Second Love
Siang yang cukup terik di Kota Milan. Kota mode dengan segala hiruk-pikuk aktivitas warganya, yang seakan tak pernah tertidur. Di sebuah kedai kopi, tampak seorang pria tengah duduk sendiri. Menikmati secangkir espresso hangat ditemani kudapan ringan sebagai pengganjal perut.
Arcelio Lazzaro. Pria berusia tiga puluh tahun. Dia merupakan pelukis profesional, yang memiliki galeri seni pribadi di pusat Kota Milan. Arcelio, si tampan bermata abu-abu yang selalu terlihat nyaman dengan gaya rambut man bun. T-Shirt round neck dan celana jeans pun kerap menemani kesehariannya.
Seperti biasa. Setiap jam makan siang telah tiba, Arcelio selalu menghabiskan waktunya dengan duduk menikmati secangkir espresso. Namun, pada hari itu ada sesuatu yang berbeda, ketika dirinya mendapat kiriman sebuah foto melalui aplikasi pesan.
Arcelio mengernyitkan kening, melihat nomor tak dikenal yang mengirimkan pesan padanya. Namun, yang lebih membuat pria itu heran adalah isi dari pesan tersebut. Adalah foto kekasihnya, yang tengah beradegan vulgar dengan seorang pria.
"Apa-apaan ini?" gumam pria berambut gondrong tersebut, seraya menggeleng tak percaya. Bersamaan dengan itu, ada panggilan masuk dari nomor sang kekasih. Arcelio segera menenangkan diri. Bersikap wajar, seakan tak ada apapun sebelumnya.
“Pronto, sayangku,” sapa Arcelio sambil memasang earphone, ketika menerima panggilan dari sang kekasih.
“Hai, tampan. Kau sedang di mana?” balas wanita di seberang sana.
Samantha Bellucci. Seorang aktris kenamaan Italia. Wajah cantiknya selalu menghiasi pemberitaan di layar kaca, media cetak, juga online. Saat ini, Samantha sedang melakukan tour keliling Italia, untuk melakukan promo film terbarunya.
“Seperti biasa. Aku tidak pernah sesibuk dirimu, sayang,” sahut Arcelio seraya meneguk espresso, lalu mengisap rokoknya yang tinggal sedikit.
Samantha tertawa renyah. Dia mengalihkan panggilan biasa menjadi video call, sehingga tampaklah paras cantiknya di layar ponsel Arcelio. Pria itu tersenyum kalem. “Oh, astaga. Aku sangat merindukanmu,” ucap Samantha.
Wanita berusia dua puluh lima tahun tersebut, menyelipkan rambut pirangnya ke belakang telinga. “Aku ingin segera pulang ke Milan dan mempersiapkan rencana pernikahan kita.” Samantha memperlihatkan cincin pertunangan yang melingkar di jari manisnya dengan bangga.
“Kau sangat menyukainya,” ujar Arcelio menanggapi dengan tenang. Sekali lagi, dia tersenyum kalem seraya melakukan hal sama. Memperlihatkan cincin pengikat antara dirinya dengan Samantha. “Aku juga selalu memakainya. Ini cincin yang bagus,” ucap pria itu kemudian.
Samantha tersenyum manis. Tatapan penuh cinta dia layangkan kepada sang kekasih, yang berada jauh dari jangkauannya. Dia sangat mengagumi sosok Arcelio. Selain berparas rupawan, pria itu juga selalu bersikap tenang dan dewasa dalam mengambil keputusan.
Arcelio, adalah pria yang sangat pengertian dengan segala kesibukan yang dijalani Samantha di dunia keartisannya.
“Jangan lupa. Besok kau harus menemui wedding planner, untuk membahas rancangan konsep pesta pernikahan kita". Samantha mengingatkan sang tunangan, setelah beberapa saat terdiam.
“Kau sudah mengatakan itu sebanyak sepuluh kali dalam dua hari terakhir,” ujar Arcelio seraya kembali meneguk sisa espressonya.
“Iya kah? Astaga, tidak ingat. Terlalu banyak hal yang berseliweran dalam kepalaku. Kau pelupa, tampan. Karena itu, aku harus selalu mengingatkanmu. Selalu mengingatkanmu.” Samantha kembali tertawa renyah. Tawa yang sangat diatur, agar dirinya tak terlihat aneh dan berlebihan di hadapan Arcelio. Ya, itulah Samantha. Segala hal dalam hidupnya, sudah tertata dan terjadwal dengan baik.
“Tenang saja. Daya ingatku masih kuat. Kau tidak perlu khawatir,” balas Arcelio seraya mengusap-usap dagunya yang dihiasi janggut tipis. Dia melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul dua siang. “Bukankah kau ada acara pukul tiga sore ini?” tanya Arcelio.
“Ya. Aku akan bersiap-siap sebentar lagi. Penata riasku sedang ada urusan sebentar, tapi ….” Samantha melihat ke pintu, di mana muncul tiga orang yang segera berbicara padanya. Mereka mengatakan agar Samantha segera bersiap-siap. “Sayang, kuhubungi lagi nanti. Aku mencintamu.” Seusai berkata demikian, Samantha mengakhiri panggilan teleponnya.
Sementara, Arcelio juga sudah menghabiskan espresso dalam cangkir porselen putih di hadapannya. Pria itu memasukkan earphone ke saku jaket kulit, yang dia tenteng di tangan kanan.
Arcelio bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju toilet. Dia melangkah gagah sambil membetulkan gelang paracord yang melingkar di pergelangan kiri, berhimpitan dengan jam tangan casual berwarna hitam.
Beberapa langkah di hadapan Arcelio, tampak seorang wanita berambut gelap. Diikat sederhana dan tidak terlalu rapi, karena beberapa helai anak rambutnya terjatuh begitu saja. Wanita itu berjalan dengan tertatih. Sesekali, dia meringis kecil. Tampak pula celana jeans yang wanita itu kenakan basah di bagian tertentu.
Arcelio menoleh pada si wanita yang juga tengah menatap ke arahnya. “Hati-hati,” ucap wanita itu tiba-tiba. Membuat pria dengan gaya rambut man bun tadi mengernyitkan kening karena tak mengerti. “Hati-hati. Lantai menuju toilet sangat licin. Aku juga terpeleset barusan,” terangnya.
“Toilet wanita?” Arcelio menautkan alis.
Si wanita berambut gelap tertegun. Tampaknya, dia sedang memikirkan tanggapan Arcelio. “Oh, astaga!” keluhnya dengan bola mata yang bergerak tak beraturan. Dia berjalan mendekat ke hadapan Arcelio yang berdiri gagah, sambil memasukkan tangan kanan ke saku celana jeans. “Jangan katakan pada siapa pun, bahwa tadi aku buang air kecil di toilet pria,” bisik si wanita berambut gelap.
Arcelio mengernyitkan kening, kemudian mengulum senyuman. Entah mimpi apa semalam, sehingga hari ini dia bertemu dengan wanita aneh seperti di hadapannya.
“Ah, kita tidak saling mengenal,” ucap wanita itu kemudian seraya kembali mundur. “Aku tak perlu takut kau akan membocorkan hal ini pada siapa pun.” Si wanita tertawa renyah. Dia menghadap ke depan, bermaksud untuk melanjutkan langkah.
“Apakah lantainya benar-benar licin?” tanya Arcelio. Pertanyaannya telah berhasil menghentikan langkah tertatih si wanita berambut gelap tadi.
Wanita itu menoleh. “Ya. Sepertinya, mereka baru membersihkan lantai toilet dan memakai cairan pencuci terlalu banyak. Hal yang lebih parah adalah, mereka tak memasang tanda peringatan. Padahal itu sangat berbahaya. Seharusnya, pengelola tempat ini menerapkan SOP yang jelas. Dengan begitu, para karyawan tidak akan berbuat ceroboh seperti tadi. Ah, entah sudah berapa kali kesalahan seperti ini terjadi,” ujar si wanita kembali menghadapkan tubuh kepada Arcelio seraya berdecak pelan.
Arcelio manggut-manggut. “Jika kau berniat untuk melakukan protes atau meminta ganti rugi pada pengelola tempat ini, aku bersedia menemanimu. Kebetulan aku mengenal baik orangnya, karena dia adalah sepupuku.” Arcelio tersenyum kalem.
Lain halnya dengan si wanita yang seketika memasang wajah serius. Wanita itu tampak hendak mengucapkan sesuatu, tapi segera dia urungkan. Seulas senyuman muncul di parasnya yang manis. “Sepertinya, aku akan melupakan saja kejadian hari ini. Anggap kita tidak pernah bertemu dan aku tak pernah mengatakan apapun padamu.” tutup si pemilik rambut gelap itu seraya membalikkan badan. Dia berlalu begitu saja, dengan langkah yang sedikit dipaksakan.
“Apa kau yakin, Nona?” tanya Arcelio memastikan.
Wanita dengan celana jeans yang basah di bagian belakang hingga ke betis tadi, kembali menoleh. Dia memicingkan matanya. “Jangan memaksaku untuk melakukan sesuatu yang kuinginkan, Tuan,” ucapnya.
Arcelio hanya tersenyum simpul. Dia melanjutkan langkah menuju toilet. Waktunya terbuang percuma, dengan menanggapi wanita asing tadi. Namun, entah mengapa Arcelio merasa terhibur, dengan wanita berkarakter tak acuh seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
hay Arcellio sayang, emak datang
2023-05-22
1
Esther Nelwan
aku mampir thor mau kasih kopi...biar kgk ngntuk nulisnya
2023-05-21
1
Dwisya12Aurizra
Hai, ada yang baru, aku mampir 😊
2023-05-11
1