DESIRE
Di sebuah lorong rumah sakit, pada malam hari.
Sebuah brangkar pasien tengah didorong dengan begitu cepat menuju ke ruang gawat darurat.
Seorang wanita yang saat itu berada di atas brangkar, nampak dengan mulut penuh darah bahkan mengenai kerah bajunya, hingga beberapa terlihat berceceran di lantai.
Seorang gadis, dengan masih menggunakan seragam sekolah lengkap dengan tasnya, turut datang bersama pasien itu, dan terus berlari mengimbangi para tenaga medis yang juga berlari mendorong brangkar.
"Tolong bertahan, Bu. Tolong lah," batin gadis itu.
Sesampainya di ruang penanganan, seorang perawat yang berada paling belakang, menahan sang gadis yang sejak tadi terus mengikuti mereka.
"Maaf, Nona. Sebaiknya Anda sedikit menjauh! Biarkan tim medis menangani pasien terlebih dulu," seru perawat itu.
"Tapi tolong selamatkan Ibu ku. Tolong," pinta gadis berseragam.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin, untuk memberikan pertolongan darurat kepada pasien! tenanglah," pesan perawat itu.
Sang perawat pun kemudian bergabung dengan tim medis lain, dan menarik tirai transparan untuk menjaga kesterilan ruangan, meninggalkan sang gadis menunggu seorang diri di depan sana.
Kesibukan benar-benar terjadi di tempat tersebut hanya untuk menangani wanita paruh baya yang sudah tak sadarkan diri dengan muntahan darah yang begitu banyak.
Tak berselang lama, dokter yang menangani pasien meninggalkan anggotanya dan menghampiri si gadis.
"Apa kau walinya?" tanya sang dokter.
"Benar, Dok. Bagaimana kondisi ibu saya?" tanya si gadis.
"Ibu Nona harus segera mendapatkan tindakan operasi. Lambungnya sudah sangat parah, dan ini karena beliau selalu menunda operasinya," ucap sang dokter.
Bak di hantam ribuan belati, gadis tersebut membelalak saat sang dokter mengatakan hal tersebut. Pasalnya, dia sendiri tak tahu apa sebenarnya penyakit ibunya.
"Ma... maaf, Dok. Sebenarnya, apa penyakit ibuku?" tanya si gadis takut.
"Kanker lambung... dan ini sudah berjalan hampir dua tahun," ungkap sang dokter.
Sontak, gadis itu menutup mulutnya rapat karena benar-benar terkejut mendengar kenyataan tersebut.
"Apa pihak keluarga tidak mengetahuinya?" tanya si dokter yang curiga melihat reaksi gadis itu.
Sang gadis menggeleng, dengan masih menutup rapat mulutnya dengan telapak tangan.
Helaan nafas berat keluar dari mulut dokter tersebut, menyadari hal itu.
"Sekarang, Anda sudah tahu apa penyakit beliau. Sebaiknya, Nona menandatangi persetujuan operasi untuk menyelamatkan hidupnya," seru sang dokter.
"Apa Ibu ku bisa sembuh dengan operasi?" tanya si gadis dengan air mata yang telah berlinang.
"Setidaknya, kita harus mencoba semua hal untuk menyelamatkannya," sahut sang dokter.
Akhirnya, dengan langkah gontai dan perasaan was-was, gadis itu memberanikan diri untuk pergi ke bagian administrasi.
Seorang perawat menyodorkan lembar persetujuan wali pasien atas tindakan operasi, sekaligus juga rincian biaya yang harus disiapkan.
"A... Apa?! Dua... dua ribu dolar?" tanya gadis itu tergagap.
Perawat tersebut pun membenarkan.
Gadis itu seketika lemas seakan tak memiliki tenaga, tatkala mengetahui biaya operasi yang harus ia penuhi sangatlah besar.
Bagai tubuh tanpa tulang, gadis itu berjalan gontai, kembali ke arah ruang operasi setelah menandatangani surat persetujuan itu.
Dia duduk di kursi tunggu seorang diri, dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Bagaimana aku harus menyelematkan Ibu?" gumamnya dengan begitu putus asanya.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Sementara itu, di sebuah tempat yang memiliki aura gelap, suram dan hitam. Tempat dengan bau alkohol dan asap rokok yang begitu pekat dan dominan memenuhi udara, hingga membuat siapa pun yang masuk, akan seketika tercekik layaknya orang yang tak mendapatkan suplai oksigen.
Banyak manusia berkumpul di sana untuk memiskinkan diri mereka sendiri. Tempat itu tak lain adalah rumah perjudian dan kedai miras.
Gadis malang yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu, rupanya mendatangi tempat laknat tersebut.
Sang gadis berjalan dengan perasaan takut, melihat orang-orang yang ada di sana tak nampak seperti manusia, melainkan iblis yang berwujud manusia.
Perlahan, dia berjalan dan menatap satu persatu kerumunan orang yang berada di sekelilingnya. Hingga akhirnya, dia melihat seseorang yang dicari-cari.
Segera, gadis itu menghampiri laki-laki muda, berumur sekitar tiga tahun lebih tua darinya, sedang memegang tiga lembar kartu di tangan kiri, dan sebatang rokok yang sudah menyala di tangan kanan.
"Ibu di Rumah Sakit, Kak. Dia sedang dioperasi. Kita butuh banyak uang," ucap gadis tersebut di samping laki-laki, yang yang dipanggilnya kakak.
"Ayo cepat bagi kartunya! Malam ini aku pasti menang!" seru laki-laki itu, seolah tak mempedulikan gadis yang sedari tadi berada di sampingnya.
"Kak, Ibu membutuhkan kita sekarang!" kata sang gadis sedikit berteriak, demi agar bisa didengar okeh kakaknya.
"Ayo-ayo! Pasang taruhannya dulu!" teriak salah seorang yang memimpin permainan.
Tanpa di suruh dua kali, para pemain mulai melemparkan benda-benda berharga milik mereka.
Gadis itu tetap berusaha untuk berbicara kepada Kakaknya.
"Kak, aku mohon. Ibu sedang kritis sekarang. Ayolah, Kak. Ikut aku ke Rumah sakit!" bujuk gadis tersebut dengan menarik-narik lengan kakak laki-lakinya.
Laki-laki itu masih saja fokus pada permainan yang tengah berlangsung, dan tak mempedulikan sedikitpun gadis, yang sudah memohon-mohon padanya sejak tadi.
"Oke! Sekarang, buka kartu masing-masing!" perintah si pemimpin permainan.
"Breng*sek! Aku kalah lagi," umpat laki-laki itu yang rupanya mengalami kekalahan.
Dia mengusap kasar wajah dan menjambak rambutnya sendiri.
Diteguknya minuman dalam botol yang sedari tadi ada di hadapan.
"Kak, ayo ikut aku. Ibu kritis sekarang. Dia membutuhkan kita" mohon gadis itu yang tetap berusaha menarik-narik lengan Kakaknya.
PRAANNGGGGGG!
Botol minuman yang masih berisi separuh itu pun dibanting dengan kasar ke lantai oleh laki-laki tersebut.
Dia berbalik dan memandang wajah adiknya dengan mata yang merah, seakan dipenuhi oleh emosi.
Satu tangannya mencengkeram kedua pipi sang gadis, sedangkan tangan satunya, masih mengapit sisa rokok yang tinggal setengah.
"Hei, Lisa! Gara-gara kau, aku jadi kalah tadi. Memang kau itu anak pembawa si*l saja. Cari saja ayah bajing*n mu, dan minta dia bayar biaya operasi wanita itu," bentak sang kakak.
Gadis bernama Lisa itu, nampak bergetar ketakutan, mendapat perlakuan yang kasar seperti itu dari Kakaknya.
Namun demi sang ibu, dia tetap mencoba memohon kepada laki-laki di depannya, agar mau menolongnya.
"Kak, tolong selamatkan Ibu. Aku tak tau dimana ayah sekarang. Tolonglah, Kak," kata gadis itu mengiba.
"Biarkan saja Ibu mu itu mati. Bukankah itu lebih baik. Kau tak perlu pusing dengan biaya operasi segala macam, dan terpenting, jangan pernah ganggu hidup ku lagi, karena kau itu hanya saudara tiri ku. Paham?" kata laki-laki itu sambil menghempaskan wajah Lisa, yang sempat ia cengkeram tadi.
Lisa pun terhuyung ke belakang akibat dorongan keras dari kakak tirinya.
Namun, dia tetap mengejar laki-laki yang sudah sempoyongan berjalan akibat alkohol itu, dan sekali lagi menarik-narik lengannya, agar mau ikut dengannya.
PLAAAKKKK!
Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi gadis tersebut.
PLAAAAKKKK!
PLAAAAKKKK!
Kali ini, tamparan itu datang bertubi-tubi menghantam wajah Lisa.
"Sudah... ku katakan... jangan... ganggu... aku... lagi," ucapnya dengan penuh penekanan, dan tamparan di setiap kata yang diucapkannya.
Pipi gadis itu pun nampak merah, panas dan perih.
Terlihat darah segar mengalir dari kedua sudut bibirnya yang robek.
Lisa pun kemudian diam mematung, dan memandang punggung kakaknya yang kian menjauh.
Tak ada satu pun orang di tempat itu, yang berusaha membantu gadis tersebut. Bahkan, hanya untuk sekedar berempati pun tidak.
Tempat mengerikan yang dipenuhi oleh orang-orang, yang sudah menjelma menjadi setan itu, adalah tempat awal mula kemalangan dari gadis bernama Lisa Law.
Lisa pun hanya bisa berjalan gontai meninggalkan tempat penuh dosa itu, dan hendak kembali ke Rumah Sakit.
Namun saat dia telah berada di luar, tak sengaja dia melihat kakaknya sedang berbicara dengan seorang laki-laki paruh baya, yang memiliki perut buncit, rambut kriting gondrong, serta memakai kalung emas tebal yang melingkar di lehernya.
Gadis itu sangat hapal siapa laki-laki tersebut, karena dulu ibunya sering berurusan dengannya.
Lisa remaja, nampak mengendap-endap hendak segera lari dari tempat laknat yang suram itu.
Dia nampak ketakutan saat melihat laki-laki yang saat ini sedang berbicara bersama kakaknya.
.
.
.
.
Mohon tinggalkan jejak berupa like 👍, komen 📝, atau beri dukungan lainnya
terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments