“Hai, apa aku datang terlalu pagi?” tanya Delanna dengan raut tak enak, berhubung dia melihat Arcelio yang masih lusuh dengan wajah dan rambut khas bangun tidur.
“Tidak apa-apa. Aku lupa memberitahumu jam berapa diriku biasa bangun,” sahut Arcelio seraya tersenyum kalem. Paras tampannya memang tak berkurang sedikit pun, meski penampilan pria tiga puluh tahun tersebut masih acak-acakan.
“Masuklah.” Arcelio membuka pintu cukup lebar. “Aku akan ke kamar mandi dulu,” ucap pria itu lagi, seraya menutupi mulut saat menguap lebar.
“Kalau begitu, aku akan mencari kopi selagi kau bersiap-siap,” ujar Delanna yang masih berdiri di luar.
“Baiklah. Terserah kau,” balas Arcelio kembali diiringi senyum menawan.
Delanna balas tersenyum. Dia membalikkan badan, lalu menuruni enam undakan anak tangga. Wanita muda dengan kulit eksotis tadi berjalan meninggalkan studio lukis Arcelio, menuju kedai kopi yang berjarak tak terlalu jauh dari sana.
Sementara, Arcelio membasuh wajah serta menggosok gigi. Tak lupa, dia juga mengenakan T-Shirt round neck-nya. Arcelio, kemudian merapikan rambut gondrong dengan cara mengikatnya ala man bun. Dalam waktu tak lebih dari sepuluh menit, pelukis tampan itu sudah tampil jauh lebih rapi dibanding beberapa saat yang lalu.
Ketika Arcelio sedang menyiapkan peralatan melukis, terdengar suara ketukan di pintu. Arcelio yakin bahwa itu pasti Delanna. Apa yang dia kira memang benar adanya. Wanita muda dengan gaya rambut yang diikat ala ekor kuda tersebut, datang sambil membawa dua kopi panas dalam kemasan khusus.
“Hai. Kubelikan satu untukmu,” ucap Delanna, seraya menyodorkan satu dari dua kopi yang dibawanya kepada Arcelio.
Arcelio tak menyangka, jika wanita yang baru dikenalnya beberapa hari yang lalu itu akan bersikap demikian. Selain dari Samantha, dia tak pernah menerima perhatian wanita lain dalam bentuk apapun. Bukannya tak ada wanita yang bersedia, tapi karena Arcelio memang membatasi diri dalam pergaulan.
“Terima kasih. Kenapa harus repot-repot?” Lagi-lagi, senyuman menawan itu terlihat jelas, di paras tampan sang pelukis dengan tindik kecil di telinga sebelah kiri.
“Kupikir, kau pasti membutuhkan asupan energi di pagi hari," ujar Delanna seraya tersenyum manis. Senyum yang terlihat sangat indah di wajahnya yang cantik. “Kulihat tadi kau baru bangun, Tuan Lazzaro.”
“Kau sangat pengertian, Nona Verratti,” balas Arcelio seraya meneguk kopi panasnya.
“Itulah aku.” Delanna tertawa renyah menanggapi ucapan bernada candaan dari Arcelio.
Sambil menikmati kopi tadi, perbincangan ringan terus berlangsung antara keduanya. Tak jarang, Delanna tertawa lebar menanggapi apa yang Arcelio katakan. Begitu juga sebaliknya. Arcelio terlihat sangat nyaman berbagi cerita dengan wanita yang akan menjadi model lukisannya tersebut.
Beberapa saat telah berlalu. Kopi panas yang menemani perbincangan ringan mereka sudah habis. Arcelio dan Delanna mulai membahas hal serius tentang inti pertemuan hari itu.
“Ini." Pelukis tampan berambut gondrong tadi, memberikan kain berwarna putih polos kepada Delanna.
“Apa ini?” tanya Delanna tak mengerti.
“Gantilah pakaianmu dengan kain ini,” jawab Arcelio. Dia selalu terlihat kalem dalam setiap bahasa tubuh serta gaya bicaranya.
Delanna tertegun beberapa saat. Dia menatap Arcelio, lalu mengalihkan pandangan pada kain berwarna putih polos yang Arcelio sodorkan. Sesaat kemudian, wanita berparas cantik dengan rambut gelap itu tertawa renyah. “Maksudmu … aku … aku ….” Delanna kebingungan mengutarakan kata-kata yang ingin diucapkannya.
“Ya. Aku akan melukismu hanya mengenakan kain ini,” ucap Arcelio memberikan penjelasan singkat. “Apa kau keberatan?” tanyanya memastikan.
Delanna menggerakkan mata ke kanan dan kiri, sebelum menjawab pertanyaan Arcelio. Dia lalu menggeleng diiringi senyuman khasnya yang selalu terlihat manis, hangat, serta bersahabat.
“Um … begini.” Arcelio menggaruk kepalannya sesaat. Dia menyandarkan sebagian tubuh pada pinggiran meja, di mana terdapat bermacam-macam perlengkapan melukis. Kedua tangan pria itu diletakkan di samping kiri dan kanan. Jemarinya mencengkram erat pinggiran meja tadi. “Sebenarnya, aku sudah memikirkan konsep dan tema yang akan diambil. Akan tetapi, semua ide dalam kepalaku tiba-tiba menguap, setelah meneguk kopi yang kau bawakan tadi," jelas Arcelio kalem.
