Keesokan harinya,
Mona dan Joshua bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Namun sebelum itu, mereka memutuskan untuk sarapan di restoran hotel.
Nampak Mona yang mengenakan kaus putih polos berkerah longgar, yang mengekspos bahu putih mulusnya, dan dipadu dengan hot pants biru dengan aksen robek-robek. Rambut coklat kemerahannya ia ikat asal ke samping, dan menyisakan anak rambut yang menjuntai bebas di sisi wajahnya.
Sedangkan Joshua, seperti biasa, dia memilih kemeja bercorak pantai untuk aktifitas santainya, dan celana pendek selutut yang senada.
Mereka nampak duduk di salah satu meja restoran itu sambil berbincang ringan dan menunggu pesanan mereka datang.
Tak berselang lama, sarapan yang mereka tunggu pun datang, dan mereka segera menyantapnya bersama.
Dari kejauhan, nampak seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahunan, berjalan memasuki area restoran, dengan diikuti seorang anak buah.
Penampilan mereka terlihat santai, karena memang keduanya akan sarapan dan kemudian pergi berkeliling untuk melihat-lihat.
Pria itu menangkap kehadiran seseorang yang dia kenal, dan ia pun menghampirinya.
“Halo, Tuan Chou,” sapa pria itu.
“Oh... Hai Peterson. Apa kabar,” sahut Joshua, seraya bangkit dari duduknya dan menyalami pria itu yang tak lain adalah Arthur Peterson.
"Kabar Baik," ucap Arthur.
Mereka adalah rekan bisnis, di mana Joshua bekerja sama dengan Arthur untuk memasarkan produk-produk fashion rancangan perusahaannya.
kedua pria itu adalah rekan bisnis yang cukup akrab, walau pun usia mereka terpaut cukup jauh.
“Tidak disangka, kita bisa bertemu di sini ya,” ucap Arthur kepada Joshua.
“Ya, benar-benar kebetulan yang baik. Kami sedang akan sarapan, apa Anda mau bergabung bersama kami?” ajak Joshua kepada Tuan Lingga.
Arthur melirik ke arah Mona, yang tampak acuh dengan kehadirannya, dan tetap menikmati makanan dengan santai.
Joshua pun melihat jika Arthur sedang memperhatikan Mona, yang tampak tak peduli dengan kehadiran pria muda nan tampan itu.
“Oh... Perkenalkan, ini Monalisa. Partner kerja saya,” ucap Joshua kepada Arthur. “Mona, tolong sapa Tuan Peterson,” pinta Joshua kepada Mona.
Mona pun meletakkan sendok dan garpunya di atas piring, dan kemudian bangkit dari duduknya. Ia menatap lurus ke dalam manik mata Arthur sambil mengulurkan tangan.
“Mona,” ucap Mona datar.
Sejenak, Arthur nampak memperhatikan penampilan Mona dari atas hingga bawah, dan kemudian dia pun menyambut uluran tangan wanita itu.
“Peter,” sahutnya.
Tanpa berbasa basi lagi, Mona kembali duduk di kursi dan menikmati sarapannya.
Joshua yang melihat kelakuan wanita itu pun merasa tidak enak dengan rekan bisnisnya.
“Ehm ... Hehehe... Maafkan dia, Tuan! Dia memang seperti itu dengan orang yang baru dikenalnya,” ucap Joshua dengan tawa kakunya.
“Tidak apa-apa. Saya suka dengan wanita yang seperti itu. Seperti sebuah tantangan untuk saya. Hahahaha..." ujar Arthur.
Nampak sekilas, Mona melayangkan pandangan tak sukanya ke arah pria yang tengah tertawa itu dengan begitu jelas, dan kemudian kembali menatap isi piringnya.
“Jadi, maukah Anda bergabung dengan kami?” tanya Joshua memastikan.
“Terimakasih atas ajakannya, tapi saya ingin lebih menikmati waktu santai saya secara pribadi. Permisi," pamit Arthur kepada Joshua dan juga Mona.
Setelah pria itu berlalu, Joshua kembali duduk di kursinya dan memandang ke arah Mona.
Dilihatnya wanita itu yang tetap tak bersuara dan fokus makan.
“Dia itu rekan bisnis ku. Salah satu orang terkaya di benua ini,” ucap Joshua.
“Dan kau salah satu orang terkaya di dunia. Ku rasa, dia dan priaku, lebih hebat priaku ini,” sahut Mona memotong perkataan Joshua.
“Tapi dia lebih muda dan tampan dari ku. Kau bisa mendekatinya jika kau mau, Mona,” ucap Joshua.
“Tapi aku tak suka pria seperti dia,” jawab Mona.
“Kenapa? Bukankah dia bisa menjadi pendukungmu selanjutnya setelah aku,” ujar Joshua.
“Dia itu seorang player, Josh. Player. Dan kau tahu aku tak suka itu,” jawab Mona sedikit kesal.
“Bagaimana kamu tau? Bukankah ini pertemuan pertama kalian? Atau mungkin, kalian punya riwayat pertemuan yang buruk sebelumnya?” cecar Joshua sambil menyantap makanannya.
“Aku bisa lihat itu dalam sekali lihat. Mereka punya kesamaan dimana-mana," jawab Mona.
“Tapi, bukannya aku pun sama dengannya? Seorang player,” ucap Joshua.
“Percayalah, kau berbeda, Josh. Mereka lebih menganggap kami hanya sebagai wanita sekali pakai. Sedangkan kau, kau mau mengurusku hingga sekarang. Kalau pun aku harus kehilangan dirimu, aku lebih baik alih profesi saja, Josh,” sahut Mona sambil menatap ke arah pria di depannya.
Joshua pun tersenyum mendengar ucapan dari wanita di hadapannya.
“Sebegitu cintanya kah kau pada ku, hem?” tanya Joshua menggoda Mona.
“Ini bukan soal cinta, Josh. Ini lebih kepada hutang budi. Kau sudah begitu baik pada ku, dan aku yakin kau pun akan terus membantuku. Sedangkan aku, aku hanya bisa membalasmu dengan cara seperti ini,” jelas Mona sambil mengedikkan bahunya.
“Hahahaha...,” Joshua tiba-tiba tertawa setelah mendengar penjelasan dari Mona.
“Kenapa kau tertawa? Apa ada yang lucu?” tanya Mona sedikit bingung dengan tingkah pria paruh baya itu.
“Hahahaha... Mona... Mona... Kau selalu kaku seperti biasanya. Santailah sedikit. Aku hanya bercanda tadi, tapi tanggapanmu sungguh-sungguh serius,” tutur Joshua.
“Rupanya, kau memang sama menyebalkannya dengan pria tadi,” gerutu Mona.
“Hahaha... Sudah-sudah. Sebaiknya kita segera selesaikan ini, dan bergegas ke rumah sakit. Dokter Kim sudah menunggu kita di sana,” ucap Joshua mengingatkan.
“Kau yang membuat acara makan ini begitu lama,” sahut Mona dengan gerutuan.
Keduanya pun kembali melanjutkan sarapannya dengan tenang.
Dari kejauhan, seorang pria nampak memperhatikan kedua orang itu, terutama Mona.
“Aku seperti tak asing dengan wanita itu,” ucap Arthur, yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik Mona.
“Apa Anda mengenalnya, Tuan?” tanya William, sang asisten.
“Dia memang nampak seperti wanita kebanyakan yang aku temui setiap malam. Tapi entah kenapa, aku merasakan dia berbeda,” tutur Arthur.
Hah... Bukankah itu cuma perasaan mu yang merasa ditolak saja, Tuan, batin William sambil memutar bola matanya.
“Kau tau, Will. Aku rasa, dia bukan partner kerja biasa Tuan Chou,” ujar Arthur.
“Entahlah, Tuan! Saya tidak punya pengalaman dengan wanita,” sahut William.
“Makanya, kau sekali-kali harus mencoba punya pacar. Jangan terlalu lama melajang," seru Arthur.
Sialan! Dia malah mengolok-olok ku. aku terus menerus melajang karena harus mengurusi mu, Bos. Dasar maniak, batin William.
“Saya sibuk dengan pekerjaan saya, Tuan!” sahut William.
“Benarkah? Apa tahun ini kamu belum ambil cuti?” tanya Arthur kepada William.
Sang asisten nampak antusias mendengar pertanyaan itu, dan berharap bahwa bosnya akan berbaik hati memberikannya cuti, atau bahkan menyuruhnya liburan. Namun, belum sempat ia jawab, bosnya sudah terlebih dulu melanjutkan perkataannya.
“Kalau dipikir-pikir, bukankah ini sudah termasuk cuti? Bukankah kita sedang jalan-jalan ke luar negeri sekarang!? Bisa saja kan kamu menemani ku sambil cuci mata, atau bahkan cari perempuan. Benarkan, Will,” ucap Arthur tanpa merasa bersalah.
“Hehehe... Iya, Tuan!” sahut William dengan tawa kecutnya.
Dasar bos tak berperasaan. Kalau saja kau tak memberiku gaji yang besar, aku pasti sudah lama mengajukan pengunduran diri, maki William dalam hati.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Beberapa jam kemudian, di sebuah rumah sakit besar di Kota S Negara K,
“Halo, Mr. Chou! Apa kabar?” sapa seorang dokter bedah plastik di rumah sakit besar itu.
“Halo, Dokter Kim. Seperti yang bisa Anda lihat,” sahut Joshua.
“Ya, Anda nampak begitu segar bugar seperti biasa,” jawab Dokter Kim.
Kini pandangannya beralih kepada sosok wanita cantik di samping Joshua.
“Siapa wanita cantik ini, Sir?” tanya Dokter Kim.
“Oh... maaf, aku lupa memperkenalkan. Dia Mona, calon pasien Anda yang saya bicarakan waktu itu,” jawab Joshua.
“Oh... Hai, Nona. Saya Dokter Kim. Saya yang akan melakukan operasi kepada Anda,” sapa Dokter Kim memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangannya.
“Mona,” sahut Mona dengan tersenyum, sambil menjabat uluran tangan Dokter Kim.
“Baiklah. Silakan Nona Mona ikuti perawat untuk berganti pakaian. Mohon maaf, di rumah sakit ini wajib memakai pakaian khusus pasien yang sangat tidak modis,” tutur Dokter Kim.
“Aku rasa, di negara mu ini, tak ada yang tak modis. Bahkan baju pasien sekalipun,” sahut Mona tersenyum menanggapi lelucon Dokter Kim.
“Hahaha... Kau benar. Di negaraku ini, semuanya itu fashionable," seru Dokter Kim.
Mona pun mengikuti perawat yang saat itu berdiri di samping Dokter Kim. Mereka menuju ke sebuah ruang perawatan, di mana nanti ruangan itu akan menjadi ruang rawat selama Mona menjalani pemulihan pasca operasi.
Setelah selesai berganti pakaian, perawat tadi meninggalkan wanita cantik itu di ruangan tersebut. Tak lama kemudian, Dokter Kim dan Joshua datang namun tak sampai masuk. Dokter itu hanya berdiri di ambang pintu saja.
“Operasi Anda akan berlangsung sekitar dua jam dari sekarang, Nona. Istirahatlah dulu untuk nanti,” pesan Dokter kim.
“Baik, Dok,” sahut Mona yang duduk di bibir ranjang pasiennya.
.
.
.
.
Mohon tinggalkan jejak berupa like 👍, komen 📝, atau beri dukungan lainnya
terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments