Pulang kuliah, tepatnya pukul 5 sore. Aku meminta Azizah untuk menemaniku membeli jajanan untuk berbuka puasa. Karena kebetulan, Azizah ternyata juga sedang ingin mencari sesuatu untuk dibawa pulang. Katanya untuk teman mengerjakan tugas.
"Syah... kita mau naik apa ke pasar jajan nya?,".
"Bagaimana kalau pake becak saja Zah?,".
"Apa?!, becak Syah?!!,". Azizah memekik.
Aku bingung melihat ekspresi aneh nya. Kenapa sekaget itu mendengar kata becak?. Apa dia tidak pernah pakai becak?. Gumamku dalam hati.
"Iya becak Zah?, kenapa si?,". Tanyaku bingung.
"Hehe... ngga papa si, tapi apa iya harus becak Syah?. Nggak pakai grab car atau taksi aja gitu Syah?,". Mukanya seperti memelas, memohon, dan menggaruk kepalanya yang menggunakan jilbab motif batik yang tidak gatal itu.
"Jangan bilang kamu ga pernah pake becak Zah,". Tanyaku setengah menyelidik.
"Heheh... ya pernah si, tapi itu jaman orok Syah. Jaman gue masih ingusan,". Jawabnya sambil cengengesan.
"Udah jangan bawel, nanti mas Dani marah. Masa naik becak aja ga mau. Hehe,". Aku menarik tangan Azizah dan memanggil bapak tukang becak. Tak menunggu waktu lama, becak datang. Azizah juga ikut membuntuti aku sambil manyun-manyun ngga jelas. Rasanya ingin tertawa. Tapi aku menahannya.
"Pak ke pasar jajan yang deket simpangan Sudirman ya,". Ucapku pada bapak tukang becak itu.
"Baik mbak,". Jawab tukang becak datar.
Sepanjang perjalanan, aku sangat merasakan kebahagiaan. Entahlah, aku mudah sekali bahagia hanya karena hal-hal kecil yang bagi orang lain justru memalukan. Contohnya naik becak seperti sekarang ini. Bagiku naik becak itu mengasyikan. Selain bisa menghirup udara sepuasnya, juga bebas melihat sekeliling tanpa ada sekat. Sangat berbeda ketika menggunakan alat transportasi lainnya, seperti mobil, atau motor. Laju nya terlalu cepat, bagiku itu sangat tidak menikmati perjalanan.
"Syah... ,". Panggil Azizah.
"Iyah Zah...,". Jawabku.
"Syah... kamu ga ada niatan untuk menikah muda?,". Tanya nya dengan mata kosong.
Aku sontak langsung mengalihkan pandangan ke arah Azizah duduk. Apa-apaan dia. Tiba-tiba menanyakan hal konyol seperti itu kepada ku. Nikah muda?, jadi istri di usia muda?, masih kuliah?. Sama sekali aku tidak pernah membayangkannya walau sedikit.
"... Plakk...,". Tanganku memukul bahunya.
"Aaww.... apa-apaan si lu Syah. Kok gue di pukul?!. Ditanya bukannya jawab malah mukul,". Jawab nya agak kesal karena kaget aku pukul.
"Hehehe... aku cuman memastikan kalo kamu nannya kaya gitu masih dalam keadaan sadar, lagian ada-ada saja. Tiba-tiba tanya masalah sensitif, ga ada angin ga ada halilintar,". Ucapku.
"Yaelah Syah, itu bukan masalah sensitif, elunya aja yang terlalu fokus dengan kuliah. Lagian usia kita udah hampir menginjak 22 tahun,". Jelasnya.
Aku merenungi apa yang di katakan oleh Azizah. Nampaknya benar, selama ini aku emang terkesan sangat cuek dengan hal-hal yang berbau asmara atau dengan lawan jenis. Bukan berarti aku ngga normal loh ya. Hanya saja selalu aku merasa belum saatnya memikirkan itu. Lagi pula, Abi dan Umi belum pernah menanyakan masalah menikah. Apalagi di usia muda. Aku melamun.
"Heeehhh ....!!, malah ngelamun,". Seru Azizah membangunkan kesadaran ku.
"Yeehh... siapa yang melamun si. Aku lagi memikirkan sesuatu yang penting. Hehehe,".
"Apa itu apa Syah?. Oh ya, aku tau. Jadi kamu sudah memikirkan rencana untuk nikah muda?. Wahhh... cepat sekali respon kamu Syah. Sama siapa Syah?,".
Azizah nyerocos begitu saja tanpa henti. Sampai aku mendengar suara tertawa bapak becak di belakang sana. Mungkin ini bapak merasa aneh, atau bahkan lucu melihat tingkah dan pembicaraan aku dan Azizah. Dan bener saja. Baru aku bergumam, bapak itu tiba-tiba memberikan pendapatnya tanpa aku dan Azizah minta.
"Iya ngga ada salah nya neng, nikah muda kan ibadah. Apalagi perempuan bercadar kaya eneng banyak tuh yang masih usia 19 tahun, 20 tahun sudah pada punya suami. Katanya si buat menghindari hal-hal zina. Tapi bagus lah, jadi kan katanya kalo orang nikah, pegang tangan suami atau istri aja dapat pahala. Jadi ibadah nya banyak neng,". Ucap bapak tukang becak itu.
"Nahh... dengerin tuh Syah. Lagian elu kan sering ikut pengajian yang tak jarang bahas masalah rumah tangga. Masa elu ga ada ketertarikan buat nikah muda?,".
Lagi-lagi aku diam saja, dan lebih milih menikmati perjalanan sambil dengerin Azizah dan bapak tukang becak saling ngobrol ngalor ngidul.
"Ayok Syah turun. Sudah sampe,".
Sergah Azizah kepadaku. Dan benar saja, ternyata sudah sampai di pasar jajanan yang kami tuju.
"Kok cepet banget Zah?,". Tanyaku polos.
"Cepet darimana nya Syah. Elu aja dari tadi ngelamun Mulu. Gue ngobrol banyak sama bapak tukang becak juga elu ga dengerin kan?,".
Aku cuman bisa nyengir saja sambil mengiyakan semua apa yang dikatakan Azizah kepadaku. Emang sedari tadi aku hanya melamun dan menikmati semilir angin. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, yang jelas nyaman dan tenang sekali rasanya.
Pasar jajanan terlihat sangat ramai. Setiap hari Senin dan Kamis selalu ramai. Karena di lingkungan kampus alhamdulillah banyak juga mahasiswa dan mahasiswi yang menjalankan puasa sunnah, dan tidak bisa dibayangkan ketika bulan suci ramadhan datang. Rasanya semua manusia bertumpah ruah di pasar ini.
Pasar jajanan selain apa aja ada dan tersedia, harganya pun terjangkau. Bahkan relatif sangat murah untuk ukuran anak kuliahan. Apalagi dengan kualitas rasa seenak itu, nggak kalah dengan jajanan dimall-mall atau toko-toko ternama.
"Syah... elu mau beli apa buat buka puasa?, nanti biar gue aja yang ngantri. Elu duduk aja di kursi,". Tangannya memberikan arahan kepadaku agar aku duduk dikursi bawah pohon yang memang disediakan untuk duduk.
"Ngga usah Zah, aku ikut antri aja ngga papa,".
"Jangan lah, elu kan lagi puasa. Perut elu kosong. Nanti kalo elu sampe pingsan gara-gara ngantri panjang. Gue juga yang repot kan?. Hahaha,".
"Enak aja. Aku kuat kok Zah, lagian kasian kamu antri sendirian,".
"Kamu mau nitip, atau aku ngambek,". Kali ini nada Azizah setengah mengancam. Bukan setengah lagi. Tapi memang mengancam.
"Yasudah iya,". Jawabku mengalah dan menyerah,". Aku ingin roti pai coklat, jus mangga, sama salad buah, kalau ada kurma boleh deh yang kemasan kecil saja ya. Hehe..,". Makasih Azizah sayang.
"Oke siap, udah sana elu duduk aja. Tungguin gue. Jangan tinggalin gue kaya mantan-mantan gue yang dulu,". Sambil nyengir dan mulai baris antri.
Aku cuman bisa tersenyum, dan lagi-lagi menggeleng-gelengkan kepala kecil karena ulah Azizah. Sedikit bercerita tentang Azizah. Dia gadis kelahiran Cirebon, dan sekarang dia merantau diSolo untuk kuliah.
Dari awal semester, dia sangat ramah kepadaku. Bahkan tidak pernah sedikitpun menunjukkan wajah tidak suka karena penampilanku yang asing dan berbeda dari yang lainnya. Dia satu-satunya orang yang selalu bisa bikin aku tersenyum, bahkan tertawa tanpa sadar. Karakter dia memang sangat jauh berbeda dari pada aku. Dia tipe orang yang cuek, apa adanya, dan tidak mudah tersinggung, dan satu lagi cukup bawel.
Azizah sudah aku anggap seperti keluarga sendiri. Dia juga sudah sering main kerumahku. Karena memang aku asli kelahiran Solo dan rumahku tidak terlalu jauh dari kampus tempatku kuliah. Abi dan Umiku bahkan adikku yang kecil sudah sangat akrab dengan Azizah. Aku selalu bersyukur sama Allah, karena telah mempertemukan aku dengan Azizah.
Azizah datang, mengangkat kedua tangannya yang penuh dengan kantong kresek. Dia seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya seperti sosialita yang sedang bawa banyak belanjaan mewah.
Aku terkikik melihat ulahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
veraazuera( ig Veraazuera)
lanjut, semangat berkarya💪
2021-11-03
0
Lee Yuta
lanjut terus😁
2021-11-02
1
Jus Anggur
lanjut
2021-11-02
1