“Oh, kopi sangat memengaruhi pikiranmu rupanya." Delanna tertawa renyah. "Baiklah. Aku akan mengikuti apapun yang diinginkan Tuan Arcelio Lazzaro.” Wanita muda itu kembali tertawa, sembari mendekap kain putih tadi.
“Tidak. Kau tak harus mengikuti semua yang kuinginkan,” bantah Arcelio seraya menegakkan tubuh. Postur tegapnya terlihat jelas, ketika dia melangkah ke hadapan Delanna. “Akan sangat berbahaya jika kau selalu mengikuti apa yang kuinginkan,” ucapnya lagi.
Delanna mere•mas kain putih dalam dekapannya. Jantung wanita muda itu berdegup kencang, saat melihat sorot mata Arcelio yang terasa berbeda. Menusuk teramat dalam, sehingga membuat dia menjadi tak nyaman.
Namun, Delanna harus tetap menjaga batasan dengan akal sehat. Dia tak boleh terlena sedikit pun. “Um … jadi, di mana aku bisa berganti kostum?” tanyanya mengalihkan perhatian Arcelio pada topik lain. Hal itu juga membantu dirinya dapat sedikit bernapas.
Arcelio mengarahkan tangan kanan pada kamar ganti, dengan sekat tirai berwarna putih. Sambil menunggu Delanna berganti kostum, Arcelio menyiapkan peralatan untuk melukis. Berbagai cat warna dan kuas, sudah tersedia di atas meja. Pria tampan dengan gaya rambut man bun itu terlalu fokus pada apa yang sedang dilakukan, sehingga tak menyadari bahwa Delanna telah berdiri tak jauh darinya.
“Kapan kita mulai?” Pertanyaan Delanna membuat Arcelio menghentikan aktivitas, yang membuat pria itu seakan tak peduli dengan hal lain.
Arcelio menoleh. Dilihatnya Delanna yang hanya menutupi tubuh menggunakan selembar kain putih polos tadi. “Aku sudah siap,” ujar wanita dua puluh empat tahun itu. Dia terlihat sedang menghalau segala keraguan yang mulai menggelayutinya.
“Duduklah,” suruh Arcelio. Dia mengarahkan Delanna ke sebuah meja yang ada di tengah ruangan. Meja itu cukup tinggi.
Delanna melangkah ke dekat meja kayu yang ditunjuk Arcelio. Akan tetapi, dia tak segera naik. Wanita muda tersebut kembali terlihat ragu, hingga terdengar suara Arcelio di belakangnya.
“Butuh bantuan?” tawar pelukis tampan bermata abu-abu itu. Membuat Delanna menoleh, lalu tersenyum.
Tanpa menunggu jawaban dari wanita yang akan menjadi model lukisannya, Arcelio sigap membantu si pemilik kulit eksotis tersebut naik ke meja kayu tadi. Setelah itu, dia mengarahkan pose yang akan diambil. Arcelio juga menata kembali kain putih yang membalut tubuh polos Delanna. Dia melepas ikatan, lalu merapikan rambut hitam Delanna sesuai yang diinginkan.
Delanna berusaha untuk tetap fokus, ketika Arcelio berada begitu dekat dengannya. Pria itu juga tak merasa sungkan, saat mengarahkan posisi tubuh sang model, termasuk saat pria itu mengambil foto Delanna menggunakan kamera ponsel. Bagi Arcelio, hal itu mungkin sudah menjadi sesuatu yang biasa.
Akan tetapi, tidak bagi seorang Delanna. Ini adalah pengalaman pertama. Dia juga baru bertemu Arcelio sebanyak dua kali. Rasanya terlalu canggung, untuk memperlihatkan kaki jenjang serta pundaknya yang tak tertutupi apapun.
Namun, Arcelio terlihat sangat profesional. Dia tak menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Sesekali, sepasang mata abu-abunya melihat ke depan. Pada objek indah yang tengah diaplikasikan, ke dalam goresan kuas di atas kanvas untuk menjadi mahakarya luar biasa.
Ketika Arcelio tengah fokus pada lukisan yang sedang dibuatnya, ponsel milik pria itu terus berdering.
"Kenapa tidak dijawab dulu?" Suara Delanna, membuat Arcelio menghentikan sejenak, pekerjaan yang sedang dilakukan. "Ponselmu berdering sejak tadi," ucap wanita itu lagi tanpa mengubah pose tubuhnya.
Arcelio terdiam sejenak. Sesaat kemudian, pria itu baru menanggapi. "Bisa menunggu sebentar?" tanyanya.
"Tak masalah," sahut Delanna diiringi senyum.
Arcelio meletakkan kuas serta palet cat minyak di atas meja. Dia mengambil ponsel yang tergeletak di dekat palet. Nama Samantha tertera jelas di layar. "Pronto, sayangku," sapa Arcelio lembut, tapi masih terkesan maskulin.
"Hai, tampan. Aku punya berita bagus untukmu." Suara lembut nan manja Samantha terdengar di ujung telepon.
"Apa itu?" tanya Arcelio.
"Aku akan kembali ke Milan hari ini," jawab Samantha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments