Andri dan kawan kawan telah menyelesaikan latihannya malam itu. Andri tak menemukan sosok Citra dimana-mana. Dalam hatinya ia menyesal telah mendiamkan Citra, hatinya panas ketika mengetahui Rico adalah pacarnya Citra. Latihan membuatnya lupa akan kekesalannya pada Citra, ia menolak ajakan teman-teman barunya untuk makan bersama. Setelah semua temannya menghilang, Andri berjalan keluar dari Hall basket, ia tak melihat mobil honda jazz warna merah milik Citra. Ia mendengus menyesal, melangkah gontai tak bersemangat menuju motornya.
"Kenapa kau mendiamkanku?" Andri yang sudah berada diatas motornya hendak memakai helm mendengar suara Citra dari belakang. Ia meletakkan kembali helmnya, memutar balik badannya namun masih tetap duduk diatas motor. Citra sedang berdiri dengan tangan bersedakap didadanya matanya menantang Andri. Andri tak tahu harus berkata apa.
"Bagaimana skripsimu?" Pertanyaan Andri justru membuat Citra yang tadinya siap meledak jadi kebingungan.
"On progress, terima kasih sudah perhatian soal itu. Tapi jangan kau coba alihkan pembicaraan! Jawab pertanyaanku!" Nadanya sudah tak lagi sekeras yang pertama tadi, tapi sinar mata galaknya tak surut.
"Aku tak suka kalau harus berkelahi karena perempuan, seharusnya kau bilang kalau dia pacarmu, aku tak akan menyakitinya" Citra terkesiap mendengar penuturan Andri.
"Hahahaha.. Jadi kau cemburu?" Citra tertawa geli sampai memegang perutnya. Andri yang tertangkap basah hanya bisa garuk-garuk kepala.dia sebenarnya malu tapi pemandangann didepannya melihat Citra tertawa tak bisa ia lewatkan begitu saja.
"Rico bilang begitu? Hahahaha..Kau salah! Rico memang pernah jadi pacarku, tapi kami sudah lama putus. Tak ada perempuan yang tahan dengan sikapnya."
"Tapi dia masih mengklaimmu, tanpaknya dia belum rela melepasmu!"
"Ini negara bebas bung, dia bebas berkata apa saja! Aku tak perduli! Kita tak bisa mengendalikan orang lain kan?"Tekanan darah Andri berangsur turun, ia sudah bisa tersenyum setelah muram sekian lama.
"Kemana kau tadi? Shinta bilang kau pulang."
"Aku di cafe depan. Aku kesal padamu makanya aku pamit pulang sama Shinta."
"Mana mobilmu?"
"Mobilku plat ganjil, aku naik online."
"Kalau begitu biarku antar kau pulang, naiklah!" Andri menyalakan motornya, Citra dengan sigap langsung naik dibelakang Andri. Mereka tak langsung pulang, mampir dahulu kewarung tenda pinggir jalan warung soto favoritnya Citra.
Hampir jam sebelas malam ketika Andri sampai dirumah, kedua anaknya sudah tidur. Julia yang membukakan pintu buat Andri berwajah biasa saja, dia bahkan masih mencium tangan Andri dan menawarkan makan. Andri mencoba mencari wajah yang berbeda dari sikap istrinya. Sementara ia sendiri berusaha bersikap biasa saja walaupun hatinya sedang begitu gembira sehabis makan berdua dengan Citra.
"Aku sudah makan sayang, mereka mengajakku makan bersama setelah latihan."
"Mas ikut team basket kampus?"
"Iya, kau tahulah, kita kuliah selain cari ijazah juga harus mulai membangun relasi kan?"
"Apa Mas nanti tidak kecapean? Aku khawatir nanti malah kerjan Mas terbengkalai, apalagi tugas jaga Mas tidak boleh lengah sedikitpun. " Andri tak menyangka ia mendapat perhatian begitu besar dari istrinya. Ia mengambil tangan Julia mengajaknya duduk disampingnya. IAndri mencium kening kiri Julia, yang langsung tersipu dan merebahkan kepalanya ke bahu Andri.
"Terima kasih atas perhatiannya, tapi kau jangan khawatir, aku akan coba atur sebaik mungkin agar semua berjalan baik. Aku mau mandi dulu, belum sholat isya., Kau sudah sholat?" Andri kembali mencium kening Julia. Julia tersenyum dan nenganguk.
