Adzan subuh menggema di telinga. Lima menit sebelum adzan, alarm hpku berbunyi sangat keras. Aku terbiasa memasang alarm. Untuk jaga-jaga agar aku tidak kebablasan tidur dan melalaikan sholat subuh.
Aku membuka selimut tebal dari tubuhku, dan beranjak menuju kamar mandi. Kulihat Abi dan adikku Aldi sudah rapi untuk berjamaah di masjid dekat rumah.
"Abi dan adek udah siap?,". Tanyaku pada mereka.
"Sudah Dong kak,". Jawab Aldi semangat.
"Umi kemana Abi?,".
"Umi sedang masak didapur mbak, coba sanah dilihat. Abi pamit berangkat kemasjid dulu. Tolong pamitkan ke Umi ya mbak,".
"Nggih Abi,".
"Assalamualaikum,". Abi mengucapkan salam kepadaku seraya berlalu dengan menggandeng Aldi.
"Waallaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh,".
Aku melanjutkan langkah kaki ke dapur, dan benar saja. Ada Umi disana yang sedang asyiknya memotong sayur mayur untuk di masak.
"Umi....??,". Panggilku.
"Iya Aisyah, ada apa nduk?,". Tanya umi.
"Umi, sudah sholat subuh?,".
"Buat, sebentar lagi. Ini nanggung lagi potong-potong sayur, biar nanti bisa langsung dimasak. Abi dan Aldi sudah ke masjid mbak?,".
"Astaghfirullah, oh iya Aisyah lupa. Sudah mi, tadi Abi nitip ke Aisyah suruh dipamitkan ke Umi "
"Alhamdulillah. Yasudah, kamu sekarang ambil wudhu dan sholat duluan. Nanti Umi nyusul,".
"Nggih Umi,".
Aku berjalan menuju kamar mandi. Percikan air wudhu dipagi hari begitu sangat sejuk. Rasanya pegal-pegal semalam hilang begitu saja. Aku bergegas menuju kamar lagi, untuk sholat subuh.
Aku lebih suka sholat dikamar sendiri, dibandingkan dikamar sholat yang memang sudah sengaja dibuatkan untuk sholat. Aku teringat bahwa Rasulullah pernah bilang yaitu,
“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah dibagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad, 6: 297. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).
Bukan berarti seorang wanita tidak boleh sholat di masjid. Tentu itu sangat baik, tapi lebih afdhal untuk seorang muslimah adalah sholat dirumah.
Dua rokaat sholat subuh sudah aku kerjakan. Aku kemudian melanjutkan dengan membaca Al-Qur'an beberapa ayat. Ini memang sudah menjadi kebiasaan ku, membaca Al-Qur'an setelah shalat maghrib dan subuh.
Selesai mengaji, aku lantas merapihkan mukenah dan bergegas menuju dapur untuk membantu Umi menyiapkan makanan.
Sampai didapur, aku tidak mendapati Umi ada disana. Mungkin Umi sedang sholat pikirku.
Aku membersihkan sisa-sisa sampah yang masih ada. Menyapu lantai rumah, dan membereskan segala hal yang tidak rapih.
Sambil menunggu Umi selesai sholat.
"Assalamualaikum,".
Terdengar suara salam dari balik pintu depan rumah. Pasti Abi dan Aldi gumamku.
"Waallaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh,". Jawabku sambil membuka pintu. Benar saja itu adalah Abi dan Aldi.
"Sudah pulang bi?,". Seraya mencium tangan Abi.
"Sudah alhamdulillah. Umi mana kak?,".
"Umi masih sholat Abi,". Aku mengikuti Abi yang duduk dikursi keluarga. Hampir saja aku lupa untuk menanyakan perihal buku dasar bahasa arab yang aku butuhkan untuk tambahan mata kuliah wajib hari Ini.
"Abi?, Abi kalau Aisyah tidak salah, Abi punya buku dasar bahasa Arab kan nggih Bi?,". Tanyaku penuh harap.
"Buku dasar bahasa arab?,". Tanya Abi dengan raut wajahnya yang bingung. Mungkin di pikirannya Abi, untuk apa anak sulungnya minta buku bahasa arab?. Apa hubungannya dengan kuliahku difarmasi?,".
"Abi jangan bingung gitu. Jadi gini Bi, semalem Aisyah dapat kabar kalau ternyata ada mata kuliah wajib yang harus diambil oleh mahasiswa semester 6 Bi. Mata kuliah itu ternyata bahasa arab,". Aku mencoba menjelaskan apa yang menyebabkan Abi bingung.
Abi hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasanku dan berdiri meninggalkan aku sendirian.
"Abi?, mau kemana? kok malah pergi?,". Tanyaku cemberut.
"Lah, katanya kak Aisyah nyari buku dasar bahasa arab?. Lah ini Abi mau mencarikan loh,".
"Hehe.... oh nggih Bi. Aisyah kira Abi mau kemana. Heheh... maaf-maaf Abi,". Aku jadi malu sendiri.
Sambil menunggu Abi mencari buku yang aku butuhkan. Aku kembali kedapur menemui Umi. Aku membantu Umi menggoreng lauk pauk dan menanak nasi.
Aku belajar banyak hal dari Umi. Terutama masalah dapur, dari berbagai resep masakan yang mudah dan enak, cara memilih sayuran dan buah yang bagus, bahkan sampai ke bagaimana caranya mengganti gas LPG yang habis. Umi memang sangat pandai memasak. Setiap aku tanya sejak kapan bisa masak?. Umi selalu jawab,
"Semenjak Umi, memiliki pangeran yang harus Umi layani. Pangeran itu adalah Abimu
...,".
Umi dan Abi memang pasangan yang serasi. Keduanya sangat romantis. Aku bahagia. Sangat bahagia terlahir dari Umi dan Abiku. "Alhamdulillah .....,". Ucapku dalam hati.
"Kak Asiyah, kak... sini ...,". Abi memanggil ku dari arah ruang keluarga.
"Nggih Abi, aku pamit kepada Umi dan mendatangi Abi,".
"Ini buku yang kamu cari. Dulu Abi dapat ini dari teman Abi yang kuliah di Madinah,".
"Alhamdulillah ya Allah, Jazakallahkhoyr Abi,". Ucapku bahagia.
Aku menuju ke kamar untuk menaruh buku itu kedalam tas. Aku melirik jam di handphone ku. Jam 06:00 pagi. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap berangkat kekampus.
Seperti biasa, aku dan keluargaku selalu menyempatkan waktu untuk sarapan bersama. Ini moment paling membahagiakan. Bisa berkumpul dan bercengkrama dengan orang-orang terkasih dan tercinta. Sangat langka rasanya, keluarga yang menjadikan makan bersama sebagai kewajiban. Kebanyakan sekarang, satu rumah tapi seperti sibuk sendiri-sendiri. Bahkan jika sedang bersamapun, seperti orang asing. Jasmaninya berkumpul tapi hatinya entah kemana.
"Kak Asiyah?,". Sapa Abi.
"Nggih Abi?,". Jawabku sambil menatap Abi.
"Kak, Abi mau tanya ke kak Asiyah,".
"Nggih, Abi mau tanya apa ke Aisyah Bi?, In syaaAlloh kalo mampu Aisyah jawab, maka akan Aisyah jawab Bi,".
"Nak.. usia kamu sekarang hampir menginjak 22 tahun ....,". Aku menelan ludah, serasa tercekat mendengar ucapan Abi yang begitu sangat ringan namun sebenarnya sangat dalam, lebih dalam dari jurang manapun yang ada.
".... Sebentar lagi pun, mbak Aisyah akan lulus kuliah. Apa kamu tidak ada niatan untuk menikah?. Setidaknya planning?,".
Aku terdiam bak disihir. Baru kali inilah Abi membicarakan hal sensitif (menurut ku) seperti ini. Pertama kalinya Abi menanyakan masalah menikah didepan ku.
"Kak?, kak?... kak Aisyah?,". Umi membangun kan lamunanku. Aku kaget dan sangat gugup.
"...Astaghfirullah, nggih Umi, maaf-maaf Aisyah melamun...,". Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam.
"Aisyah kenapa nak?. Apa Abi salah menanyakan hal ini pada anak gadis Abi yang sudah mulai dewasa?,". Abi merasa bersalah setelah melihat raut wajahku.
"... Emmm... nggak Abi. Abi tidak salah menanyakan itu ke Aisyah. Aisyah hanya sedikit kaget saja. Karena tiba-tiba Abi bertanya hal demikian. Ini kali pertamanya Aisyah dapat pertanyaan seperti ini dari Abi,". Aku menunduk malu.
"Umi tau kak, apa yang kakak rasakan...,". Ucap umi sambil tersenyum dan mengelus kepalaku lembut.
" ... Jadi?, apa kak Aisyah sudah ada planning kapan akan menikah?. Lagi pula, Abi sudah lelah...,".
"....Lelah?. Abi lelah dengan Aisyah makanya Abi suruh Aisyah menikah?,". Aku menitikkan air mata. Bagaimana mungkin seorang ayah lelah mendidik putrinya?.
"Hehehehe.... bukan begitu kak. Maksud Abi, Abi lelah menolak banyak laki-laki baik yang datang ke abi untuk meminta kamu dari Abi ...,". Abi tersenyum melihat tingkah putrinya.
Aku tetap tertunduk malu, wajahku merah.
"Maafkan Aisyah lagi Abi, sudah suudzon ke Abi,". Astaghfirullah, aku memarahi diri sendiri. Bagaimana bisa aku berpikir jelek tentang Abi.
Aku bingung, bagaimana menjawab pertanyaan Abi. Karena emang untuk saat ini, belum ada keinginan untuk menikah, lagi pula belum ada laki-laki yang bisa menarik hatiku sampai detik ini. Tapi pertanyaan orang tua tetap pertanyaan yang harus dijawab, dan tidak boleh tidak.
" ... Jujur Abi, untuk saat ini. Aisyah tidak ada planning untuk menikah, atau jelasnya Aisyah belum pengen menikah Abi. Aisyah ingin fokus kuliah dulu...,". Jawabku mencoba menjelaskan dengan hati-hati.
Abi dan Umi hanya manggut-manggut kecil mendengar jawabanku. Kemudian tersenyum bersamaan.
"Kak... jika kak Aisyah sudah menemukan laki-laki yang kak Aisyah ridho padanya, jangan sungkan dan malu untuk terbuka dan ngobrol dengan Umi Abi yah...,". Umi menjelaskan.
"Jika memang belum ingin menikah dan belum ada planning, yasudah kakak fokus kuliah dulu, mungkin Allah sedang mempersiapkan laki-laki terbaik buat dampingin kakak. Aamiin ...,". Sambung Abi.
MasyaAlloh tabarakallah, rasanya aku ingin menangis mendengar ucapan Abi barusan. Aku menangis karena mana mungkin Allah sandingkan laki-laki baik untuk wanita yang masih banyak dosa dan kesalahan seperti ku?.
Bukankah janji Allah dalam Q.S An-Nur ayat 26 yang berbunyi,
" ...... Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).”
"Jazakallahkhoyr Abi, Jazakillahkhoyr Umi untuk doa baik dan untuk segalanya....,". Ucapku pada Umi dan Abiku.
#
Tepat pukul 07:00, aku pamit kepada Umi dan Abi untuk berangkat ke kampus. ..Bismillah
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
👑gueena💣
yg bener yg mana kakak atau Mba ya
2020-08-26
1
Anisa Hafidz Alfatih
abinnu manggil kak.umi ny MB..
2020-04-05
2
mee moo😉
kakak atau mbak y...
2020-04-05
3