NovelToon NovelToon

YOU ARE MY DESTINY

BAB. 1 RUMAH WILLIAM

Beberapa mobil ber logo bintang itu membelah jalanan kota,menyalip para pengendara lain,dengan lajunya yang sangat cepat.

Seorang laki-laki tua duduk di dalam nya memegang tongkat yang berdiri di tangan kanan nya.Wajah keriput itu selalu melihat ke arah jendela.

Kebisingan kota pagi ini sungguh sangat padat.Kota besar dengan di kelilingi gedung-gedung pencakar langit.

Suara klakson pengemudi yang selalu bersahutan.Hari ini adalah waktu yang di nanti oleh beliau.Setelah berpuluh tahun akhirnya waktu nya telah tiba.

"Permisi Tuan,sudah sampai" Ajudan Rusli berbicara dan membongkokan badannya.

"Oh iya" beliau pun turun.Tongkat kayu yang sangat licin dan mengkilat sudah dulu keluar menapaki tanah,lalu diiringi sepatu hitam yang sama mengkilatnya.

Bangunan yang sederhana terpampang di depan lelaki tua itu.Tubuhnya tegap menghadap persis di pintu gerbang yang hanya muat untuk sepeda motor.

Pak Rusli membukakan untuk Tuan nya.

"Silahkan Tuan!"

Langkah nya tegap,tangan kirinya ia lipat di gendong kebelakang.

Satu kali bel berbunyi.

"Iya tunggu sebentar!!" Teriak wanita paruh baya di dalam rumah yang sedang memasak memakai apron.Sedang bergelut dengan alat dapurnya.

Bel kembali berbunyi!

"Ishh tidak sabaran sekali.Tunggu sebentar!!!" Teriakan nya mungkin melengking.Tapi tidak terdengar hingga ke depan rumah.

Bel berbunyi untuk ketiga kalinya!

Wanita itu akhirnya mematikan kompor dan melempar celemek yang ada dikedua tangan nya ke sembarang tempat.

"Ayssshh,sama sekali tid_" Ucapannya terhenti saat pintu berhasil di buka olehnya.Dua orang berada di ambang pintu,dan yang lain nya ada di depan gerbang.Beberapa tetangga sudah melihat,penasaran.

"Rentenir nagih utang mungkin ya buk!"

"Kalau tidak dari pihak Bank,akan menyita rumahnya!"

Dan masih banyak yang lain nya.Tak sengaja para pengawal yang dekat dengan pintu gerbang mendengar dan melirik.Mereka pun langsung berjalan cepat,Karena takut pada tatapan pengawal.

"Permisi..Benar ini rumah Tuan William?"

Wanita parubaya itu masih tercengang dengan apa yang dilihat nya.

"Maaf Bu,Sekali lagi saya tanya.Benar ini rumah William?" Pak Rusli kembali mencondongkan tubuhnya.

Laki-laki tua yang di sebelahnya hanya diam menyimak di iringi senyumnya.

"Oh,maaf..Maksut Anda Willi?Papah ku Willi?"

Pak Rusli pun menoleh kepada Tuan nya.Lelaki tua itu mengangguk.

"Apa kita boleh masuk?Tuan saya ingin bertemu dan menyampaikan sesuatu kepada Tuan Willi"

"Si-silahkan.Maaf rumahnya sedikit berantakan" wanita itu menarik selimut yang ada di sofa,dan mengambil dua gelas bekas susu yang telah tandas.

Langkahnya cepat,menuju dapur mematikan tungku kompor sebelahnya karena tadi tanggung sedang memasak.Apron nya dia lepas,dan diletakan di sembarang tempat.

Dua gelas teh hangat,dan beberapa toples cemilan.Kebetulan anak gadis nya membeli biskuit beberapa hari yang lalu.

"Maaf kan saya,jika tidak nyaman" merasa tidak enak hati,wanita itu meminta maaf.

"Tidak apa-apa.Dimana Willi?" Lelaki tua itu menanyakan sahabat saat mudanya dulu.

Wajah wanita parubaya itu berubah menjadi mendung.Rasanya masih ingat saat mengurus Papah nya yang belum ada satu tahun meninggal kan nya,dan dua cucu.

"Papah Willi sudah meninggal beberapa bulan lalu.Jantung,beliau terkena serangan jantung.Kami di haruskan menyediakan sejumlah uang yang cukup banyak guna operasi pemasangan ring.Tapi sayang kami tidak mampu dan hanya berobat jalan.Itu saja kami harus meminjam kesana kemari.Dan pada akhirnya Papah menghembuskan nafas terakhir"

Wajah wanita itu semakin mendung,beberapa butiran bening sudah mengalir deras di pipinya.

Pak Rusli memberikan tissue yang sudah di sediakan di meja.

"Apa kau ingat padaku?" Pria tua itu memajukan sedikit duduknya.

Wanita itu pun menggeleng.Sambil sesekali menyusut hidungnya.

"Aku Om Candra,kau dulu sering bermain dengan ku saat papah mu bermain,dan membawa mu kemana-mana karena ibumu meninggal saat melahirkan mu"

Wanita itu mencoba mengingat dan mengusap air matanya.

"Kau ingat?" sekali lagi lelaki tua itu bertanya kembali.

sedetik

dua detik

lima detik

tujuh detik

sebelas detik

"Ya aku ingat!" Suaranya mengagetkan keduanya yang sedari tadi menunggu dengan serius.Keduanya terlonjak kaget.

"Maafkan aku,ternyata Willi sudah pergi lebih dulu.Aku benar-benar tidak tahu mengenai itu"

Wanita itu mengangguk,tidak apa baginya.Karena memang papah nya pergi terlalu cepat.

Bukan karena penanganan yang terlambat.Tapi karena papahnya yang tidak pernah bercerita.Papah nya selalu memendam rasa sakit nya.Bukan karena apa-apa,tapi ia takut menyusahkan anak dan menantu nya.

Menantu nya hanya sopir taxi,sementara anaknya hanya pembuat catering musiman.Jika ada yang order dia terima jika tidak,dia lebih suka mendaur ulang kain perca yang ia dapat dari tukang jahit tetangga sebelah.

Sementara kedua cucunya masih sekolah,Lavina kuliah dengan biaya siswa.Dirinya saja sering tidak jajan seperti yang lain, beruntung mempunyai kekasih yang baik dan sering mentraktir.

Cucu yang satu lagi masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama kelas dua.Sama hal nya dengan Lavina,Nino juga mendapat biaya siswa tapi dia lebih suka ekskul basket di luar,dan untuk itu harus mengeluarkan uang juga yang tidak sedikit.

"Maaf om,ada perlu apa datang kemari?"

.

.

.

to be continue

BAB. 2 SURAT WASIAT

Brakk!!

Ceklek!!

"Aku pulang Bu!" Nino yang baru saja pulang langsung menanggalkan tas nya dan terlentang berbaring di bawah kipas angin ruang tengah.

Panas yang terik membuat tubuhnya gerah kepanasan.Terlebih lagi harus mengayuh sepeda federal,membuat nafas nya terengah-engah.

Botol air yang selalu Ibunya bawakan sudah tandas saat di sekolah tadi.Hanya bisa meneguk air liur nya saja saat dari sekolah hingga sampai ke rumah.

Ekonomi lah yang lagi-lagi membuat keluarga mereka harus berhemat.

Suara krann dari air mineral mengalir deras.Hanya mengulurkan tangan nya saja Nino dapat melakukan itu.

Dahaganya sudah sedikit reda.Segelas air menyiram kerongkongan nya yang tadi sangat kering.

Kaki nya melangkah ke kamar,dan menyeret tas yang tadi di gunakan sebagai alas rebahan.Melewati kamar Orang tua nya Nino mengintip Ibunya yang sedang berdiri di depan lemari dan membaca selembar kertas,yang dia ketahui di ambil dari file peninggalan kakek nya.

Perhatian nya tidak fokus kesana karena tubuhnya sangat ingin bertumpu di kasur miliknya.Nino pun melangkah kan kaki,melanjutkan tujuan.

.

.

.

Beberapa jam kemudian.

Ceklek!

"Assalamualaikum Bu!" Kakinya melepas sepatu dengan menginjak bagian tumit masing-masing.

Wanita parubaya itu langsung menyahut suara seseorang yang di cintai nya hingga kini,menua bersama.

"Walaikum salam yah" Diraih nya tangan pria itu kemudian menyalimi takzim.

"Nino sudah pulang Bu?"

"Sudah,ada dikamar."

"Lavina juga sudah pulang?"

"Belum,Dia biasanya akan pulang menjelang petang"

Mendadak wajah istrinya berubah,menunduk,dan memanyunkan bibir nya.Tangan nya diremas remas sendiri karena ragu.

"Kenapa Bu?"

"Ehmmm...Lebih baik ayah membersihkan diri dulu,dan istirahat.Ibu buatkan teh ya?"

Suami nya pun mengangguk,berjalan.Tangan nya membuka kancing lengan kemeja nya.Menuju kamar mandi di sebelah dapur itu.

Sementara itu, wanita itu membuat teh dan membawa nya di ruang tamu.Berjalan ke kamar mengambil selembar kertas dari lemari dan kembali lagi ke sofa ruang tamu untuk menunggu sang suami bersiap setelah mandi.

.

.

.

Setelah mandi,dan berganti baju,mengetahui istrinya menunggu di depan.Ia pun menghampirinya.

"Ini apa Bu?" Di raihnya kertas itu.Ayah Pras mengambil kertas itu dari meja dan membaca perlahan dengan teliti.

Istrinya menunggu komentar.

"Bagaimana yah?"

"Ini wasiat papah?Sejak kapan?kenapa aku baru mengetahui nya?"

Istrinya pun menghembuskan nafas,wajah lesu.Ternyata jawaban nya sama dengan dirinya,Dia juga baru tahu itu setelah kedatangan Kakek Candra pagi tadi.

"Itu disebelah kiri bawah ada tanggal nya.Itu juga di tulis oleh papah,itu tulisan papah.Lihat saja,itu tulisan jaman dulu kan yah?"

Tidak di pungkiri memang tulisan latin tegak bersambung yang sangat indah dan rapih,dan lagi tulisan itu tidak menggunakan pena yang biasa,melainkan pena yang runcing.

Tulisan seperti ini biasa digunakan oleh orang-orang terdahulu jika menurut Ibu Lestari,Anak perempuan satu-satunya William.

"Lalu maksut nya apa Bu?" Ternyata Pras belum paham juga maksut dari isi surat wasiat itu.

"Kakek Candra kemari pagi tadi"

Pras pun mengerutkan keningnya.

Kakek Candra?Seperti nya barubaku membaca nama itu.

Pras pun meneliti nama tanda tangan,di sebelah nama mertua nya.

CANDRA

"Beliau kemari tadi pagi?"

Tari pun mengangguk.

"Dari dulu kakek Candra tahu alamat ini.Beliau tadinya ingin menemui Papah Willi,tapi sayang papah Willi sudah tidak ada,dan beliau sama sekali tidak tahu_"

"_Kakek Candra menagih"

"Papah punya hutang kepadanya Bu?"

Belum juga selesai berbicara tapi suaminya sudah memotong.

"Kakek Candra tidak pernah perhitungan dengan Papah.Kakek Candra menagih janji papah kepada nya.Untuk menjodohkan Cucunya dengan Cucu papah" Saking gemasnya,Lestari berbicara panjang lebar dengan cepat dan lugas.

"Hah,Maksutnya Bu?Beliau ingin menikahkan cucunya dengan salah satu anak kita?"

Lestari mengangguk.

"Siapa?Anak kita masih kecil Bu"

"Bukan Nino,cucu nya Laki-laki.Berarti Lavina"

Keduanya bingung seketika,pasalnya membujuk Lavina itu susah.Cita-citanya akan melanjutkan S2,program biasiswa di kampus sudah dia ikuti semua.

Cerdas, pintar membuat dirinya gila belajar.Memang dirinya menjalin kasih dengan teman sejurusan juga,tapi kekasihnya sangat pengertian dan sama gila nya untuk belajar.

Tanpa mereka tahu,di sebalik tembok anak laki-lakinya mendengar pembicaraan kedua orang tua itu.

Meski masih baru kelas dua SMP tapi Nino tahu arah pembicaraan itu.Makin penasaran lah dia mendekati ke meja dan merebut kertas wasiat itu.

Pras dan Tari pun hanya melihat tanpa mengambil kertas.Nino membaca dari awal hingga keseluruhan surat wasiat itu.

"Ini beneran keluarga Candra Bu? Keluarga Candra teman dekat kakek William?Woah ternyata kakek hebat,punya sahabat seleb tapi tidak pernah bercerita."

Suara sepeda motor terdengar.Semua nya melihat ke arah pintu gerbang.Secepat kilat Ibu Lestari merebut kertas yang Nino pegang,melipat,dan menyembunyikan disebelah dudukannya.

"Sore Bu yah" Lavina melepas sepatunya melangkah ke dalam rumah,sebelum itu menyapa dulu kepada ayah dan ibunya.

"Tumben pada kumpul di sini ramean" Tangan nya mengambil biskuit di toples.

"Kak,kita sedang ber bicara tentang perj_" Mulut Nino di sekap oleh ayahnya,karena belum menemukan titik terang,terpaksa berita ini di rahasiakan terlebih dahulu dari Lavina.

Lavina mengerutkan dahinya.

"Apasih dek?

Ehm...ehm...ehhmmmm

Suara Nino kesusahan karena bibirnya di tutup telapak Pras.

"apasih yah,Bu?

"Bukan apa-apa nak,biasa Nino memang suka bocor mulutnya.Padahal lagi gibahin artis, kami ya yah?" Tari tersenyum kaku.

Merasa ada yang aneh,Lavina memutuskan untuk meninggalkan mereka dan menuju kamar.Mandi lalu mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya.

.

.

.

to be continue

BAB. 3 PERJODOHAN

Pagi yang cerah,sesuai dengan wajah lelaki tua itu,Kakek Candra.Di usianya yang hampir memasuki tujuh puluh tahun,beliau baru bisa mencari sahabat nya.

Kesepakatan yang terjadi beberapa puluh tahun lalu,sekarang lah saat nya ia penuhi.Tapi sayang,tempo hari mendatangi rumah Sahabatnya yang bernama William ternyata dia sudah lebih dahulu berpulang ke pangkuan ilahi.

Meninggalnya Willi tak mengubah kesepakatan mereka,Kakek Candra tetaplah menjodohkan para cucu mereka di kemudian hari.

Kakek Candra yang sudah bermusyawarah dengan anak tertua nya,yaitu Bagaskara dan istri Bagaskara,Meisinta.Walau menantu nya sedikit was-was akan dampak perjodohan ini pada anaknya,tapi Bagaskara mencoba meyakinkan bahwa semua nya pasti akan baik-baik saja,dan anaknya pun menerima.

"Katakan pada Semuanya,setelah sarapan nanti untuk berkumpul di ruang tengah.Aku akan menyampaikan sesuatu!"

Pak Rusli pun mengangguk dan undur diri dari tempat itu.

Meja makan keluarga lah tujuan nya saat ini.Bagaskara,Meisinta dan juga anak laki-laki nya ada di sana.Hanya tinggal tunggu Kakek Candra saja untuk memulai menyantap.

Namun alih-alih yang di tunggu datang.Ini Pak Rusli yang mendekat,bukan Kakek Candra.

"Selamat Pagi,,maaf saya ingin menyampaikan sesuatu dari Tuan Besar.Setelah sarapan beliau ingin berbicara kepada semua keluarga di ruang tengah"

Bagaskara pun mengangguk.Raut wajah istrinya berganti masam.Dia sudah tahu apa yang akan mertua nya itu bicarakan.Tangan nya menggenggam jemari suaminya.

"Tenang,semua nya akan baik-baik saja.Percaya dengan ku!" Bagaskara mengedipkan matanya menatap istrinya.

"Ada apa sih Pah Mah?" Cucu laki-laki nya penasaran dengan ekspresi kedua orang tuanya.

"Nanti kau akan tau sendiri nak.Sekarang kita mulai saja sarapan nya.Mungkin Papah sedang tidak ingin bergabung!" Matanya melirik ke Pak Rusli.

Bagaskara,mempunyai impian menghabiskan masa tua nya di kampung Mendiang Ibu nya,membuat masa jabatan di perusahaan Candra Corpuration terpaksa ia tanggalkan.

Menjabat sebagai President Direktur di perusahaan itu,membuat nya memilih anak lelaki nya untuk meneruskan.Sejak sekolah menengah pertama anaknya sudah dilatih kepemimpinan kerja.

Bergaul dengan masyarakat pada umumnya pun jarang dia lakukan.Hari-hari nya hanya home schooling dan akan berangkat sekolah jika ujian saja.

Kini anak lelaki nya itu sudah tumbuh dewasa bergelar Doktor,lulusan dari salah satu fakultas ternama di Belanda.

Kepemimpinan nya pun tidak di ragukan lagi,sudah tiga bulan dia menjabat presiden direktur menggantikan Bagaskara.

Sarapan dilakukan dengan tenang,sesekali Meisinta melirik Anak laki-lakinya dan suami nya bergantian.Entah apa yang akan terjadi setelah ini.Dia tak mau terpaksa berjauhan untuk yang ke dua kalinya.

Anak perempuan nya memutuskan untuk mengejar karier karena perjodohan juga.Meisinta takut itu terjadi kepada anak lelakinya.Menolak dan Kabur meninggal kan rumah.

.

.

.

Kini mereka sudah duduk di ruang tengah.Menunggu Kakek Candra mulai bicara.

"Sebelumnya kalian berdua pasti tahu apa yang akan aku sampaikan?" Matanya menyorot kepada anak lelaki dan menantunya.

Bagaskara pun mengangguk mengerti.

Kakek Candra memberikan kode pada Pak Rusli untuk meletakan dokumen dengan map berwarna coklat di atas meja.

"Cucu ku,silahkan buka map itu!"

"Aku kek?"

"Ya,bukalah!"

Dia pun meraih map itu dari meja dan membuka nya.Beberapa lembar foto-foto yang di ambil secara candid oleh seseorang.Foto gadis perempuan dengan senyumnya yang sangat manis bagi lake Candra.

Foto itu dia masukan lagi,selanjutnya selembar kertas dia buka dan membacanya.

Map coklat itu beralih ke tangan Mamah dan Papahnya.Bagaskara dan Meisinta tersenyum melihat beberapa lembar foto itu.Begitu juga Kakek Candra pun tersenyum melihat anak dan menantu nya tersenyum.

Tidak sia-sia ia memilihkan calon cucu menantu.Nyatanya kedua anak dan menantu nya tersenyum saat melihat foto itu.

Tapi lain hal dengan cucu lelaki nya.Matanya menyipit,rahangnya menjadi tegas.Tatapan tidak suka dia layangkan kepada Kakek nya lalu Papahnya.

"Maksut semua ini apa kek?"

"Kau tentu paham cucu ku?!"

Cucu nya beranjak dari sofa,tangan nya di cekal oleh sang mamah.Ia sudah menduga anaknya akan seperti ini.

"Aku sudah dewasa kek,aku berhak menentukan hidup ku sendiri.Lagi-lagi seperti ini.Apa kurang kakak pergi dari rumah karena perjodohan juga?!!!"

Tangan kirinya di cengkram oleh sang mamah "duduk,dan turunkan nada bicaramu!!!" pelan namun kalimatnya penuh penekanan.

Akhirnya dia duduk kembali.

"Kali ini kau tak bisa menolak,kau calon pemimpin tunggal.Aku sudah sangat tua,aku ingin kau mempunyai pendamping saat kau resmi memegang jabatan presiden direktur sebenarnya"

Cucu nya menunduk kan wajahnya,entah apa yang dipikirkan orang tua jaman sekarang.Perjodohan hanya itu mungkin.

"Tapi tidak seperti ini kek!"

"Aku tidak meminta mu menjawab sekarang,pikirkan lah lagi!Tiga hari atau seminggu kau akan menikahinya.Tidak atau pun setuju,kau tetap akan menikahinya!!!" Kakek Candra berlalu meninggalkan ruang tengah,dengan di ikuti Pak Rusli.

Lelaki muda itu menangkupkan kedua telapak tangan nya di wajah.

"Tenangkan dirimu nak.Mamah dan Papah sepakat setuju dengan keputusan Kakek Candra,beliau tidak akan salah memilihkan istri untuk mu" Meisinta mengusap-usap bahu anak nya,untuk sedikit lebih tenang.

"Kakek selalu begitu!selalu memaksakan kehendaknya.Aku sudah menuruti semua keinginan nya Mah,aku sudah dua puluh delapan tahun,haruskah masalah pendamping hidup ku juga,kalian yang mengaturnya?"

"Maafkan kami nak!Maafkan kami!" giliran Bagaskara yang menepuk bahu anaknya lalu berlalu dari sana.Meninggalkan anak dan Ibu nya untuk bicara dari hati ke hati.

"Percayakan saja pada Kekekmu, cobalah mendekatinya dulu jika kau ingin.Mamah akan mencoba bicara pada kakek mu"

"Maksut mamah aku harus mendekati gadis itu dahulu?" kepala menggeleng dengan cepat.

"Lalu Bagaimana dengan Sheryl mah?" frustasi,satu kata yang mamahnya bisa katakan saat melihat raut wajah anaknya.

"Bukan kah kau tidak ada hubungan apa-apa dengan nya?"

"Menurut mamah begitu,tidak menurut ku.Aku menyayangi nya sejak kecil mah.Hatinya akan hancur pasti.Papah nya meninggalkan dia saat dia beranjak dewasa,lalu aku?Dia pasti akan marah besar dengan ku!"

"Nanti kita bicarakan lagi.Kamu sudah melewati jam kerja,berangkat lah dulu.Jangan memikirkan apapun!"

Mamahnya sangat disiplin waktu,hingga memotong pembicaraan mereka berdua.Anaknya pun menurut saja,berpamitan dan melangkah menjauhi mamah nya.

.

.

.

to be continue

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!