Seminggu kemudian,
Seorang wanita dengan pakaian pasien sebuah Rumah Sakit besar di Kota S, sedang menatap ke arah sebuah cermin besar setinggi badan, yang terdapat di dalam ruang rawatnya.
Dia mengangkat sedikit baju yang ia kenakan, dan berdiri menyamping. Ia berusaha melihat pinggang belakangnya, yang telah selesai di operasi oleh Dokter Kim seminggu yang lalu.
Dirabanya daerah itu dengan perlahan. Matanya berbinar saat melihat tak ada lagi jejak masa lalu yang membayanginya di sana. Mulus, benar-benar mulus.
“Cantik,” seru Joshua yang tiba-tiba berada di belakang wanita itu, sambil ikut meraba bagian yang diperhatikannya.
“Kapan kau datang?” tanya wanita itu, yang tak lain adalah Mona.
“Baru saja, dan aku melihat mu sedang memandangi hasil karya Dokter Kim,” ucapnya sambil terus menyentuh area itu.
Mona pun menurunkan kembali pakaiannya dan berjalan menuju sofa.
“Kapan aku boleh keluar dari sini?” tanya Mona, sambil mengapit sebatang rokok di kedua jarinya.
"Hei... Ini rumah sakit," seru Joshua yang melihat kelakuan wanita itu.
"Ayolah. Hanya beberapa hisap saja," rengek Mona sambil terus menyulut pemantiknya.
“Jangan sampai ada yang menyadari baunya," kata Joshua memperingatkan.
Mona hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, dan berjalan menuju balkon untuk meneruskan kegiatannya itu.
"Besok siang kau sudah boleh keluar,” jawab Joshua, yang ikut ke balkon bersama Mona.
“Apa kau sudah sangat bosan di sini?” lanjutnya.
“Huft... Tempat ini tak terlalu buruk sebagai rumah sakit. Tapi, aku ingin segera menunjukkan pada semua orang apa yang selama ini ku tutupi,” ucap Mona sambil menghembuskan asap penuh racun itu.
“Apa kau sudah ada rencana akan ke mana?” tanya Joshua.
“Ehm ... Belum. Apa kau ingin merekomendasikan sebuah tempat?” sahut Mona.
“Besok malam, aku diundang untuk menghadiri pesta perayaan pembukaan cabang baru PS Departemen Store di Kota S ini, dan aku berencana akan mengajak mu ke sana. Apa kau mau?” ajak Joshua.
“Baiklah. Tapi sebelumnya, aku ingin mencari gaun cantik untuk ku kenakan di acara itu,” jawab Mona.
“Tak masalah. Sekalian kau belilah beberapa pasang baju pantai,” ucap Joshua.
“Baju pantai? Maksudmu, bikini?” tanya Mona sambil mengernyitkan keningnya.
“Ya. Lusa, aku akan bawa kau berlibur ke pantai. Bukankah selama ini, kamu tak pernah bisa memakai bikini dengan bebas di pantai?” ujar Joshua tersenyum sambil menaik-naikkan alisnya.
“Kau memang yang terbaik, Josh. Thank you. Muah...,” sahut Mona senang sambil mendaratkan sebuah ciu*man singkat di pipi pria itu.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Keesokan harinya,
Mona tengah bersiap untuk pergi ke acara yang Joshua ceritakan kemarin, yaitu menghadiri undangan dari PS dept. store.
Sudah satu jam wanita itu duduk di depan meja riasnya, dengan berbagai macam jenis produk kecantikan yang tergeletak di sana.
Dengan masih mengenakan handuk kimono, Mona dengan sangat lihai mempercantik dirinya dengan polesan make up bold kesukaannya. Setelah selesai dengan wajah, kini giliran rambutnya yang ia rapikan.
Kemudian, dia berjalan ke arah tempat tidur, di mana sudah ada sebuah kotak berisikan gaun, aksesoris, sepatu dan juga dompet cantik yang ia beli siang harinya, selepas keluar dari rumah sakit. Dia akan memakai semua itu di acara malam ini.
Setengah jam kemudian, Joshua masuk untuk melihat apakah Mona sudah siap ataukah belum.
“Wow... You’re so beautiful,” seru Joshua saat pertama kali melihat Mona.
Pria paruh baya itu terdiam dengan mata yang terus menjelajahi setiap jengkal tubuh Mona yang nampak begitu indah dibalut gaun malam.
Gaun merah darah dengan panjang menjuntai hingga mata kaki, dengan belahan hampir sepaha.
Bagian belakangnya terbuka hingga ke pinggang, yang begitu mengekspos seluruh bagian punggung wanita itu.
Tali bahu kecil yang menyilang di bagian belakang, turut menambah kesan seksi pada gaun yang dikenakannya itu.
Dipadu dengan heels hitam berhak delapan sentimeter dan perhiasan silver bertabur berlian yang ia kenakan, membuat Mona semakin terlihat glamor dan cantik dalam make up bold-nya.
Sedangkan untuk rambut, dia hanya menyisirnya dan membawa ke depan, menyampir di bahu kanannya, sedangkan bahu kirinya, ia biarkan terbuka dengan dihiasi anting yang menjuntai panjang hingga ke bahu.
“Kamu benar-benar luar biasa malam ini, Sayang,” seru Joshua lagi saat mendekat ke arah Mona.
“Bukankah aku selalu begitu setia malam? Apa lagi saat berada di bawahmu,” ucap Mona dengan entengnya, sambil memoles lipstik tebal ke bibirnya.
“Hahaha... Kau benar, Sayang. Kau memang selalu luar biasa,” kata Joshua sambil mengecup singkat bibir wanita itu.
“Cukup seperti ini saja untuk sekarang. Aku tidak mau riasan yang sudah susah payah ku buat, hancur karena kau,” seru Mona sambil menahan tubuh Joshua yang hendak mendekat melanjutkan kembali ciumannya.
“Baiklah... Baiklah... Kali ini aku akan bersabar hingga kita selesai dari pesta. Hahaha...,” tawa Joshua yang senang melihat wajah waspada Mona.
“Kapan kita berangkat?” tanya Mona yang sedang memasukkan ponsel dan beberapa kartu ke dalam dompet barunya.
Joshua nampak melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Sekarang. Apa kamu sudah siap?” tanya Joshua memastikan.
“Sure. i'm ready now,” sahut Mona.
Dengan menggandeng lengan Joshua, Mona berjalan keluar dari hotel menuju mobil Joshua yang berada di area parkir.
Di sana sudah ada supir yang pria itu sewa selama kunjungannya ke Negara K. Mereka pun segera masuk ke dalamnya dan duduk di kursi belakang.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Mona, yang setiap kali berada dalam sebuah kendaraan, baik mobil maupun pesawat, matanya akan selalu memandang ke arah luar dan nampak menikmati pemandangan yang ada di depan sana.
Joshua begitu suka saat memandang ekspresi Mona saat itu. Nampak tenang, seperti dirinya yang lain sedang mendominasi. Berbeda saat dia sedang berhadapan dengan orang lain, wanita itu akan selalu memasang wajah dingin dan waspada.
Joshua sangat mengenal Mona, bahkan sejak awal dia menggeluti profesinya saat ini. Bisa dibilang, dialah yang sudah membuat wanita itu masuk ke dalam kubangan lumpur dosa ini, namun dia pula yang ingin mengangkatnya dari sana.
Pria itu sering mengajak Mona pergi untuk menemaninya melakukan perjalan bisnis. Selain untuk menghangatkan malamnya yang kesepian karena ulah sang istri yang tak acuh, ia pun sedikit demi sedikit mengajari Mona berbagai hal tentang dunia bisnis yang ia geluti.
Mona sebenarnya adalah wanita yang cerdas. Setiap yang diajarkan Joshua, selalu bisa diikuti olehnya dengan baik. Hanya saja, nasib buruk yang memaksanya untuk mengubur semua angan dan cita-cita yang ia miliki, hingga dia seakan kehilangan tujuan hidup, dan membuatnya menjadi wanita dingin yang tanpa ekspresi, tentu saja selain saat bersama dengan Joshua.
“Wah... Hujan,” gumam Mona, saat rintik hujan mulai turun dan menempel di kaca mobil yang ia tumpangi.
Nampak senyum manis mengembang dari bibir wanita itu, saat dia menyaksikan tetesan air mulai mengalir di sana.
Tangannya mulai bergerak mengusap permukaan kaca itu, atau mungkin dia sedang menuliskan sesuatu di sana. Wajahnya nampak damai, kontras dengan make up tebal yang seperti topeng peran antagonis yang saat ini ia pakai.
Sudah sejak lama, pemandangan itu telah menjadi hal favorit yang selalu Joshua nikmati setiap perjalanannya bersama Mona.
Entah kenapa di dalam hatinya, ia merasa sangat bersalah terhadap wanita cantik itu. Namun dorongan hasratnya yang masih menggebu, membuatnya tak ingin melepaskan wanita itu dari genggamannya.
Kini, mobil telah sampai di pelataran gedung dept. store, yang akan menjadi tempat perayaan itu. Mona yang semula nampak damai tersenyum ringan, kini menjelma kembali menjadi wanita dingin yang mengumbar senyum sensualnya.
“Kita keluar sekarang,” titah Joshua pada wanita itu.
Tanpa menjawab, Mona segera keluar dari dalam sana, begitu sang supir membukakan pintu untuknya. Dia kembali menggandeng lengan Joshua dan berjalan masuk beriringan ke tempat acara.
Nampak di dalam sana telah ramai para tamu undangan yang hadir. Dengan balutan jas dan gaun-gaun cantik, mereka seolah sedang menunjukkan kelas sosial mereka masing-masing.
Mona terus berjalan tanpa mempedulikan semua hal itu. Dia berjalan mengikuti kemana Joshua melangkah membawanya, hingga sampailah ia di tengah ruangan, di mana terdapat sekelompok orang yang sedang berkerumun di sana.
Terlihat seorang lelaki tinggi yang memakai setelan tuxedo hitam, dengan rambut yang nampak disisir ke belakang, dengan kilatan gel pomade yang ia pakai.
Dia nampak sedang berbincang dengan orang-orang yang ada di sana dengan sebelah tangannya yang memegang gelas wine, yang sesekali ia sesap.
“Good evening, Sir,” sapa Joshua yang baru saja menghampiri mereka.
Mona hanya mengikutinya dengan tersenyum ke arah semua yang ada di sana, dan saat pria yang disapa itu berbalik, seketika senyum Mona hilang.
Dia berbalik menatap Joshua dengan dahi berkerut dan mata memicing, serta bola mata yang seolah menunjuk ke arah pria di depan mereka itu.
Kenapa dia ada di sini?
.
.
.
.
Mohon tinggalkan jejak berupa like 👍, komen 📝, atau beri dukungan lainnya
terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments