Siang hari yang terik Citra sedang menikmati mie bakso kesukaannya di kantin kampus ketika Shinta datang dengan sangat bersemangat seperti baru menang undian. Hari ini Citra datang ke kampus agak siang karena ia sedang menyusun skripsi dan ada janji ketemu dosen pembimbingnya. Alasan lainnya adalah karena ia ingin bertemu Andri yang entah mengapa membuat dunianya serasa berbeda ketika bertemu dengannya. Andri tak seperti pria-pria lain dikampusnya yang seakan gatal ingin dekat dengan Citra. Tapi ketika ngobrol dengannya Andri bisa lepas bercanda saling meledek aatau sekedar ngalor-ngidul belaka.
"Kamu kemana sepagian? Tak kau jawab pesan apalagi panggilannku!" Mata Shinta melotot sempurna kearah sahabatnya dengan galak.
"Tidur" Citra menjawab santai sambil tetap makan mie baksonya. Mendengar jawaban Citra Shinta mendesis tak karuan.
"Tidur? Cuma itu jawabanmu? Sementara aku dari tadi tergopoh gopoh mencarimu? Tidak bisakah kamu coba cari alasan biar manis sedikit si kupingku?" Shinta merajuk marah, rasanya dia ingin mencabik-cabik wajah Citra.
"So what! Sejak kapan tidur sudah jadi pelanggaran hukum?" Ia masih menjawab santai tak perduli Shinta masih kembang kempis menahan marah, dalam hatinya Citra tertawa geli melihat tingkah Shinta. Shinta sampai menggeletukan gigi gerahamnya menahan marah. Ia mengambil paksa garpu dari mangkuk mie ayam Citra.
"Untung saja kau sahabatku! kalau tidak aku sudah cabik-cabik mukamu yang cantik itu pakai garpu!" Shinta mengacungkan garpu kewajah Citra, kemudian ia menusuk bakso di mangkuk Citra dan melahapnya sekaligus.
"Kau ini sebenarnya marah apa lapar sih?" Nada suara Citra bersedih karena baksonya yang tinggal satu habis dimakan Shinta.
"BODO AMAT!" Suaranya Shinta tak jelas karena ia masih mengunyah bakso yang sedang diratapi Citra.
"Kau harus bujuk si Panji masuk team baaket kita! Aku sudah berusaha mati-matian membujuknya tadi pagi, ia tak bergeming. Satu-satunya alasan laki-laki tak terbujuk rayuanku pasti karena sudah terpikat olehmu, cantik!" Semangatnya kembali bergelora.
"Kenapa harus aku? Kalau dia tak mau biarkan saja, setiap orang punya pilihannya sendiri."
"Kau tidak lihat sih mainnya tadi pagi, Rico dan teamnya main tadi pagi, Andri ikut main karena dipaksa temannya melawan mereka. Tampaknya dia tak tahu kalau yang dilawannya team utama kita, dia menembak mulus dari semua sudut, passingnya sempurna, blokshot, driblenya gokil, over the feet! Elo tahu! Gilanya lagi, dia main pakai celana panjang levis dan sepatu kets biasa, bukan sepatu basket! Semua orang dikampus tadi menonton!" Energi Shinta bercerita membuat seisi kantin yang tadinya berisik tiba-tiba hening, seakan semua mendengarkan Shinta. Citra memandang sekeliling kantin dan tampaknya apa yang dikatakan Shinta seolah diiyakan oleh mereka.
"Bagaimana dengan Rico? Apakah Rico setuju kalau Andri bergabung?"
"Rico langsung menghilang ketika teamnya kalah, tapi yang lainnya menyambut hangat, mereka yang menemaniku membujuk Andri."
"Dia bilang padaku kalau sudah tak ada waktu, dia kuliah sambil kerja, dia bilang begitu padaku setelah pertama kali kau membujuknya."
