NovelToon NovelToon

Sang Pembelah Hati

Sang Penggoda Hati

Andri berjalan ke salah satu kursi panjang yang ada di pinggir lapangan basket diiringi tepuk tangan riuh teman-temannya. Aplaus diberikan setelah ia berhasil melesakkan bola ke dalam keranjang basket dari luar garis busur 3 kali berturut- turut. Kegiatan iseng-iseng anak kuliah sewaktu jam istirahat atau pergantian mata kuliah. Tasnya masih berselempang di pundaknya, kemejanya menjadi kusut, basah oleh keringat. Baru saja ia duduk hendak mengambil sapu tangan untuk mengusap keringat di dahinya terdengar suara yang terdengar seperti orkestra di telinga.

"Siang Kak!" Suara itu datang di depan mukanya, ternyata seorang gadis manis berkepang kuda berdiri sedang memandangnya sambil membawa brosur.

"Waalaikum salam."

"Oh maaf, saya cuma mau ngasih info ada pertunjukan teater kampus kita di GOR Kuningan, Jakarta Selatan sore ini. Buat suport teman- teman kita yang tampil, kami mengharap dari kampus kita banyak yang datang. "

"Oh, kenapa infonya dadakan ya? Tidak ada tuh di kelas saya yang ngomongin ini kemarin- kemarin."

"Itulah makanya kami bikin brosur ini, memang agak telat sih, tapi tak apa kan?"

"Aku malas kalau datang sendiri, kamu mau jalan bareng aku engga?" Tiba-tiba saja otak jahil Andri bereaksi melihat senyum manis cewek didepan matanya.

"Aku jalan duluan sama teman-teman teater, tapi banyak koq yang mau berangkat dari kampus nanti sore ," Wanita ini menyadari bahaya otak jahil Andri, namun ia tetap tersenyum.

"Sampai nanti ketemu di sana ya Kak, Assalamualaikum" Ia berbalik dan ngeloyor pergi.

Awalnya Andri tak perduli dengan brosur yang ada ditangannya sekarang, ia hanya memasukannya dalam saku celana lalu bergegas masuk kelas untuk mata kuliah selanjutnya. Namun sudah berlalu dua mata kuliah Andri tak juga bisa menghapus bayangan senyum manis cewek tadi. Ia juga merasa bersalah karena telah menyepelekan apa yang dilakukan cewek tadi. Menonton teater memang bukan kesukaan Andri, tapi selera orang memang tidak sama, namun harusnya ia tetap menghargai mereka yang berbeda selera dengannya. Andri merasa ia bersalah dengan sikapnya sehingga ia memutuskan untuk datang. Ia berharap bertemu kembali dengan cewek tadi.

Tepat pukul lima sore jam kampus berakhir, Andri segera memacu motornya ke Kuningan. Ia tak mau jalan bareng teman-temannya karena bermaksud mencari cewek tadi. Sampai di lokasi ia bergesas menuju gedung pertunjukan, matanya berkeliling mencari sosok cewek tadi, ia beruntung, yang dicari terlihat sedang membawa bungkusan besar hendak masuk dari pintu belakang gedung pertunjukan.

"Assalamualaikum, sini biar aku bantu!" Andri langsung saja menyambar bungkusan yang ada di tangan cewek tadi, Pekikan tertahan dan mata melotot langsung diterima Andri, namun sesaat kemudian berubah menjadi senyuman riang gembira.

"Aku mau minta maaf akan sikapku tadi siang, tidak sepatutnya aku bersikap menyepelekan apa yang kamu dan teman-temanmu kerjakan disini. Seni adalah suatu hal yang tidak aku mengerti, tapi aku harusnya menghargai orang-orang luar biasa seperti kamu. Sekali lagi aku minta maaf."

"Terima kasih sudah mau datang, tapi maafmu belum aku terima sebelum bungkusan besar ini sampai belakang panggung dan masih ada banyak barang lagi di mobilku." Matanya melotot, namun sinar matanya bersinar seperti bocah yang baru mendapat permen, senyumnya mengembang seperti bunga mawar.

"Siap laksakan perintah Nyonya! " Andri membungkuk memberi hormat, diiringi gelak tawa riang cewek tadi.

