gea tunjukkan sedari tadi. Mata dari Nabila kini membulat secara sempurna, tangan kanannya ia gunakan untuk mencengkram pelan pundak dari Gea. "Lo?"
Gea mengangguk dengan disertai senyuman manisnya, "gue tau lo suka ke pasar malam, jadi ayok penuhin kemauan inner child lo," jawabnya, yang membuat Nabila dengan cepat memeluk tubuh sahabatnya itu.
"Makasih."
Mereka berdua berpelukan dalam waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya Gea menyadari bahwa ada sesuatu hal yang sangat menganggu pikirannya.
"Eh, Bil. Lo udah izin sama Sean belum? Gue takut tu cowok ngamuk, terus nyeret lo buat pulang dari tempat ini."
Benar juga. Sean, dia adalah type pria yang tidak ingin membiarkan gadisnya pergi kemanapun secara sendirian. Terlihat seperti seorang yang possesive tapi sebenarnya bukan. Ia hanya khawatir, tidak lebih.
Tring!
Sean Archie. F: Alright, do you need some money, baby? Pastikan kebutuhan perutmu terpenuhi dengan sempurna. Tell Gea, if you get hurt even a little, then a small punishment will await her.
Yang diancam kini mulai bergidik ngeri. Ryan, pacarnya. Sudah pernah memberitahunya, jika Sean tidak akan pernah main-main dengan ucapannya. Hal ini terbukti dengan ucapan Sean kepada Ryan. Dia mengatakan, jika pria itu ingin sekali memberi pelajaran kepada Ayahnya. And today at 12.30 PM, the incident he spoke of actually happened.
"Bil, gue ngeri deh sama cowok lo. Lain kali kurung aja deh, biar dia gak bisa nyelakain orang lain."
Memiliki tingkat kewarasan yang cukup kecil, membuat Nabila mengetik semua perkataan dari Gea kepada Sean. Yang dilaporkan kini menjadi panik, bagaimana nasib keluarganya, jika ia mati muda?
Sean Archie. F: Temui aku besok, you're too innocent, babe.
Gea benar-benar bernafas dengan lega setelah membaca balasan pesan dari pria kejam itu. Ia mulai mengajak Nabila menaiki berbagai wahana yang ada ditempat ini. Mulai dari kora-kora sampai ayunan kuda. Matanya kini menangkap sosok penjual gulali yang ada di seberang jalan.
Gadis itu dengan cepat pergi kearah sana, untuk membelinya. Ia kembali dengan membawa gulali besar yang ada ditangan kanannya. Matanya membulat sempurna, saat melihat sahabat satu-satunya yang sedang dikelilingi oleh beberapa pria berbadan besar. Gea yang panik langsung saja menerobos masuk, tangan kirinya kini mulai mengusap pelan puncak kepala dari Nabila, sebagai cara untuk menenangkannya.
"Woaahh ... Ada pahlawan kesiangan," sindir salah satu pria berbadan besar itu, dengan disertai penekanan pada setiap perkataannya.
"Lo semua mau apa, anjing?!"
"I want your friend, her body is very nice and sexy ... uhh sangat menggoda," jawab salah satu pria itu dengan tatapan laparnya.
Emosi Gea kini sudah memuncak. Gadis itu langsung saja menelepon Ryan untuk segera meminta perlindungan. Beruntungnya, Sean sedang bermain bersama Ryan. Mendengar nama gadisnya disebut, membuat jiwa pacar sejati Sean kini terpanggil. Dengan cepat ia merebut handphone yang ada di genggaman Ryan, lalu meminta Gea untuk menjelaskan kronologi yang sebenarnya.
Suara teriakan keras, kini berhasil membuat Gea merasa takut. Sean, dia benar-benar pria yang berbahaya.
"Shi*! Wait for me there, and don't go anywhere."
Tubuh Gea melemas, gadis itu memeluk tubuh dari Nabila yang sedari tadi sudah lebih dulu lemas darinya. Tatapan dari Gea kini mengarah ke langit, ia ingin menangis saja kali ini. "Habis nyawa lo sekarang, Gea." batinnya didalam hati.
TBC...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!