"Aku tahu kuncinya ada pada kamu, ayolah Citra, aku lihat kamu semakin dekat dengan dia, dan aku melihat sinar matamu begitu bercahaya, wajahmu begitu bahagia setiap kamu bertemu dengannya, ayolah Citra, jangan kau coba berbohong padaku, Andri memang tipenya kamu kan?" Shinta meledek Citra sampai Citra merah padam mukanya.
"Sok tahu!" Citra melempar gulungan tisu bekas ke muka Shinta. Keduanya tertawa.
"Baiklah, akan kucoba demi kampus kita, bukan karena fitnahmu yang barusan."
"Cih! Masih mau berkelit juga, awas kau! kalau kau lengah sedikit, aku yang sambar gebetanmu!" Shinta tertawa, Ia langsung kabur dari kursinya sambil menjulurkan lidahnya kearah Citra ketika Citra hendak melemparnya dengan sendok.
Citra menyambar tasnya dan langsung menghambur keluar kantin. Langkahnya menelusuri lorong kampus menuju kelas Andri. Ia memang pernah melihat Andri main basket, tapi bukan permainan lengkap. hanya sebatas melihatnya shoting-shoting saja, tapi memang seakan bola basket seperti menurut apa perintah Andri, bola masuk begitu saja ditembakkan dari sudut mana saja. Itulah yang membuatnya nekad menghampiri Andri dan membagi brosur pertunjukan teaternya. Dan disinilah ia sekarang sedang celingak-celinguk mencari sosok Andri. Tak ada sosoknya disana, begitu juga ditaman yang sudah dilewatinya.
"Logamannya hilang mbak?" Citra tersentak kaget ketika ada yang mencolek bahunya dari belakang dan mendengar suara yang dikenalnya.
"Oh, Citra, kukira siapa. Kau sedang cari ini?"
"Sialan!" Citra memukul tangan Andri yang menyodorkan uang logam lima ratusan. Andri tertawa terbahak. Citra langsung menyambar tangan Andri dan menyeretnya ke taman. Andri yang tak menyangka reaksi Citra berjalan terseret-seret mengikuti langkah Citra.
"Kau tak mau masuk team basket tapi kau pamer kemampuanmu tadi pagi, ish!"
"Hahahahah... Aku mau pamer sama kamu tadi pagi, nyesel aku ternyata kau tak ada hahahah..!" Citra langsung merona mukanya, tapi kemudian wajah galaknya muncul lagi.
"Aku yang jadi susah! Shinta memaksaku membujukmu!" Citra mulai merajuk.
"Luar biasa, benar katamu, tuh cewek memang tak bisa ditolak, dia bahkan mengenalkanku dengan pelatihnya, pelatihnya nonton pertandingan tadi."
"Kau tahu, minggu depan ada turnamen antar kampus se Jakarta, selama ini kampus kita selalu jadi pecundang, jadi wajar kalau mereka semua besemangat mengajak kau ikut."
"Entahlah Citra, aku tak akan sempat ikut latihan-latihannya. Kudengar Latihannya pagi-pagi sekali atau malah malam hari. Aku juga tak menyangla tadi mereka sedang latihan, temanku menjebakku. Kalau aku ikut team tanpa latihan itu akan menggangu keharmonisan team. Aku tak mqu jadi parasit disana nantinya."
"Bagaimana kalau problemmu aku bicarakan dengan mereka? Kalau mereka tak masalah dengan itu artinya kamu mau kan bergabung dengan mereka?" Nada diplomatis Citra membuat Andri garuk-garuk kepala.
"Turnamennya mulai minggu depan? Baiklah aku akan ambil cuti seminggu, kalau teman-temanmu oke kabari aku!" Mendengar jawaban Andri Citra tersenyum sangat manis yang pernah dilihat Andri yang membuat hatinya meleleh. Kalau bukan karena Citra yang memaksa dia tak akan pernah mempertimbangkannya sekalipun. Seketika suasana menjadi kikuk, keduanya hanya saling pandang dan tersipu.