Sehabis mandi dan sholat isya Andri merebahkan badannya disisi Julia, pikirannya menerawang antara makan malam dengan Citra dan perhatian hangat yang diberikan istrinya barusan. Suasana hatinya menjadi kusut. Ia memandang istrinya yang sudah tertidur, Julia tak kalah cantik dari Citra, dia bahkan lebih matang dan dewasa. Tapi perhatiannya tadi mengejutkan Andri, selama ini Andri tak pernah disambut sedemikian mesra. Andri bahkan sudah bersiap menyiapkan segala alasan untuk menghadapi kemarahan Julia yang tadi ia tinggal pergi dengan wajah masam. Andri terus memandangi Julia .dan tak lama kemudian ia menarik Julia masuk kedalam pelukannya.
Latihan kedua juga berlangsung tanpa kehadiran Rico, namun sudah dihadiri oleh kedua temannya yang langsung datang meminta maaf kepada Andri dan semua rekan setimnya. Suasana latihan menjadi lebih bersemangat. Coach Joko terus mengarahkan anak buahnya agar mampu memainkan strategi permainan mereka dengan baik. Team basket wanita juga datang, mereka ikut berlatih bersama namun dalam porsi yang berbeda karena team wanita tidak ikut turnamen. Citra tidak ikut berlatih dengan alsan tangannya terkilir, ia hanya duduk dipinggir lapangan walaupun rekannya memaksanya ikut latihan.
"Kau anggota team juga? Kenapa tak ikut latihan?" Andri bertanya kepada Citra yang hanya bersorak dan tepuk tangan.
"Ah, aku tak pandai mainnya, biar aku nontom saja, belajar dari kamu." Citra berkata sambil tersipu.
"Kau tak pantas jadi penipu Citra, Shinta sampai minta aku membujukmu main, kau playmakernya disini."
"Kau lihat Andri, dia rela mengkhianati temannya hanya demi memuaskan diri menonton kau main." Tiba-tiba Shinta berteriak lantang sambil tolak pinggang menghadap Citra dengan mulut mencibir, aksinya langsung mendapat hadiah lemparan tas yang tepat dimukanya. Andri tettawa.
"Andri aku mohon! Aku menderita jadi sahabatnya, entah barang apa yang belum ia lempar kemukaku." Shinta memegang tangan Andri dengan muka memelas, lalu lari kembali kelapangan sebelum botol air mineral yang dipegang Citra juga mampir ke mukanya. Andri masih terus tertawa
Latihan sudah selesai, caoch Joko mengumpulkan mereka semua dan memberikan arahan untuk persiapan pertandingan pertama turnamen yang akan mereka jalani esok lusa. Semuanya langsung berpisah setelah coach Joko selesai berbicara. Andri mengantar Citra sampai ke mobilnya. Citra mengambil sesuatu dari bagasi mobilnya dan memberikannya kepada Andri.
"Buatmu pakai untuk pertandingan besok, hadiah ulang tahun dariku!" Citra tersenyum. Andri menerimanya dengan terheran-heran.
"Siapa yang bilang aku ulang tahun hari ini?" Ia membuka bungkusan yang dilapis ddngan kertas kado.
"Tidak ada, aku jiga tak tahu kapan ulang tahunmu, kalau sudah lewat ya kadonya terlambat. Kalau belum tanggalnya, kadonya sudah duluan. Nanti aku tak perlu kasih lagi." Citra menjawab santai seenak perutnya.. Andri hanya geleng-gelng kepala melihat sikap Citra yang super asal. Dia membuka kardusnya, dan terperangah.
"Ini barang ori Citra, kau membuang banyak uang buatku?" Andri menatap Citra seakan Citra adalah makhluk asing dari luar angkasa.
"Kalau kau tak mau terpaksa aku buang, aku tak punya saudara laki-laki."
"Aku tidak bilang tak mau, aku cuma kaget saja karena ini sepatu basket mahal, tapi kalau kau ngambek kepingin buang, nih silahkan kau buang!" Andri menyodorkan kardus kosong kepada Citra sementara tamgan satunya menyembunyikan sepatu dibelakang badannya.
"Sialan!" Citra mengumpat tapi tetap mengambil kardus kosong dan melemparkannya ke bagasi mobilnya yang masih terbuka.
"Ukurannya pas?"
"Kayanya pas!" Tapi ada yang kurang? Kau lupa beli kaus kakinya. Hahahaha." Andri melihat kembali sepatu ditangannya. Citra menepuk jidatnya sambil geleng-geleng kepala.
"Aku ucapkam terima kasih banyak buat sepatunya, aku memang tak punya sepatu basket, tak terjangkau oleh kantongku, yang KW saja harganya sudah tak masuk akal.
"Itu tak gratis, kau harus membayarnya dengan trophy besok!" Keluar nada perintah dari mulut Citra, tapi dia tertawa.
"Siap Boss! I do my best for you!" Andri memberi sikap hormat militer kepada Citra, Citra mengibaskan tangannya sambil terkikik, lalu ia pamit pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments