Seperti yang sudah direncanakan dari kemarin, hari ini Arcelio akan menemui wedding planner yang telah direkomendasikan oleh Samantha. Dengan mengendarai motor sport hitamnya, pria tampan berpostur 187 cm tersebut melajukan kendaraan roda dua tadi dalam kecepatan sedang. Kebetulan, jarak antara apartemen ke kantor yang dituju tidak terlalu jauh.
Sekitar setengah jam perjalanan, Arcelio telah tiba di alamat yang dimaksud. Dia memarkirkan motor sport kesayangannya. Arcelio melepas helm tanpa turun dari kendaraan. Dia bahkan sempat merapikan rambut, sebelum berjalan masuk ke bangunan dua lantai tersebut. Di dalam sana, Arcelio langsung disambut oleh seorang wanita berwajah ramah. Wanita dengan rentang usia sekitar tiga puluh lima sampai empat puluh tahun.
“Selamat siang. Aku ingin menemui Nona ….” Arcelio mengingat-ingat sejenak, nama yang telah direkomendasikan oleh Samantha. Pria tampan bermata abu-abu itu meminta waktu sebentar, untuk mengambil catatan kecil dari saku jaket kulitnya. “Ah! Nona Delanna Verratti,” ucap Arcelio menyebutkan nama yang dimaksud.
“Oh, Delanna. Apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya wanita berkacamata dengan tubuh agak gemuk itu.
“Tidak. Belum. Ah, maksudku … tunanganku sudah membuat janji dengannya. Namun, karena dia berhalangan hadir maka ….” Arcelio tersenyum kalem. Dia merasa tak nyaman, karena wanita berkacamata tadi memperhatikannya dengan tatapan yang agak aneh. “Bisakah aku menemuinya sekarang?” tanya Arcelio setelah beberapa saat terdiam.
“Oh, tentu. Mari kuantar ke ruangannya.” Wanita bertubuh agak gemuk itu berjalan mendahului.
Arcelio mengikutinya. Mereka menaiki undakan anak tangga menuju lantai dua. Sambil melangkah gagah, pria tampan dengan sneakers abu-abu tersebut mengedarkan pandangan, pada setiap sudut dan dan segala hal yang ada di lantai dua.
Sesaat kemudian, si wanita berhenti di depan pintu, dengan tulisan 'Delanna' yang terbuat dari kayu. Wanita tadi mengetuk perlahan, lalu membukanya. “Hei, Delanna. Ada tamu untukmu." Tanpa menunggu jawaban dari orang di dalam ruangan tadi, wanita berkacamata itu menghadapkan tubuh kepada Arcelio. “Silakan." Si wanita kembali membuka pintu lebar-lebar.
Arcelio mengangguk diiringi senyuman kalem. Dia melangkah masuk. Baru saja tiba di ambang pintu, sebuah sambutan luar biasa langsung diterimanya.
“Hai! Selamat datang Samantha Bellucci!” seru seorang wanita dengan histeris. Namun, senyum lebar yang terkembang dari wajah cantik wanita di balik meja kerja itu langsung memudar, ketika melihat yang datang bukanlah seseorang yang sedang dia tunggu. “Astaga,” desahnya pelan. “Ternyata bukan Samantha Bellucci.”
Arcelio tertegun seraya menatap wanita berambut gelap, yang berdiri beberapa langkah di hadapannya. Dia ingat betul bahwa wanita itu adalah seseorang yang ditemuinya kemarin, dan berbincang tentang masalah lantai toilet. “Nona Verratti?” sapa Arcelio. Suara beratnya menyadarkan wanita bernama Delanna itu.
“Ya. Delanna Verratti, wedding planner dari ….”
“Tunanganku sudah membuat janji untuk pertemuan ini,” sela Arcelio, seraya berjalan mendekat ke kursi di depan meja kerja Delanna.
“Tunangan Anda? Oh, astaga! Ya, Anda tunangan Samantha Bellucci?” Delanna baru menyadari hal itu. “Silakan duduk.” Wanita berambut gelap tadi mengarahkan tangan kanan pada dua buah kursi yang berdampingan depan mejanya. “Bisakah Anda memintakan tanda tangan Samantha untukku? Aku penggemar beratnya.” Delanna meminta dengan penuh harap.
“Hanya tanda tangan?” Arcelio menaikkan sebelah alisnya.
“Tadinya, aku ingin berfoto secara langsung dengan Samantha. Kupikir, dia akan datang kali ini. Aku sudah memakai kemeja terbaik yang hanya kupakai dalam acara-acara tertentu,” celoteh Delanna seraya ikut duduk, saat melihat Arcelio menempati kursinya.
Arcelio tersenyum kalem. Lagi-lagi, dia merasa lucu dengan ucapan wanita itu. Delanna terlihat apa adanya. Dia tak menjaga image atau takut terlihat jelek. “Tunanganku sedang berada di luar kota. Sebagai penggemar berat, kukira Anda tahu bahwa dia sedang melakukan promo film terbarunya,” pikir Arcelio diakhiri embusan napas pelan.
“Oh, ya. Kupikir, Samantha akan datang,” ujar Delanna kecewa.
Arcelio manggut-manggut pelan. “Baiklah. Kalau begitu, aku akan kembali nanti setelah dia pulang dari tournya.” Arcelio bermaksud untuk beranjak dari kursi.
Namun, dengan segera Delanna mencegah. “Tidak! Jangan!” Delanna mengulurkan tangan sebagai isyarat agar Arcelio tetap duduk di tempatnya. “Aku harus tetap bersikap profesional. Baiklah, Tuan ….” Delanna lupa nama pasangan Samantha, yang telah ada dalam catatannya.
Delana membuka kembali buku binder berisi catatan nama kliennya. Sesuatu yang unik, karena dia menyimpan bukan dalam komputer, melainkan ditulis secara manual. “Tuan Lazzaro,” lanjut Delanna seraya menutup buku. Wanita itu kembali mengarahkan perhatian pada Arcelio.
“Arcelio. Panggil saja begitu,” ujar pria tampan dengan gaya rambut man bun tersebut, diiringi senyuman kalem.
“Oh, baiklah. Tuan Arcelio ….”
“Arcelio saja. Aku tidak menyukai sesuatu yang terlalu formal dan kaku,” ralat pria bermata abu-abu itu, seraya kembali menyunggingkan senyuman menawannya.
“Aku juga,” balas Delanna. “Aku juga tidak menyukai sesuatu yang terlalu formal, banyak aturan, dan … penuh aturan. Hal seperti itu sangat membosankan. Terkadang, untuk menguap atau bersin saja harus memakai aturan yang sangat panjang serta mendetail,” celoteh Delanna. Seperti kemarin-kemarin, wanita bermata cokelat madu itu tak dapat mengendalikan kata-katanya. Dia terlihat sangat antusias.
Arcelio tersenyum kalem sambil memperhatikan wanita yang terus berceloteh tak tentu arah. Sepuluh menit telah terbuang hanya untuk berbasa-basi. Tak bisa dibayangkan, seandainya Samantha yang datang ke sana. Tunangan Arcelio tersebut pasti sudah tak tahan untuk segera pulang. Merasa Delanna sudah terlalu banyak bicara, Arcelio akhirnya memberi isyarat dengan cara mendehem pelan.
Wanita berkulit eksotis dengan kemeja yang lengannya dilipat menjadi tiga per empat itu, seketika terdiam. Dia mungkin baru menyadari satu hal, bahwa yang ada di hadapannya adalah klien. Bukanlah teman yang rela mendengarkan pidato panjang lebarnya hingga berjam-jam.
“Maaf, Tuan Lazzaro … ah, Arcelio,” ralat Delanna. Dia menjadi salah tingkah. Delanna membetulkan posisi duduknya. “Baiklah. Mari kita mulai dengan konsep pesta pernikahan yang kau dan Samantha impikan. Coba ceritakan padaku,” pintanya. Delanna berusaha terlihat profesional.
“Baiklah.” Arcelio yang tadinya duduk dengan santai, kali ini mengubah posisi menjadi lebih tegak. Postur tegap pria itu pun terlihat jelas, meski hanya dari bentuk bahu serta pahatan lengannya yang kokoh.
“Jadi, sebenarnya aku dan Samantha memiliki pendapat yang berbeda dalam memilih konsep pesta pernikahan kami. Dia menyukai sesuatu yang mewah, megah, dan tentu saja berkelas. Ada kristal di mana-mana, seperti pesta di dalam gua es yang mengilap,” terang Arcelio. Sementara, Delanna menyimak dengan saksama.
“Sedangkan diriku … aku menyukai sesuatu yang … bukan tentang seberapa megah dan mewah ornamen yang diperlihatkan. Entahlah, aku bingung bagaimana cara menjelaskannya.” Arcelio mengembuskan napas pelan.
“Apakah maksudnya tentang sesuatu yang lebih sederhana dan kalem?” terka Delanna.
“Ya, seperti itu.” Arcelio setuju dengan apa yang Delanna ucapkan. “Ayah dan ibuku, menikah dengan mengusung pesta kebun yang jauh dari kata mewah. Namun, dari foto-foto yang kulihat, dalam pesta itu ada sebuah interaksi yang terasa begitu hangat dan menyatu. Semuanya. Bunga, kursi, seluruh dekorasinya terlihat sempurna.”
Delanna tampak berpikir beberapa saat, sebelum menanggapi ucapan Arcelio. “Aku rasa, apa yang ada dalam bayangan Samantha adalah sesuatu yang wajar. Terlebih, kita semua mengetahui siapa dia. Tak mungkin seorang aktris besar seperti tunanganmu itu menyelenggarakan pesta yang biasa saja. Mengingat, akan ada banyak tamu undangan penting, wartawan, dan ….”
“Akan tetapi aku menikahi Samantha kekasihku. Bukan Samantha sang aktris terkenal yang memiliki nama besar di jagat perfilman Italia,” bantah Arcelio.
Delanna kembali terdiam dan berpikir sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuk pada permukaan bibir. Sepasang mata cokelat madunya bergerak tak beraturan. Tanpa sengaja, ekor mata wanita berambut gelap itu tertuju pada Arcelio yang ternyata tengah memperhatikannya.
Delanna kembali menegakkan tubuh, lalu tersenyum manis. “Itu juga tidak keliru, karena pernikahan seharusnya menjadi sesuatu yang sangat sakral. Ini adalah momen bersejarah sekali dalam seumur hidup.”
Arcelio mengernyitkan keningnya. “Jadi, apakah kau sudah ada gambaran?” tanya pria itu.
“Akan kupikirkan nanti, konsep seperti apa yang cocok untuk pesta pernikahanmu dan Samantha. Dalam urusan seperti ini, ada baiknya jika kita berunding bersama. Dengan begitu, aku bisa mendengarkan opini dari kedua belah pihak. Jadi, kira-kira kapan Samantha akan kembali dari tour promonya?” tanya Delanna. Bahasa tubuh wanita berkulit eksotis itu tiba-tiba terlihat berbeda.
Arcelio menaikkan sebelah alisnya. “Jika tidak ada halangan, dia baru akan kembali sekitar satu minggu lagi,” jawab Arcelio.
“Baiklah. Kalau begitu, kita jadwalkan untuk pertemuan berikutnya hingga Samantha kembali,” putus Delanna.
Arcelio mengembuskan napas panjang. “Baiklah,” ucapnya setuju. “Apa kakimu sudah sembuh?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
ciee perhatian 😁
2023-05-11
1