"Citra" Cewek itu menyodorkan tangannya.

"Andri" Ia menyambut uluran tangan Citra, lalu mereka beriringan menuju belakang panggung dengan bungkusan besar di tangan Andri.

Ternyata Citra tidak bermain dalam pertunjukan hari ini, ia adalah penulis dan sutradara dari drama yang dimainkan teman-temannya. Nasib baik berpihak sama Andri. Ia bersama Citra menonton langsung pertunjukan dari sisi panggung. Meskipun seringkali di tinggal oleh Citra karena ia sibuk mengkoordinir para pemainnya. Karisma, kepandaian dan ketegasan Citra memimpin pertunjukan sontak menghilangkan sosok gadis manis yang tadi siang Andri lihat.

Ia begitu terpesona dengan sosok Citra. Sesekali Citra yang sedang sibuk mengatur jalannya drama menangkap pandangan mata Andri yang selalu tertuju padanya, sehingga keduanya saling memandang. Andri Tidak lagi fokus sama tontonan didepannya. Setiap kali mereka bertatap mata, Citra selalu mengumbar senyum manisnya. Membuat Andri rikuh.

Tiba- tiba Andri merasakan ponselnya bergetar dan ia melihat nama orang yang menelpon, seketika ia meminta zin kepada Citra untuk keluar dari gedung pertunjukan.

"Ada apa Komandan?"

"Andri dimana kau? Istrimu tadi telpon aku nih, katanya dia nelpon kamu tidak diangkat-angkat!"

Andri tersentak kaget, seketika ia memeriksa ponselnya tenyata benar, Julia, Istrinya menelpon berkali-kali.

"Terus komandan bilang apa? " Andri bertanya dengan hati gundah.

"Aku bilang kamu disini sedang jaga sama aku, tapi sedang ke kamar mandi."

"Ok Ndan, terima kasih ya, aku segera pulang" Andri segera lari keparkiran motor dan sudah tak sempat lagi pamit dengan Citra.

Dalam perjalanan pulang mengendarai motor pikirannya melayang, ia memang sudah beristri dan sudah punya dua anak. Putranya yang sulung baru berusia lima tahun dan putrinya yang kedua berusia tiga tahun. Andri bekerja sebagai sekurity di sebuah perusahaan swasta di Bekasi. Untunglah ia mempunyai rekan-rekan kerja yang mendukung kegiatan kuliahnya. Apalagi Komandan Andri orang tua yang sangat bijak dan mendorong Andri untuk kuliah sembari bekerja. Komandan membuat jjadwal kerja Andri disesuaikan dengan jadwal kuliahnya.

Karena ingin menonton pertunjukan ia tadi menghubungi istrinya mengabarkan kalau sehabis kuliah langsung tugas jaga sampai jam 10 malam. Namun tampaknya sang istri curiga, sehingga dia menelpon dan mengecek langsung kepada komandannya. Begitulah, kata orang, perempuan itu punya insting yang kuat kalo dia sedang dibohongi.

"Gawat, bisa perang dingin dah nanti malam" Andri menggumam pasrah.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat Andri sampai depan rumahnya. Ia sudah disambut oleh teriakan manja dan pelukan dari kedua anaknya. Andri masuk kerumah sambil mengendong putrinya ia disambut dengan muka masam dari sang istri.

"Kenapa kau tak jawab panggilan telponku?' Julia bertanya dengan mata melotot memandang Andri penuh selidik seakan sedang mencoba membaca apa yang ada dipikiran suaminya.

"Aku sedang dikamar mandi terus sholat Maghrib, toh kau juga sudah tahu infonya dari komandan!" Andri menjawab dengan ketus.

"Tapi kenapa setelah itu kamu tidak telpon balik?" Ia masih saja memandang suaminya dengan penuh curiga.

"Komandan meminta jadwal kuliahku bulan depan, aku jadi lupa menelponmu karena kami membuat jadwal kerja buat bulan depan. Setelah itu aku langsung pulang!" Andri menjawab dengan kalimat seakan ia menyimpan bara api dalam setiap kata-katanya.

Andri meletakkan putrinya di sofa dan langsung pergi kekamar mandi. setelah ia mandi dan sholat Isya ia bermain dan meninabobokan anak-anaknya di kamar mereka sampai tertidur. Ketika Andri memasuki kamarnya, istrinya sudah di kasur berbaring membelakanginya. Pikiran Andri menerawang. Teringat ia sosok Citra, dan teringat juga kalau ia belum sempat pamit pulang kepada Citra. Kalau dipikir lagi, Ia bukan tak sempat pamit, tapi bingung mau bikin alasan apa sama Citra. Citra pasti marah dan kecewa.

"Kenapa Citra harus kecewa? toh ia bukan siapa-siapanya Citra, kenal saja baru tadi." Andri membatin. Kalau saja Citra tahu aku sudah punya istri pasti dia akan menjauhiku. Ia menyesal sepanjang hari tadi tak sempat minta nomer ponselnya Citra.

Andri mencoba memejamkan mata agar kegelisahan hatinya tak terlihat oleh istrinya.. Namun pikirannya masih bercabang-cabang entah kemana.

Andri dan Julia

Pagi itu setelah Andri kembali dari Masjid yg terletak tak jauh dari rumahnya, terlihat secangkir kopi panas di meja makan. Ternyata Istrinya yang masih mengenakan mukena sedang sibuk mempersiapkan sarapan. Andri mengucapkan syukur dalam batinnya karena istrinya tidak memperpanjang masalah yang semalam, ia memahami kenapa istrinya bersikap seperti itu, karena memang akan seperti itulah hampir semua wanita bila merasakan kejanggalan pada pasangannya.

Sambil menikmati kopinya Andri terngiang bagaimana mereka berdua sampai dititik ini. Mereka memang menikah sangat muda akibat kelalaian yang dilakukan oleh mereka berdua. Namun mereka sepakat untuk tidak lari dari masalah dan tidak membiarkan masalah menjerat hidup mereka. mereka merencanakan membangun rumah tangga yang baik agar anak-anaknya bisa bernasib lebih baik dari mereka.

Ia sebagai kepala keluarga yang masih muda saat itu mutuskan untuk langsung bekerja. Tidak banyak pilihan yang tersedia bila kita hanya memiliki selembar ijazah SMA. Dengan modal postur tubuh yang bagus, menjadi Sekurity adalah pilihan terbaik untuk bisa menanggung hidup seorang istri yang sedang mengandung anaknya, pikirnya saat itu. Apalagi mereka memutuskan meninggalkan rumah induk masing-masing untuk mengurangi beban mental mereka.

Setelah anak kedua lahir, sesuai yang disepakati, walaupun mundur dari rencana sebelumnya, Julia lah yang lebih dulu kuliah. Julia lebih pintar dan cerdas, dan terbukti Julia bisa menyelesaikan kuliahnya hanya dalam waktu tiga tahun. Beban ekonomi Andri bertambah saat itu, namun mereka berhasil melalui masa-masa sulit itu dengan baik. Saat ini Julia sudah bekerja sebagai staff akuntan disalah satu perusahaan swasta. Sekarang mereka sudah hidup dalam kondisi ekonomi lebih baik, bisa mencicil rumah, tak lagi di kontrakam pengap. Tak lagi tidur di kasur samarinda,.Anak-anaknya sudah punya kamar sendiri walaupun masih satu untuk berdua. Dan Akhirnya Andri bisa mengambil kuliah kelas reguler karena Andri ingin menjadi orang yg berilmu bukan hanya mendapat ijasah sarjana semata.

Lamunannya berakhir ketika tangannya di raih oleh Istrinya yang hendak pamit berangkat kerja. Tampak oleh Julia wajah Andri yang sedang melamun. Julia mengisi kursi disamping Andri, tangannya masih menggenggam tangan Andri.

" Aku minta maaf ya Mas atas sikapku semalam! "

" Tak perlu minta maaf, Aku yang salah, memang seharusnya Aku menelponmu balik."

" Ya sudahlah, Aku berangkat duluan ya, Assalamualaikum," Julia mencium tangan Andri lalu bangkit berjalan menuju motornya yang sudah terparkir rapi di teras siap mengantarkan majikannya berangkat.

Andri terdiam, Ia merasa bersalah karena telah membohongi istrinya tadi malam. Julia bisa menyikapinya dengan dewasa, tetap menaruh kepercayaan dan rasa hormat kepada suaminya. Sikapnya justru seperti anak kecil yang kehilangan mainan barunya. Andri beranjak dari kursinya dengan tekadnya melupakan Citra mulai detik ini. Lalu bergegas berangkat bekerja.

Setelah memasuki gerbang kantor. Ia di sambut dengan tepukan di pundaknya oleh Pak Sudarman, Komandannya. Orang-orang di kantor memanggilnya Pak Darman. Sosok yang sangat dihormati dan disegani oleh seluruh karyawan di kantor ini. Beliau sedang bersiap diri untuk pulang setelah shif jaga tadi malam.

"Kemana kau semalam? Katanya kuliah, koq sampai malam belum sampai rumah? "

" Aku di ajak teman nonton teater anak-anak kampus. "

" Siapa yang ngajak? Pasti perempuan cantik! " Andri tak menjawab, matanya hanya memandang Pak Darman.

" Hahahahaha, kau pikir aku tak pernah muda? Aku juga pernah kuliah seperti engkau Ndri, Aku tahu bagaimana kehidupan anak-anak kampus. " Pak Darman menyeringai.

" Nah sekarang kenapa mukamu lecek amat, ribut lagi ama bini semalam ya? " Andri menjawab dengan anggukan enggan. Pak Darman tersenyum lebar, begitulah beliau, senyumnya seakan mengajak Andri bahwa semua persoalan harus di hadapi dengan tenang dan pikiran damai. Andri juga tak sungkan menceritakan semua persoalan hidupnya kepada pak Darman. Laki-laki itu sangat bijaksana dan memiliki wawasan yang sangat luas. Pengalaman hidupnya benar-benar menjadi ilmu yang membentuknya seperti itu.

Andri bahkan berfikir seandainya Pak Darman yang menjadi Manajer di kantor ini, pasti hasilnya lebih bagus dari Manajer yang sekarang atau yang pernah ada. Sayangnya Negeri ini terlalu menghargai selembar kertas, bukan kemampuan seseorang. Itulah sebabnya Andri ingin kuliah, ia tak ingin nasibnya berakhir sama seperti Pak Darman. "Tragis sekali kalau sampai nanti di masa tuanya, satu- satunya keahlianku hanyalah mendorong pintu pagar yang berat ini," Andri membatin.

" Pertanyaannya?, bagaimana mungkin seorang Andri yang rajin Ibadah, sayang sama istri dan anak-anaknya, bisa tergoda nonton teater sama perempuan cantik? Padahal jelas-jelas kamu tak suka nonton teater kan? Kali ini Pak Darman menatap Andri dengan tajam seakan mau menusuk jantungnya. Andri tidak mampu menjawab, mulutnya terbuka tanpa keluar sepatah kata, namun anehnya, yang muncul gambar di otaknya adalah gambar Citra dengan senyum laksana mentari pagi.

"Sudah bang, kalau tuh cewek memang cantik sikat aja, yang penting jangan sampai ketahuan orang rumah hahahaha , " Suara itu terdengar dari belakang, ternyata Irfan, rekan Andri yang bertugas jaga bareng siang ini baru saja datang dan sempat mendengar percakapannya dengan Pak Darman.

" Aku tak terima nasihat dari jomblo tak laku macam kau, playboy dengan rekor buruk, 15 kali ditinggal kawin! "Andri menjawab ketus, namun sorot matanya riang menatap Irfan.

" Sialan kau Bang! " Aku bukan ditinggal, Aku selektif biar nanti berumah tangga tidak puyeng macam Kau ! " Sekarang gantian Irfan yang tertawa meledek Andri.

" Hati-hati Andri, siapa yang bermain api pasti akan terbakar! " Pak Darman berkata tegas. Andri merasakan nada ancaman dalam setiap kata-kata Pak Darman ditujukan kepadanya.

