Sang Pembelah Hati
Andri berjalan ke salah satu kursi panjang yang ada di pinggir lapangan basket diiringi tepuk tangan riuh teman-temannya. Aplaus diberikan setelah ia berhasil melesakkan bola ke dalam keranjang basket dari luar garis busur 3 kali berturut- turut. Kegiatan iseng-iseng anak kuliah sewaktu jam istirahat atau pergantian mata kuliah. Tasnya masih berselempang di pundaknya, kemejanya menjadi kusut, basah oleh keringat. Baru saja ia duduk hendak mengambil sapu tangan untuk mengusap keringat di dahinya terdengar suara yang terdengar seperti orkestra di telinga.
"Siang Kak!" Suara itu datang di depan mukanya, ternyata seorang gadis manis berkepang kuda berdiri sedang memandangnya sambil membawa brosur.
"Waalaikum salam."
"Oh maaf, saya cuma mau ngasih info ada pertunjukan teater kampus kita di GOR Kuningan, Jakarta Selatan sore ini. Buat suport teman- teman kita yang tampil, kami mengharap dari kampus kita banyak yang datang. "
"Oh, kenapa infonya dadakan ya? Tidak ada tuh di kelas saya yang ngomongin ini kemarin- kemarin."
"Itulah makanya kami bikin brosur ini, memang agak telat sih, tapi tak apa kan?"
"Aku malas kalau datang sendiri, kamu mau jalan bareng aku engga?" Tiba-tiba saja otak jahil Andri bereaksi melihat senyum manis cewek didepan matanya.
"Aku jalan duluan sama teman-teman teater, tapi banyak koq yang mau berangkat dari kampus nanti sore ," Wanita ini menyadari bahaya otak jahil Andri, namun ia tetap tersenyum.
"Sampai nanti ketemu di sana ya Kak, Assalamualaikum" Ia berbalik dan ngeloyor pergi.
Awalnya Andri tak perduli dengan brosur yang ada ditangannya sekarang, ia hanya memasukannya dalam saku celana lalu bergegas masuk kelas untuk mata kuliah selanjutnya. Namun sudah berlalu dua mata kuliah Andri tak juga bisa menghapus bayangan senyum manis cewek tadi. Ia juga merasa bersalah karena telah menyepelekan apa yang dilakukan cewek tadi. Menonton teater memang bukan kesukaan Andri, tapi selera orang memang tidak sama, namun harusnya ia tetap menghargai mereka yang berbeda selera dengannya. Andri merasa ia bersalah dengan sikapnya sehingga ia memutuskan untuk datang. Ia berharap bertemu kembali dengan cewek tadi.
Tepat pukul lima sore jam kampus berakhir, Andri segera memacu motornya ke Kuningan. Ia tak mau jalan bareng teman-temannya karena bermaksud mencari cewek tadi. Sampai di lokasi ia bergesas menuju gedung pertunjukan, matanya berkeliling mencari sosok cewek tadi, ia beruntung, yang dicari terlihat sedang membawa bungkusan besar hendak masuk dari pintu belakang gedung pertunjukan.
"Assalamualaikum, sini biar aku bantu!" Andri langsung saja menyambar bungkusan yang ada di tangan cewek tadi, Pekikan tertahan dan mata melotot langsung diterima Andri, namun sesaat kemudian berubah menjadi senyuman riang gembira.
"Aku mau minta maaf akan sikapku tadi siang, tidak sepatutnya aku bersikap menyepelekan apa yang kamu dan teman-temanmu kerjakan disini. Seni adalah suatu hal yang tidak aku mengerti, tapi aku harusnya menghargai orang-orang luar biasa seperti kamu. Sekali lagi aku minta maaf."
"Terima kasih sudah mau datang, tapi maafmu belum aku terima sebelum bungkusan besar ini sampai belakang panggung dan masih ada banyak barang lagi di mobilku." Matanya melotot, namun sinar matanya bersinar seperti bocah yang baru mendapat permen, senyumnya mengembang seperti bunga mawar.
"Siap laksakan perintah Nyonya! " Andri membungkuk memberi hormat, diiringi gelak tawa riang cewek tadi.
"Citra" Cewek itu menyodorkan tangannya.
"Andri" Ia menyambut uluran tangan Citra, lalu mereka beriringan menuju belakang panggung dengan bungkusan besar di tangan Andri.
Ternyata Citra tidak bermain dalam pertunjukan hari ini, ia adalah penulis dan sutradara dari drama yang dimainkan teman-temannya. Nasib baik berpihak sama Andri. Ia bersama Citra menonton langsung pertunjukan dari sisi panggung. Meskipun seringkali di tinggal oleh Citra karena ia sibuk mengkoordinir para pemainnya. Karisma, kepandaian dan ketegasan Citra memimpin pertunjukan sontak menghilangkan sosok gadis manis yang tadi siang Andri lihat.
Ia begitu terpesona dengan sosok Citra. Sesekali Citra yang sedang sibuk mengatur jalannya drama menangkap pandangan mata Andri yang selalu tertuju padanya, sehingga keduanya saling memandang. Andri Tidak lagi fokus sama tontonan didepannya. Setiap kali mereka bertatap mata, Citra selalu mengumbar senyum manisnya. Membuat Andri rikuh.
Tiba- tiba Andri merasakan ponselnya bergetar dan ia melihat nama orang yang menelpon, seketika ia meminta zin kepada Citra untuk keluar dari gedung pertunjukan.
"Ada apa Komandan?"
"Andri dimana kau? Istrimu tadi telpon aku nih, katanya dia nelpon kamu tidak diangkat-angkat!"
Andri tersentak kaget, seketika ia memeriksa ponselnya tenyata benar, Julia, Istrinya menelpon berkali-kali.
"Terus komandan bilang apa? " Andri bertanya dengan hati gundah.
"Aku bilang kamu disini sedang jaga sama aku, tapi sedang ke kamar mandi."
"Ok Ndan, terima kasih ya, aku segera pulang" Andri segera lari keparkiran motor dan sudah tak sempat lagi pamit dengan Citra.
Dalam perjalanan pulang mengendarai motor pikirannya melayang, ia memang sudah beristri dan sudah punya dua anak. Putranya yang sulung baru berusia lima tahun dan putrinya yang kedua berusia tiga tahun. Andri bekerja sebagai sekurity di sebuah perusahaan swasta di Bekasi. Untunglah ia mempunyai rekan-rekan kerja yang mendukung kegiatan kuliahnya. Apalagi Komandan Andri orang tua yang sangat bijak dan mendorong Andri untuk kuliah sembari bekerja. Komandan membuat jjadwal kerja Andri disesuaikan dengan jadwal kuliahnya.
Karena ingin menonton pertunjukan ia tadi menghubungi istrinya mengabarkan kalau sehabis kuliah langsung tugas jaga sampai jam 10 malam. Namun tampaknya sang istri curiga, sehingga dia menelpon dan mengecek langsung kepada komandannya. Begitulah, kata orang, perempuan itu punya insting yang kuat kalo dia sedang dibohongi.
"Gawat, bisa perang dingin dah nanti malam" Andri menggumam pasrah.
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat Andri sampai depan rumahnya. Ia sudah disambut oleh teriakan manja dan pelukan dari kedua anaknya. Andri masuk kerumah sambil mengendong putrinya ia disambut dengan muka masam dari sang istri.
"Kenapa kau tak jawab panggilan telponku?' Julia bertanya dengan mata melotot memandang Andri penuh selidik seakan sedang mencoba membaca apa yang ada dipikiran suaminya.
"Aku sedang dikamar mandi terus sholat Maghrib, toh kau juga sudah tahu infonya dari komandan!" Andri menjawab dengan ketus.
"Tapi kenapa setelah itu kamu tidak telpon balik?" Ia masih saja memandang suaminya dengan penuh curiga.
"Komandan meminta jadwal kuliahku bulan depan, aku jadi lupa menelponmu karena kami membuat jadwal kerja buat bulan depan. Setelah itu aku langsung pulang!" Andri menjawab dengan kalimat seakan ia menyimpan bara api dalam setiap kata-katanya.
Andri meletakkan putrinya di sofa dan langsung pergi kekamar mandi. setelah ia mandi dan sholat Isya ia bermain dan meninabobokan anak-anaknya di kamar mereka sampai tertidur. Ketika Andri memasuki kamarnya, istrinya sudah di kasur berbaring membelakanginya. Pikiran Andri menerawang. Teringat ia sosok Citra, dan teringat juga kalau ia belum sempat pamit pulang kepada Citra. Kalau dipikir lagi, Ia bukan tak sempat pamit, tapi bingung mau bikin alasan apa sama Citra. Citra pasti marah dan kecewa.
"Kenapa Citra harus kecewa? toh ia bukan siapa-siapanya Citra, kenal saja baru tadi." Andri membatin. Kalau saja Citra tahu aku sudah punya istri pasti dia akan menjauhiku. Ia menyesal sepanjang hari tadi tak sempat minta nomer ponselnya Citra.
Andri mencoba memejamkan mata agar kegelisahan hatinya tak terlihat oleh istrinya.. Namun pikirannya masih bercabang-cabang entah kemana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments