Di sebuah lorong rumah sakit, pada malam hari.
Sebuah brangkar pasien tengah didorong dengan begitu cepat menuju ke ruang gawat darurat.
Seorang wanita yang saat itu berada di atas brangkar, nampak dengan mulut penuh darah bahkan mengenai kerah bajunya, hingga beberapa terlihat berceceran di lantai.
Seorang gadis, dengan masih menggunakan seragam sekolah lengkap dengan tasnya, turut datang bersama pasien itu, dan terus berlari mengimbangi para tenaga medis yang juga berlari mendorong brangkar.
"Tolong bertahan, Bu. Tolong lah," batin gadis itu.
Sesampainya di ruang penanganan, seorang perawat yang berada paling belakang, menahan sang gadis yang sejak tadi terus mengikuti mereka.
"Maaf, Nona. Sebaiknya Anda sedikit menjauh! Biarkan tim medis menangani pasien terlebih dulu," seru perawat itu.
"Tapi tolong selamatkan Ibu ku. Tolong," pinta gadis berseragam.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin, untuk memberikan pertolongan darurat kepada pasien! tenanglah," pesan perawat itu.
Sang perawat pun kemudian bergabung dengan tim medis lain, dan menarik tirai transparan untuk menjaga kesterilan ruangan, meninggalkan sang gadis menunggu seorang diri di depan sana.
Kesibukan benar-benar terjadi di tempat tersebut hanya untuk menangani wanita paruh baya yang sudah tak sadarkan diri dengan muntahan darah yang begitu banyak.
Tak berselang lama, dokter yang menangani pasien meninggalkan anggotanya dan menghampiri si gadis.
"Apa kau walinya?" tanya sang dokter.
"Benar, Dok. Bagaimana kondisi ibu saya?" tanya si gadis.
"Ibu Nona harus segera mendapatkan tindakan operasi. Lambungnya sudah sangat parah, dan ini karena beliau selalu menunda operasinya," ucap sang dokter.
Bak di hantam ribuan belati, gadis tersebut membelalak saat sang dokter mengatakan hal tersebut. Pasalnya, dia sendiri tak tahu apa sebenarnya penyakit ibunya.
"Ma... maaf, Dok. Sebenarnya, apa penyakit ibuku?" tanya si gadis takut.
"Kanker lambung... dan ini sudah berjalan hampir dua tahun," ungkap sang dokter.
Sontak, gadis itu menutup mulutnya rapat karena benar-benar terkejut mendengar kenyataan tersebut.
"Apa pihak keluarga tidak mengetahuinya?" tanya si dokter yang curiga melihat reaksi gadis itu.
Sang gadis menggeleng, dengan masih menutup rapat mulutnya dengan telapak tangan.
Helaan nafas berat keluar dari mulut dokter tersebut, menyadari hal itu.
"Sekarang, Anda sudah tahu apa penyakit beliau. Sebaiknya, Nona menandatangi persetujuan operasi untuk menyelamatkan hidupnya," seru sang dokter.
"Apa Ibu ku bisa sembuh dengan operasi?" tanya si gadis dengan air mata yang telah berlinang.
"Setidaknya, kita harus mencoba semua hal untuk menyelamatkannya," sahut sang dokter.
Akhirnya, dengan langkah gontai dan perasaan was-was, gadis itu memberanikan diri untuk pergi ke bagian administrasi.
Seorang perawat menyodorkan lembar persetujuan wali pasien atas tindakan operasi, sekaligus juga rincian biaya yang harus disiapkan.
"A... Apa?! Dua... dua ribu dolar?" tanya gadis itu tergagap.
Perawat tersebut pun membenarkan.
Gadis itu seketika lemas seakan tak memiliki tenaga, tatkala mengetahui biaya operasi yang harus ia penuhi sangatlah besar.
Bagai tubuh tanpa tulang, gadis itu berjalan gontai, kembali ke arah ruang operasi setelah menandatangani surat persetujuan itu.
Dia duduk di kursi tunggu seorang diri, dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Bagaimana aku harus menyelematkan Ibu?" gumamnya dengan begitu putus asanya.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Sementara itu, di sebuah tempat yang memiliki aura gelap, suram dan hitam. Tempat dengan bau alkohol dan asap rokok yang begitu pekat dan dominan memenuhi udara, hingga membuat siapa pun yang masuk, akan seketika tercekik layaknya orang yang tak mendapatkan suplai oksigen.