"Aku ada janji sama dosen pembimbing skripsiku, jam berapa kau pulang?" Citra memecah kebekuan.
"Aku sudah tak ada mata kuliah lagi, dari sini langsung ketempat kerja."
" Ooh..!" Nada kecewa keluar dari mulut Citra tanpa sengaja. Ia langsung berdiri diikuti Andri yang juga berdiri. Mereka berjalan berdua beriringan sampai akhirnya berpisah. Andri menuju patkiran motor sedang Citra masuk keruangan para dosen berkumpul.
Sore hari Citra baru keluar dari ruangan dosen pembimbingnya. Ia langsung menuju sebuah cafe tempat dimana anggota klub basket berkumpul berjanji bertemu Citra. Tiba disana dia sudah ditunggu oleh Shinta, Rico, pak Joko sebagai pelatih dan beberapa anggota team putri dan putra yang sengaja hadir kesana. Citra langsung menceritakan hasil pertemuannya kepada mereka.
"Sudah kubilang! Andri pasti tak akan menolak kalau kau yang minta, hatinya sudah tertawan olehmu!"
Shinta tertawa ngakak, yang disambut pelototan galak oleh Citra.
"Aku tak setuju!" Dia tak bisa ikut team ini, dia belum pernah latihan bareng kita!" Rico berkata dengan berang.
"Aku tak sependapat denganmu Co!" Kali ini kamal, anggota team yang juga sahabat Rico menyela.
"Kau bisa rasakan pertandingan pagi tadi kan? Dia hampir sendirian bermain melawan kita yang hampir full team. Aku yakin dia tak mengenal semua teman satu teamnya tadi, tapi dia bisa mengoper dengan baik, melihat posisi kawannya, shotingnya mulus dari mana-mana. Aku yakin sekali saja kita main bareng, dia bisa langsung padu dengan kita. Kau memang hebat Rico, tapi Andri tambahan yang sempurna buat team kita."
"Aku main asal-asalan tadi, tidak sepenuh hati!" Rico membalas serangan Kamal.
"Aku setuju dengan Kamal, Andri bermain baik, kontrol emosinya bagus, beberapa kali kau memprovokasinya dia hanya tersenyum. Aku kira dia layak untuk dicoba." Kali ini coach Joko menyampaikan ulasannya.
Pada akhirnya keputusan sudah dibuat, latihan jelang turnamen akan dibuat mengikuti waktu luangnya Andri. Apalagi Andri sudah mengambil cuti untuk fokus pada turnamen. Hanya Rico yang tak bisa menerima keputusan itu. Ia langsung pulang begitu saja tanpa pamit. Shinta berusaha mencegah tapi Kamal menahannya dan memberi kode agar Shinta membiarkannya pergi. Citra langsung menghubungi Andri, mengabarkan hasil keputusanya. Citra juga meminta Andri untuk menyediakan waktu latihan bersama menjelang turnamen. Andri memberikan dua jadwal latihan sebelum turnamen dimulai. Semua anggota team setuju dengan jadwal baru yang di sepakati.
Di seberang sana Andri baru saja menutup ponselnya, sura riang Citra dan teriakan -teriakan teman-temannya yang mengoda Citra membuat ia tersenyum tak habis-habisnya. Jadwal latihan yang dibuatnya semakin membuat waktunya bersama keluarganya semakin sedikit. Perasaan riang berubah menjadi gundah gulana. Wajah Julia kembali terngiang dibenaknya. Sampai malam larut tiba ia tak bisa menghilangkan wajah kedua wanita itu ada dikepalanya.
Besok paginya Andri sudah tiba dirumah. Istrinya sudah berangkat kerja, hanya tinggal anaknya dan pembantu yang pulang pergi setiap hari membantu menjaga anak-anaknya dirumah. Siang hari Andri menjemput anaknya pulang sekolah dan mereka dan istirahat siang bersama. Sehabis maghrib Andri berjanji kepada Citra berlatih bareng bersama team basket di lapangan yang akan mereka sewa. Setelah pamit dengan Julia yang baru saja pulang ia langsung bergegas menyalakan motornya tak perduli dengan tatapan dan sikap curiga Julia. Baru saja ia memarkirkan motornya tiga orang datang menghampirinya. Tiga orang yang kemarin bermain melawannya bermain basket.
"Kau tak diterima disini, silahkan pulang!" Salah seorang berkata dengan kasar dengan tatapan benci kepada Andri.
"Oh, maaf, kau Rico kan? Ku kira kalian semalam sudah sepakat. Tapi its oke kalau kalian berubah pikiran, aku pulang sekarang."
"Dan jangan kau dekati Citra lagi! Dia milikku!" Andri yang sudah berbalik hendak kembali kemotornya kembali berbalik menghadapi ketiganya.
"Oh maaf, aku tak tahu kalau Citra sudah punya pacar, dia tak pernah bilang padaku, tapi aku sangsi, aku tak yakin Citra mau pacaran sama orang kasar dan tak punya sopan santun macam kau."
"Anjing! Banyak bacot luh!" Rico langsung menyerang Andri dengan melancarkan pukulan, Andri hanya menangkisnya dan membuang badan Rico, begitu juga dengan serangan kedua temannya. Ketiganya terus menyerang membabi buta, Andri yang tadinya hanya menangkis serangan akhirnya menjatuhkan kedua teman Rico sampai mereka tak sanggup bangun lagi. Tak punya pilihan, ia langsung menangkap tangan Rico dan menguncinya kebelakang sehingga Rico tak bisa bergerak dan hanya bisa berteriak mengeluarkan suara-suara kasar dan kesakitan.
"Aku bukan lawanmu Rico, kau tak akan sanggup melawanku. aku datang dengan baik, mana sopan santunmu?" Andri berkata dengan tajam dikuping Rico, rico terus saja berkata kasar.
"Kau hanya punya dua pilihan, kupatahkan tanganmu atau kau meminta maaf!"
"ANDRI! RICO! Apa yang terjadi!" Suara Citra dan Shintra berteriak bersamaan. Dibelakang mereka berkumpul anggota basket yang lain memandang mereka dan teman Rico yang terduduk kesakitan.
"Aku sedang mengajarkan pacarmu sopan santun!" Andri menatap Citra dengan marah sambil melemparkan Rico kearah Citra. Rico jatuh terguling dihadapan Citra. Citra menatap tajam kearah Rico yang baru bangun memegang tangannya sambil meringis kesakitan.
"Jelaskan Rico! Apa ulahmu sekarang?" Citra berteriak marah.
"Sudah ku bilang! Aku tak mau dia masuk teamku!" Rico menjawab dengan kasar. Ia langsung meninggalkan mereka begitu juga dua temannya. Kamal langsung menghampiri Andri dan meminta maaf kepada Andri.
"Aku meminta maaf atas kejadian tadi, aku sahabatnya tapi, itulah Rico, ia hebat bermain basket, tapi emosinya menenggelamkan semua. Kita tetap latihan kan dri?"
"Kejadian? Kejadian apa? Aku dari tadi disini, kalian yang terlambat! Aku tak melihat apa-apa." Wajah Andri dibuat lugu dan terheran -heran, Kamal tertawa dan langsung merangkul Andri mengajaknya masuk kedalam lapangan.
Kamal benar, Andri langsung nyetel dengan kawan-kawannya yang baru ia kenal seolah dia sudah lama bermain dengan mereka. Citra langsung terkagum-kagum dengan permainan Andri begitu melihatnya bermain. Tak salah kalau sikap Shinta menggila kemarin. Memohon -mohon memintanya membujuk Andri. Andri bermain seolah memang benar tak ada kejadian apapun sebelumnya, ia bisa langsung bergaul akrab dan bercanda dengan semuanya. Kecuali Citra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments