YOU ARE MY DESTINY
Beberapa mobil ber logo bintang itu membelah jalanan kota,menyalip para pengendara lain,dengan lajunya yang sangat cepat.
Seorang laki-laki tua duduk di dalam nya memegang tongkat yang berdiri di tangan kanan nya.Wajah keriput itu selalu melihat ke arah jendela.
Kebisingan kota pagi ini sungguh sangat padat.Kota besar dengan di kelilingi gedung-gedung pencakar langit.
Suara klakson pengemudi yang selalu bersahutan.Hari ini adalah waktu yang di nanti oleh beliau.Setelah berpuluh tahun akhirnya waktu nya telah tiba.
"Permisi Tuan,sudah sampai" Ajudan Rusli berbicara dan membongkokan badannya.
"Oh iya" beliau pun turun.Tongkat kayu yang sangat licin dan mengkilat sudah dulu keluar menapaki tanah,lalu diiringi sepatu hitam yang sama mengkilatnya.
Bangunan yang sederhana terpampang di depan lelaki tua itu.Tubuhnya tegap menghadap persis di pintu gerbang yang hanya muat untuk sepeda motor.
Pak Rusli membukakan untuk Tuan nya.
"Silahkan Tuan!"
Langkah nya tegap,tangan kirinya ia lipat di gendong kebelakang.
Satu kali bel berbunyi.
"Iya tunggu sebentar!!" Teriak wanita paruh baya di dalam rumah yang sedang memasak memakai apron.Sedang bergelut dengan alat dapurnya.
Bel kembali berbunyi!
"Ishh tidak sabaran sekali.Tunggu sebentar!!!" Teriakan nya mungkin melengking.Tapi tidak terdengar hingga ke depan rumah.
Bel berbunyi untuk ketiga kalinya!
Wanita itu akhirnya mematikan kompor dan melempar celemek yang ada dikedua tangan nya ke sembarang tempat.
"Ayssshh,sama sekali tid_" Ucapannya terhenti saat pintu berhasil di buka olehnya.Dua orang berada di ambang pintu,dan yang lain nya ada di depan gerbang.Beberapa tetangga sudah melihat,penasaran.
"Rentenir nagih utang mungkin ya buk!"
"Kalau tidak dari pihak Bank,akan menyita rumahnya!"
Dan masih banyak yang lain nya.Tak sengaja para pengawal yang dekat dengan pintu gerbang mendengar dan melirik.Mereka pun langsung berjalan cepat,Karena takut pada tatapan pengawal.
"Permisi..Benar ini rumah Tuan William?"
Wanita parubaya itu masih tercengang dengan apa yang dilihat nya.
"Maaf Bu,Sekali lagi saya tanya.Benar ini rumah William?" Pak Rusli kembali mencondongkan tubuhnya.
Laki-laki tua yang di sebelahnya hanya diam menyimak di iringi senyumnya.
"Oh,maaf..Maksut Anda Willi?Papah ku Willi?"
Pak Rusli pun menoleh kepada Tuan nya.Lelaki tua itu mengangguk.
"Apa kita boleh masuk?Tuan saya ingin bertemu dan menyampaikan sesuatu kepada Tuan Willi"
"Si-silahkan.Maaf rumahnya sedikit berantakan" wanita itu menarik selimut yang ada di sofa,dan mengambil dua gelas bekas susu yang telah tandas.
Langkahnya cepat,menuju dapur mematikan tungku kompor sebelahnya karena tadi tanggung sedang memasak.Apron nya dia lepas,dan diletakan di sembarang tempat.
Dua gelas teh hangat,dan beberapa toples cemilan.Kebetulan anak gadis nya membeli biskuit beberapa hari yang lalu.
"Maaf kan saya,jika tidak nyaman" merasa tidak enak hati,wanita itu meminta maaf.
"Tidak apa-apa.Dimana Willi?" Lelaki tua itu menanyakan sahabat saat mudanya dulu.
Wajah wanita parubaya itu berubah menjadi mendung.Rasanya masih ingat saat mengurus Papah nya yang belum ada satu tahun meninggal kan nya,dan dua cucu.
"Papah Willi sudah meninggal beberapa bulan lalu.Jantung,beliau terkena serangan jantung.Kami di haruskan menyediakan sejumlah uang yang cukup banyak guna operasi pemasangan ring.Tapi sayang kami tidak mampu dan hanya berobat jalan.Itu saja kami harus meminjam kesana kemari.Dan pada akhirnya Papah menghembuskan nafas terakhir"
Wajah wanita itu semakin mendung,beberapa butiran bening sudah mengalir deras di pipinya.
Pak Rusli memberikan tissue yang sudah di sediakan di meja.
"Apa kau ingat padaku?" Pria tua itu memajukan sedikit duduknya.
Wanita itu pun menggeleng.Sambil sesekali menyusut hidungnya.
"Aku Om Candra,kau dulu sering bermain dengan ku saat papah mu bermain,dan membawa mu kemana-mana karena ibumu meninggal saat melahirkan mu"
Wanita itu mencoba mengingat dan mengusap air matanya.
"Kau ingat?" sekali lagi lelaki tua itu bertanya kembali.
sedetik
dua detik
lima detik
tujuh detik
sebelas detik
"Ya aku ingat!" Suaranya mengagetkan keduanya yang sedari tadi menunggu dengan serius.Keduanya terlonjak kaget.
"Maafkan aku,ternyata Willi sudah pergi lebih dulu.Aku benar-benar tidak tahu mengenai itu"
Wanita itu mengangguk,tidak apa baginya.Karena memang papah nya pergi terlalu cepat.
Bukan karena penanganan yang terlambat.Tapi karena papahnya yang tidak pernah bercerita.Papah nya selalu memendam rasa sakit nya.Bukan karena apa-apa,tapi ia takut menyusahkan anak dan menantu nya.
Menantu nya hanya sopir taxi,sementara anaknya hanya pembuat catering musiman.Jika ada yang order dia terima jika tidak,dia lebih suka mendaur ulang kain perca yang ia dapat dari tukang jahit tetangga sebelah.
Sementara kedua cucunya masih sekolah,Lavina kuliah dengan biaya siswa.Dirinya saja sering tidak jajan seperti yang lain, beruntung mempunyai kekasih yang baik dan sering mentraktir.
Cucu yang satu lagi masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama kelas dua.Sama hal nya dengan Lavina,Nino juga mendapat biaya siswa tapi dia lebih suka ekskul basket di luar,dan untuk itu harus mengeluarkan uang juga yang tidak sedikit.
"Maaf om,ada perlu apa datang kemari?"
.
.
.
to be continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
anak2 pintar. bisa sekolah dengan beasiswa tidak memberatkan orang tua
2023-05-18
0