Banyak manusia berkumpul di sana untuk memiskinkan diri mereka sendiri. Tempat itu tak lain adalah rumah perjudian dan kedai miras.
Gadis malang yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu, rupanya mendatangi tempat laknat tersebut.
Sang gadis berjalan dengan perasaan takut, melihat orang-orang yang ada di sana tak nampak seperti manusia, melainkan iblis yang berwujud manusia.
Perlahan, dia berjalan dan menatap satu persatu kerumunan orang yang berada di sekelilingnya. Hingga akhirnya, dia melihat seseorang yang dicari-cari.
Segera, gadis itu menghampiri laki-laki muda, berumur sekitar tiga tahun lebih tua darinya, sedang memegang tiga lembar kartu di tangan kiri, dan sebatang rokok yang sudah menyala di tangan kanan.
"Ibu di Rumah Sakit, Kak. Dia sedang dioperasi. Kita butuh banyak uang," ucap gadis tersebut di samping laki-laki, yang yang dipanggilnya kakak.
"Ayo cepat bagi kartunya! Malam ini aku pasti menang!" seru laki-laki itu, seolah tak mempedulikan gadis yang sedari tadi berada di sampingnya.
"Kak, Ibu membutuhkan kita sekarang!" kata sang gadis sedikit berteriak, demi agar bisa didengar okeh kakaknya.
"Ayo-ayo! Pasang taruhannya dulu!" teriak salah seorang yang memimpin permainan.
Tanpa di suruh dua kali, para pemain mulai melemparkan benda-benda berharga milik mereka.
Gadis itu tetap berusaha untuk berbicara kepada Kakaknya.
"Kak, aku mohon. Ibu sedang kritis sekarang. Ayolah, Kak. Ikut aku ke Rumah sakit!" bujuk gadis tersebut dengan menarik-narik lengan kakak laki-lakinya.
Laki-laki itu masih saja fokus pada permainan yang tengah berlangsung, dan tak mempedulikan sedikitpun gadis, yang sudah memohon-mohon padanya sejak tadi.
"Oke! Sekarang, buka kartu masing-masing!" perintah si pemimpin permainan.
"Breng*sek! Aku kalah lagi," umpat laki-laki itu yang rupanya mengalami kekalahan.
Dia mengusap kasar wajah dan menjambak rambutnya sendiri.
Diteguknya minuman dalam botol yang sedari tadi ada di hadapan.
"Kak, ayo ikut aku. Ibu kritis sekarang. Dia membutuhkan kita" mohon gadis itu yang tetap berusaha menarik-narik lengan Kakaknya.
PRAANNGGGGGG!
Botol minuman yang masih berisi separuh itu pun dibanting dengan kasar ke lantai oleh laki-laki tersebut.
Dia berbalik dan memandang wajah adiknya dengan mata yang merah, seakan dipenuhi oleh emosi.
Satu tangannya mencengkeram kedua pipi sang gadis, sedangkan tangan satunya, masih mengapit sisa rokok yang tinggal setengah.
"Hei, Lisa! Gara-gara kau, aku jadi kalah tadi. Memang kau itu anak pembawa si*l saja. Cari saja ayah bajing*n mu, dan minta dia bayar biaya operasi wanita itu," bentak sang kakak.
Gadis bernama Lisa itu, nampak bergetar ketakutan, mendapat perlakuan yang kasar seperti itu dari Kakaknya.
Namun demi sang ibu, dia tetap mencoba memohon kepada laki-laki di depannya, agar mau menolongnya.
"Kak, tolong selamatkan Ibu. Aku tak tau dimana ayah sekarang. Tolonglah, Kak," kata gadis itu mengiba.
"Biarkan saja Ibu mu itu mati. Bukankah itu lebih baik. Kau tak perlu pusing dengan biaya operasi segala macam, dan terpenting, jangan pernah ganggu hidup ku lagi, karena kau itu hanya saudara tiri ku. Paham?" kata laki-laki itu sambil menghempaskan wajah Lisa, yang sempat ia cengkeram tadi.
Lisa pun terhuyung ke belakang akibat dorongan keras dari kakak tirinya.
Namun, dia tetap mengejar laki-laki yang sudah sempoyongan berjalan akibat alkohol itu, dan sekali lagi menarik-narik lengannya, agar mau ikut dengannya.
PLAAAKKKK!
Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi gadis tersebut.
PLAAAAKKKK!
PLAAAAKKKK!
Kali ini, tamparan itu datang bertubi-tubi menghantam wajah Lisa.
"Sudah... ku katakan... jangan... ganggu... aku... lagi," ucapnya dengan penuh penekanan, dan tamparan di setiap kata yang diucapkannya.
Pipi gadis itu pun nampak merah, panas dan perih.
Terlihat darah segar mengalir dari kedua sudut bibirnya yang robek.
Lisa pun kemudian diam mematung, dan memandang punggung kakaknya yang kian menjauh.
Tak ada satu pun orang di tempat itu, yang berusaha membantu gadis tersebut. Bahkan, hanya untuk sekedar berempati pun tidak.
Tempat mengerikan yang dipenuhi oleh orang-orang, yang sudah menjelma menjadi setan itu, adalah tempat awal mula kemalangan dari gadis bernama Lisa Law.
Lisa pun hanya bisa berjalan gontai meninggalkan tempat penuh dosa itu, dan hendak kembali ke Rumah Sakit.
Namun saat dia telah berada di luar, tak sengaja dia melihat kakaknya sedang berbicara dengan seorang laki-laki paruh baya, yang memiliki perut buncit, rambut kriting gondrong, serta memakai kalung emas tebal yang melingkar di lehernya.
Gadis itu sangat hapal siapa laki-laki tersebut, karena dulu ibunya sering berurusan dengannya.
Lisa remaja, nampak mengendap-endap hendak segera lari dari tempat laknat yang suram itu.
Dia nampak ketakutan saat melihat laki-laki yang saat ini sedang berbicara bersama kakaknya.
.
.
.
.
Mohon tinggalkan jejak berupa like 👍, komen 📝, atau beri dukungan lainnya
terimakasih
Di luar tempat perjudian, tampak dua orang pria sedang melakukan pembicaraan yang serius.
Namun yang membuat Lisa merasa takut adalah, tatapan mata laki-laki bertubuh tambun itu, yang terus mengarah kepadanya, dengan seutas senyum yang mencurigakan.
Benar saja, saat Lisa hendak lari meninggalkan tempat laknat tersebut, ada dua orang bertubuh besar lain, dan mengenakan kaus hitam ketat, sudah menghadangnya di depan jalan.
"Maaf, aku mau lewat!" ucap gadis itu gemetar.
"Mau kemana? Tadi bukanlah kau mencari kakakmu? Ingin meminta bantuan bukan?" kata salah seorang dari pria bertubuh besar itu.
Tiba-tiba dari arah belakang, terdengar suara laki-laki yang tadi sudah menamparnya, sang kakak tiri.
"Ikut bersama mereka kalau kau ingin menyelamatkan ibu tak berguna mu itu," kata laki-laki muda tersebut.
Dia bahkan sampai meludah setelah membicarakan ibu tirinya yang kini sedang sekarat di rumah sakit.
Heh... yang terpenting, aku juga bisa dapat banyak uang... Hahahha... batinnya.
"Tidak, Kak. Aku ingin pergi ke Rumah Sakit saja! Biar nanti, Aku coba mencari pinjeman di tempat lain. Permisi," kata gadis itu yang mencoba untuk pergi dari sana.
Namun lagi-lagi, langkahnya dicegat oleh kedua orang bertubuh besar tadi.
"Cepat bawa dia. Orangnya sebentar lagi akan datang," perintah laki-laki paruh baya berperut buncit tadi.
"Seperti perjanjian kita tadi, kau ambil uangnya, aku bawa adikmu. Ingat, kau tak bisa menuntut karena hutang mu sudah cukup banyak padaku, mengerti?" tutur pria buncit itu.
"Oke, Bos. Terimakasih, Bos. Bawa saja dia pergi yang jauh," ucap si Kakak kurang ajar.
Lisa pun meronta, dan terus berusaha untuk melepaskan dirinya.
"Lepas! Tolong, aku harus pergi ke Rumah Sakit. Ibuku membutuhkan ku," teriak gadis itu.
Namun, tubuh kecilnya tetap diseret pergi oleh kedua orang bertubuh besar.
Di ujung jalan, sebuah mobil van hitam sudah menunggu di depan jalan masuk tempat laknat itu.
Lisa dimasukkan ke dalam mobil van hitam tersebut dengan paksa.
Di dalam mobil, sudah ada seorang perempuan cantik dan berpakaian seksi, menunggu gadis malang itu.
"Berikan ini padanya," perintah si wanita seksi.
Wanita itu memberikan sebuah alat suntik yang sudah terdapat cairan bening di dalamnya.
Lisa meronta-ronta, kala tangannya ditarik paksa oleh salah seorang pria bertubuh besar itu.
"Tolong. Lepaskan aku," pintanya dengan air mata yang sudah membanjiri pipi.
Namun, teriakan dan tangisannya, tak juga digubris oleh orang yang berada di dalam mobil.
Pria bertubuh besar yang menerima alat suntik tadi, mengikatkan seutas tali pada lengan Lisa, dan kemudian menusukkan alat suntik itu di sana.
Setelah semua cairan habis dan masuk ke dalam tubuh sang gadis, tali pengikat tadi pun dilepas.
Lambat laun, gadis itu mulai lemas.
"Biar aku yang mengurusnya dari sini. Kalian bisa pergi sekarang," perintah si wanita seksi.
"Baik, Bos!" sahut kedua pria bertubuh besar itu.
Wanita tersebut memandang gadis yang kini sudah tak berdaya itu dari balik kaca spion depan.
Nampak dia menyunggingkan senyum dari sebelah sudut bibirnya.
"Malam ini, kita akan buktikan bahwa darah memang lebih kental dari pada air, buah jatuh tak jauh dari pohonnya! Hahaha ... Peribahasa yang bagus!" serunya.
Kemudian, dia memberi kode dengan dua jarinya kepada sang sopir, untuk melajukan mobil van tersebut.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Beberapa waktu kemudian, di sebuah ruangan yang nampak seperti sebuah kamar, dengan pencahayaan lampu yang temaram.
Lisa sudah tergeletak di atas kasur dengan sprei putih diatasnya.
Gadis itu menggeliat-geliat, efek dari suntikan yang dia dapat sebelumnya.
"Ehm ... to... long... To... long!" rintihnya lemas.
Tak berselang lama, datanglah seorang pria dengan setelan jas yang rapi, namun dengan dasi yang sudah dilepas, berjalan mendekati gadis itu.
Sang gadis mengira, bahwa pria itu datang untuk menolongnya, hingga dia pun dengan sekuat tenaga mencoba merangkak dan mendekati pria asing tersebut.
"To... long...," ucap Lisa sambil menarik tangan pria tadi.
"Heh... Mereka masih saja memakai cara ini. Apa tidak bisa mereka biarkan permainan sedikit lebih seru?" gumam pria itu.
Dia mendekati gadis tersebut, dan mencengkeram kedua pipinya.
"Kamu mau aku tolong?" tanyanya.
Si gadis pun mengangguk dengan penuh pengharapan.
"Baik lah!" seru pria itu dengan senyuman liciknya.
Dibukanya satu persatu kancing baju seragam yang masih melekat di tubuh Lisa, dan membuat si gadis terkejut dengan apa yang dilakukan pria itu.
Lisa dengan sisa tenaganya memegangi pakaiannya yang masih tersisa dengan sekuat tenaga.
"TIDAK! JANGAN! TOLONG AKU! TOLONG!" teriak gadis itu.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Di tempat lain, di waktu yang lain, tepatnya di sebuah ruangan yang hampir sama, dengan cahaya yang sama temaramnya, seorang wanita cantik tengah tertidur, namun nampaknya dia sedang bermimpi buruk.
"TIDAK! JANGAN! TOLONG AKU! TOLONG! TOLOOOOONG!" teriaknya hingga dia pun terbangun dari tidur.
Wanita itu nampak terengah-engah akibat mimpi buruk yang dialaminya.
Dia pun bangkit dan duduk di atas kasur. Diusapnya wajah cantik itu dengan kasar.
"Mimpi itu lagi," gumamnya lirih.
Rupanya, kilasan adegan dari awal adalah mimpi buruk dari wanita cantik itu.
Suara berisiknya, membuat seseorang yang sejak tadi ada di sampingnya menggeliat, namun tak sampai membangunkannya.
Wanita itu melihat sekilas ke sampingnya, dan kemudian dia kembali mengusap wajahnya dengan kasar.
Disibaknya selimut yang menutupi tubuh, dan wanita itu pun beranjak dari tempat tidur.
Nampak si wanita mengenakan gaun tidur dari bahan silk berwarna rose gold yang nampak begitu mengkilap.
Mencetak setiap lekukan di tubuh indah wanita tersebut, hingga kedua pu*ting susunya pun ikut terlihat menonjol ke luar.
Dia berjalan ke arah meja yang terletak di salah satu sudut ruangan kamar.
Sang wanita cantik mengambil sebuah tas yang tergeletak diatas meja. Dia nampak mencari sesuatu di dalamnya.
Rupanya, dia mencari sebungkus rokok dan sebuah pemantik.
Diambilnya sebatang rokok dari bungkusnya, kemudian dia apit menggunakan jari telunjuk dan jari tengah dari tangan kiri.
Sedangkan tangan satunya, menyalakan pemantik itu dan mulai menyalakan rokok tersebut.
Dihisapnya benda dengan kandungan nikotin dan tar itu, kemudian menghembuskan asap beracunnya ke udara.
Dia nampak berjalan ke arah jendela kaca yang sangat besar, yang menampakkan pemandangan malam di kota itu.
Terlihat lampu-lampu dari gedung-gedung tinggi dan jalan raya yang ada di bawahnya, menghiasi pemandangan malam.
"Haahh... Bahkan bulan dan bintang pun tak mau muncul di depan ku," gumam wanita itu dengan senyum kecutnya.
Wanita cantik nan seksi tersebut pun terus memandang jauh keluar jendela, akan tetapi bukan pemandangan kota yang ia lihat, melainkan menerawang jauh ke depan sana, mengantarkannya menuju kenangannya di masa lalu.
.
.
.
.
Mohon tinggalkan jejak berupa like 👍, komen 📝, atau beri dukungan lainnya
terimakasih
POV MONA
Namaku Mona, Monalisa. Itu nama yang diberikan seseorang yang sudah mengubah hidupku menjadi seperti sekarang. Seperti nama sebuah maha karya abadi, namun sebenarnya sesuatu yang rapuh yang mencoba untuk terus ada melawan jaman.
Aku sempat membenci orang yang memberiku nama Mona, dan bahkan aku takut padanya. Namun setelah itu, dia berubah menjadi malaikat sekaligus setan yang selalu membayangi hidupku.
Aku berasal dari sebuah perkampungan kumuh di pinggir Kota Akasia. Di negaraku, kota itu merupakan salah satu kota metropolitan yang sedang berkembang. Banyak investor asing berdatangan untuk membangun bisnis di sana.
Aku tinggal bersama Ibuku, yang bekerja sebagai pemilik binatu kecil, yang biasa menerima penitipan pakaian kotor untuk para penghuni kawasan elit, yang berbatasan langsung dengan perkampungan tempat tinggalku.
Selain aku dan ibu, Ayah dan kakak tiriku pun kadang pulang ke rumah kami. Namun, hubungan kami sangat tidak baik.
Masa kecilku, ku habiskan dengan menyaksikan penyiksaan demi penyiksaan yang dilakukan oleh ayah terhadap ibu.
Sedangkan kakak tiriku, dia lebih seperti rampok bagiku dan juga Ibu. Setiap kali aku mengantar pakaian bersih kepada pelanggan dan pulang membawa uang upahnya, dia selalu menghadang di tengah jalan, dan merampas uang kami.
Aku selalu sendiri. Tak satu pun anak seusiaku yang mau berada dekat dengan ku. Sering aku mendengar orang tua mereka mengatakan, bahwa aku adalah anak dari seorang pelacur.
Namun, aku yang saat itu masih kecil, tak terlalu peduli dengan omongan mereka, karena aku memang tak paham dengan maksud perkataan menyakitkan itu.
Hingga pada suatu ketika, aku bertemu seorang gadis kecil seusiaku. Dia begitu baik. Mungkin karena aku pernah menolongnya saat ia tersesat dulu.
Dia juga sering mengajakku untuk bermain di rumahnya, yang berada di perumahan elit, tepat di samping tempat tinggal ku.
Dia memiliki seorang kakak laki-laki yang baik dan juga tampan. Kakaknya pun begitu baik padaku, dan mengajariku berbagai hal yang sebelumnya tak pernah aku tau, termasuk menggambar sebuah sketsa.
Orang tua mereka tak kalah baiknya, dan sering memberikan aku pakaian, walaupun itu adalah bekas anak gadis mereka. Tapi bagi orang miskin sepertiku, itu masih sangat bagus.
Hingga suatu malam, sebuah kejadian mengerikan menimpa keluarga tersebut. Aku yang kebetulan sedang berada di dekat rumah mereka, menyaksikan semua kejadiannya dari awal.
Entah keberanian dari mana, aku maju menghalau sebuah pisau dan berusaha menolong anak laki-laki dari keluarga itu, hingga aku sendiri mendapat luka yang cukup besar dan menganga di pinggang belakang.
Namun, setelah kejadian malam itu, aku tak lagi bisa bertemu dengan mereka. Setelah aku tersadar di rumah sakit, mereka tak pernah lagi ku lihat.
Bahkan, saat telah keluar dari rumah sakit, aku menemukan rumah mereka telah kosong. Mereka telah pergi entah ke mana.
Hingga kini, bekas luka ini masih jelas terlihat, dan selalu membayangiku atas kejadian malam itu.
POV MONA END
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Saat wanita cantik itu tengah termenung sambil sesekali menyesap puntung rokok, lelaki yang tadi sedang tertidur di sampingnya, kini nampak bangun dan berjalan ke arahnya.
Dengan hanya memakai boxer yang memperlihatkan perut sixpack-nya, dia berjalan mendekati wanita itu.
"Kenapa tidak tidur, Sayang?" ucapnya sambil memeluk si wanita dari belakang.
"Aku hanya terbangun karena mimpi buruk!" jawabnya tanpa merespon tindakan laki-laki itu, yang terus menciumi tengkuknya.
"Mimpi buruk itu lagi, hem?" tanyanya, sambil melepaskan pelukan dan beralih berjalan menuju sofa.
"Ehm ...," gumam wanita cantik bernama Mona itu, sambil tetap menatap ke arah luar jendela.
"Apa kau masih penasaran dengan laki-laki itu, Mona?" tanya si pria.
"Aku hanya bertanya-tanya, kenapa dia melakukan hal itu padaku," jawab Mona, sambil menyesap lintingan tembakau di tangannya.
"Hem ... Baiklah. Terserah kau saja. Tapi, kau harus istirahat malam ini, untuk persiapan operasimu besok," sambung pria itu.
"Kau duluan saja, Josh. Aku masih ingin menghabiskan ini dulu," ucap Mona, sambil menggoyangkan jari yang mengapit rokoknya.
"Baiklah," sahut pria bernama Joshua Chou itu.
Joshua Chou, seorang pria paruh baya, yang berusia hampir setengah abad, namun memiliki tubuh yang masih terjaga dan atletis. Dia adalah seorang pengusaha besar di bidang fashion yang terkenal di seluruh dunia.
Dia memiliki seorang istri keturunan negeri kincir angin, yang sampai saat ini hanya menyandang statusnya saja, namun tidak pernah sekali pun berperan sebagai layaknya seorang istri.
Hubungan rumah tangga mereka bisa dikatakan jauh dari kata harmonis. Bahkan di usia pernikahan mereka yang menginjak dua puluh tahun, mereka belum memutuskan untuk memiliki keturunan.
Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup sang istri yang cenderung acuh, dan gemar bermain dengan para pria penghibur.
Joshua tak begitu mempedulikan kelakuan sang istri, karena dia pun lebih senang menghabiskan malam dingin dengan ditemani para wanita bayaran.
Sedangkan dengan Mona, pria paruh baya itu memiliki hubungan yang rumit dengan perempuan bernama cantik yang selalu menghangatkan ranjangnya.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Sementara itu di tempat lain,
Di sebuah kamar, nampak dua orang tengah bergumul, mendaki kenikmatan nirwana.
"Faster!" perintah seorang laki-laki, yang sedang terengah-engah di bawah kungkungan seorang wanita penghibur.
Mereka nampak sedang berpacu dengan naf*su yang menggebu. Si wanita nampak begitu lihai dalam permainan yang mereka mainkan, hingga sampai lah mereka pada puncaknya dan berakhir lemas bersama-sama, dengan peluh yang bercucuran dari badan mereka.
Si wanita berusaha mendekat dan menelusup ke dalam pelukan pria itu. Namun, belum sempat si wanita mendekat, pria tersebut terlebih dulu bangun, dan membalut tubuh bagian bawahnya dengan handuk, yang melilit dari pinggang hingga sedikit di atas lutut.
Dia nampak mengambil dompet yang terdapat di dalam saku celananya yang tergeletak sembarangan di lantai.
Diambilnya beberapa lembar uang kertas, dan ia meletakkannya di atas nakas.
"Ambillah, dan cepat pergi dari sini. Tugasmu sudah selesai," ucapnya dingin.
Wanita itu nampak kesal, namun dia pun menuruti perkataan si pria dengan tenang. Dia memunguti pakaiannya yang berserakan di penjuru ruangan, dan memakainya tanpa bersuara.
"Thanks for this night, Bieb," bisik wanita itu sebelum pergi meninggalkan si pria.
Setelah wanita tersebut pergi, seorang pria lain yang mengenakan setalan jas hitam, masuk ke dalam kamar itu.
"Ada apa, Will?" tanya pria yang masih mengenakan handuk itu.
"Maaf, Bos! Ada telepon dari Nyonya!" serunya, yang ternyata anak buah dari pria tadi.
"Kemarikan!" perintah pria itu kepada anak buahnya, yang bernama William Mo, atau yang sering dipanggil Will.
William pun memberikan sebuah ponsel kepada tuannya.
"Halo, Ibuku sayang!" sapa pria itu dengan suara yang terdengar hangat.
"Arthur, where are you now? Kenapa dari tadi Ibu tak bisa menghubungi mu?" tanya wanita di seberang sana yang tak lain adalah ibunya.
"Maaf, Bu. Aku tadi ada urusan yang sangat penting," jawab pria itu santai.
"Dasar anak nakal. Kenapa sampai tak memberi kabar sama sekali setelah sampai di sana? Ibu khawatir, kau tau?" gerutu sang ibu.
"Iya, aku minta maaf Ibuku yang cerewet. Sekarang sudah tidak khawatir bukan?" tanya si pria.
"Baiklah, Ar. Tapi ingat, kamu jangan berbuat macam-macam lagi. Stop membuat ibu pusing dengan berita skandalmu yang tak terhitung itu," pesan sang ibu.
"Oh, ayolah. Itu semua bohong, Bu. kapan aku melakukan hal memalukan seperti itu? Ibu jangan percaya," elak si pria.
"Ibu tidak mau tau. Kalau sampai ada berita seperti itu lagi, Ibu akan nikahkan kamu segera," ancam sang ibu.
"Oh ... Tidak bisa semudah itu Nyonya Peterson. Aku akan kabur sebelum itu terjadi. Hahahaha...," kelakar si pria.
Dia lah Arthur Peterson. Seorang CEO muda dari sebuah raksasa bisnis di bidang retail terbesar di asia, PS group.
Seorang pria yang dianugerahi wajah rupawan, tubuh yang ideal dan atletis, serta kecerdasan di atas rata-rata, ditambah statusnya sebagai seorang pangeran dari kerajaan bisnis milik keluarga, membuat kehadirannya selalu digilai oleh hampir semua wanita yang ditemui.
Bahkan, tak jarang mereka rela melempar tubuh mereka, hanya untuk merasakan permainan cinta satu malam dengannya.
Seorang Casanova ulung, yang bermain dengan setiap wanita yang ditemuinya.
.
.
.
.
Mohon tinggalkan jejak berupa like 👍, komen 📝, atau beri dukungan lainnya
terimakasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!