" Aku ingat sejak awal kamu datang kemari, kamu tumbuh dari seorang anak muda yang tak tahu harus berbuat apa, namun perjalanan waktu menjadikan kamu laki-laki yang hebat dan bertanggung jawab. Mampu memimpin keluargamu melewati masa-masa sulit. Kalian berdua bisa bekerjasama walaupun harus jatuh bangun. Apa yang kamu punya saat ini sesuatu yang harus kamu syukuri, kamu seharusnya tidak boleh, membiarkan apapun apalagi wanita lain merusak apa yang telah kalian bangun selama ini. "

Pak Darman benar, tentu saja ia berkata benar. Dialah mentor yang sebenarnya keluarga Andri selama ini. yang membimbing Andri membangun keluarganya dengan fondasi yang paling dasar dan kuat, yakni fondasi agama. Sesuatu yang tak di kenal Andri dimasa remajanya yang liar.

Beliaulah yang memberikan arahan dan bimbingan kepadanya bagaimana menjawab setiap permasalahan yang datang. Untunglah ia mendapat bimbingan dari Pak Darman, mungkin bila ia salah memilih orang yang diajak bicara tentang persoalannya, Rumah tangganya pasti sudah hancur berantakan.

Jadilah siang itu Andri melakukan tugas jaganya dengan pikiran yang semakin kusut. Otaknya tak henti-henti memberikan slide-slide film bergambar Julia, kadang berganti menjadi Citra, muncul juga gambat anak-anaknya. Slide film bahkan memutar kembali gambar -gambar saat Andri dan Julia masih SMA dan terus memutar adegan-adegannya sampai kejadian semalam. Gambar yang muncul diotaknya membuat Andri mengeretakkan geraham dan mengepal kedua tangannya dengan kuat.

Andri dan Citra

Hari ini Andri sudah di berada kampus sejak pagi. kegiatan belajar dikampus yang cukup padat mampu menghilangkan sosok Citra di pikirannya. Tadi pagi jelang ia berangkat dari rumah ia bertekad tidak mau mencari Citra. Ia berharap Citra marah kepadanya dan tak mau lagi bertemu dengannya.

Ia sengaja tidak istirahat makan siang di kantin, tidak juga muncul di lapangan basket. Ia hanya duduk di samping kelas menghadap taman yang lebih pantas disebut hutan kecil di pinggir kampus. Andri mengambil sebatang rokok dari sakunya, pikirannya melayang-layang. Dihembuskannya kuat-kuat asap rokok dari mulutnya berharap semua yang dipikirkannya terbawa oleh asap terbang ke udara bebas. Tiba - tiba suara itu datang mengejutkannya.

"Ada disini kau rupanya," Ternyata Citra sudah berdiri disampingnya dan langsung saja mengambil tempat kosong duduk disebelah Andri.. Andri tersenyum kikuk, serba salah, tak tahu harus bagaimana.

"Aku minta maaf, kemarin pergi tak pamit dahulu sama kamu, ada urusan penting di rumah." Suara Andri terdengar tak meyakinkan.

"Kenapa setiap kali kita ketemu kau selalu minta maaf sih? Aku bukan pendeta tempat pengakuan dosa dosa kau!" Citra tersenyum lebar, Andri makin salah tingkah.

"Kamu ternyata murid baru ya di sini, tak kusangka! Kutanya teman-temanku tak ada yang mengenal kamu, wajahmu tak cocok jadi mahasiswa baru, bukan fresh graduate high school soalnya."

"Jadi kamu kemarin seharian cari aku?" Hati Andri mendadak berbunga-bunga.

"Koq di tanya malah nanya lagi sih? 'Muka Citra mendadak merona merah seperti tomat yang baru saja keluar dari kulkas.

"Aku memang mahasiswa baru disini, lulus SMA aku langsung kerja, setelah tabunganku cukup baru aku bisa kuliah disini. Kamu sekarang semester berapa?"

"Aku sudah semester delapan, sedang pembuatan skripsi. Kenapa tak ikut team basket kita? Kulihat permainanmu kemarin keren, bisa nambah kekuatan team basket kita biar tiap tahun tidak jadi pecundang melulu, " Citra tertawa lepas, tertawanya membuat semua persoalan di kepala Andri musnah.

"Ah biasa aja, lagian aku takut tak bisa membagi waktunya, kuliah sambil kerja sudah sangat merepotkan, belum lagi tugas-tugas kuliah yang menumpuk."

"Nah bersiaplah bikin alasan sebanyak- banyaknya, sebentar lagi ketua team basket kita mau bujuk kamu bergabung dengan mereka, dan kamu pasti akan sulit menolak dia."

"Loh, memangnya kenapa? Siapa dia?"

"Karena dia perempuan dan sangat cantik! Badannya juga bagus loh!"

"Aku tak perduli biarpun dia kembaran Britney Spears sekalipun."

"Hahahaha.. Kamu aja tak bisa menolakku waktu kuajak nonton teater, kelemahanmu sebagai laki-laki sudah sangat jelas Ndri, dan dia jauh lebih cantik dari Aku." Citra kembali tertawa. Kali ini auranya makin membuat Andri seperti melayang.

"Ah itu situasinya beda!" Andri berharap suara tercekatnya tidak terdengar oleh Citra, tercekat karena telah ditelanjangi habis-habisan dengan gaya ceplas- ceplos Citra. Harga dirinya dijatuhkan seakan-akan dia adalah pria gampangan yang mudah jatuh hati. Namun Citra melakukannya dengan style yang luar biasa.

"Nah, itu orangnya datang, semoga sukses ya." Citra berdiri sambil menunjuk seorang perempuan yang memang sangat cantik, dan gilanya lagi Citra benar, Bodinya aduhai, khas pemain basket wanita.

"Kau temanin aku disinilah, aku takut nih." Andri berharap Citra mau menemaninya menghadapi monster cantik yang sekarang semakin mendekati mereka.

"Takut apa? Takut tidak bisa nolak?" Citra tertawa mengejek lalu ia berbalik berjalan meninggalkan Andri.

Setengah jam selanjutnya Andri benar-benar berjuang menolak ajakan Shinta, ketua team basket kampus. Andaikata pertemuan itu terjadi sebelum ia mengenal Citra, mungkin ia tak akan sanggup menolak ajakan Shinta. Bayangan Citra sudah sangat melekat di hatinya. Penolakannya seperti ingin membuktikan bahwa ia ingin menunjukkan kepada Citra bahwa ia adalah laki-laki yang komitmen dengan ucapannya. Ketika Andri menyadari hal ini, ia merasa aneh sendiri, kenapa ia melakukannya buat Citra? Apakah ia sudah jatuh cinta pada Citra? Andri tidak bisa membohongi hatinya sendiri.

Seketika bulu kuduknya meremang, jantungnya berdegup kencang seakan baru saja selesai balap lari. Adegan Julia pamit dan mencium tangannya tadi pagi terlintas kembali di pikirannya, teriakan manja anak-anaknya memangilnya saat dia pulang terlintas sangat jelas. Perasaannya pada Citra jelas berbahaya, ia berharap semoga cintanya bertepuk sebelah tangan. Tentu saja ia tidak layak buat Citra, wanita seperti Citra haruslah mendapat pria yang jauh lebih baik dari dirinya. Ia bertekad akan mengacuhkan Citra dan mengubur hasratnya dalam-dalam.

Kesibukan kuliah siang sampai sore kembali berhasil mengusir bayangan Citra dari benaknya, namun hanya sementara saja, Citra sudah menunggunya di parkiran motor.

"Shinta masih bertekad untuk membujuk kamu gabung, dia memang tak biasa di tolak laki-laki." Citra langsung nyerocos seperti petasan. Ia lalu berjalan disamping Andri yang hendak mengambil motornya. Andri ingat dengan tekadnya, ia berusaha mengacuhkan Citra, tapi tekad tinggallah tekad.

"Kamu akrab dengan Shinta?"

"Tentu saja, dia sahabatku, kami selalu berbagi cerita tentang apa saja."

"Kalau begitu bantulah aku, aku memang tak punya waktu lagi untuk hal-hal yang lain, tanggung jawabku dirumah sudah banyak."

"Kamu sudah berkeluarga? "

"Berkeluarga maksudmu? Sudah beristri ? Andri merasakan alarm bahaya. Sedetik ingin rasanya Andri berkata jujur, namun kebohonganlah yang menang.

"Tidak! Aku masih single." Andri berharap Citra tidak berhasil menangkap kebohongan yang keluar dari mulutnya.

"Ooh.." Hanya satu kata yang keluar dari mulut Citra, tapi rona wajah senangnya sudah membuat Andri merasa pencuri yang tertangkap basah. Dan makin besar lagi rasa bersalahnya ketika gambar Julia dan anak-anaknya terlintas lagi di benaknya.

"Ok, sampai ketemu lagi besok ya," Citra melambaikan tangannya, berbalik berjalan membelakangi Andri. Andri hanya bisa ternganga memandang setiap langkah Citra.

Dia tak berhenti menatap sampai Citra naik ke mobil pribadinya. Ia langsung memakai helm dan menyalakan motornya agar tak terlihat oleh Citra sedari tadi ia memandangnya.

Pikiran Andri menerawang kembali, "Takkan ada laki-laki yang mampu menolak pesona Citra" Batinnya mencoba mencari pembenaran atas perbuatannya. Citra benar, dia hanyalah seorang laki-laki yang seperti kucing garong yang sudah diberi makan majikannya tiap hari, namun tetap saja mencuri ketika ada kesempatan.

Mungkinkah Citra sebenarnya sudah tahu kalau dia sudah beristri?" Tak mungkin Citra tahu dari teman-temannya karena memang Tidak ada teman-teman Andri yang dulu mengenal dia di sini. Tidak juga ada tetangga atau kerabatnya. Andri juga tak pernah bercerita kepada siapapun di kampus tentang dirinya. Dia tidak menutup diri di kampus, tetap bergaul dengan baik dengan teman-temannya. Namun Andri cukup pandai membuat mereka tak harus bertanya tentang kehidupannya. Satu- satunya hal yang mungkin adalah seandainya Citra tahu dari administrasi datanya di kampus.

Andri bertanya- tanya dalam batinnya "Apakah Citra punya pergaulan yang cukup sehingga bisa mengakses data mahasiswa di kampus?" Pertanyaan yang membuat kepalanya menjadi berat seakan helmnya terbuat dari beton.

BAB IV

BAHAGIA CITRA

Malam sudah sangat larut, Citra sedang tergolek di ranjangnya sambil memeluk boneka panda ukuran jumbo, namun matanya tidak bisa terpejam, sosok Andri masih saja terbayang dalam pikirannya, "Aneh sekali, belum pernah ada sosok laki-laki di dunia ini yang bikin gue jadi begini" Citra membatin. Perawakannya yang tegap, wajahnya yang ganteng dan penuh misteri justru membuat hati Citra seperti nasi goreng sedang diaduk-aduk. " Sial ! Mana gue besok ada jadwal kuliah pagi, jam segini masih juga susah tidur ! " Citra melempar boneka pandanya secara asal, lalu dia beranjak dari ranjangnya mengambil handphone, dipasangnya earphone dan mulai memutar lagu -lagu favoritnya. Tak lama ia kembali merebahkan dirinya ke ranjang, mengambil posisi terlentang, matanya terpejam namun mulutnya menggumam mengikuti alunan lagu yang mengalir ditelinganya, jelang adzan shubuh barulah ia bisa terlelap.

Kuliah pagi ini dijalani Citra sambil terus menguap lebar, dia tak perduli teman-temannya protes terus, rasa kantuknya belum terpuaskan, tadi saja ia berangkat diantar sopir papahnya dan tidur sepanjang perjalanan. Ia tidak berani bawa mobil sendiri karena tidurnya semalam sangat singkat. Baru menjelang makan siang nyawanya pulih dan ia mencoba menghubungi Andri, namun berkali-kali ia mencoba telponnya tetap tidak diangkat. "Kemana laki-laki sialan itu? Ini sudah waktunya istirahat siang, tidak mungkin masih ada yang masih di kelas! " Citra bertanya dengan kesal kedalam hatinya. Akhirnya karena penasaran Ia berjalan menuju gedung fakultasnya Andri, namun ia menghela nafas kecewa, kelas Andri sudah kosong dan tak ada orang disana. Ia berjalan melewati taman belakang, dilihatnya sosok Andri sedang duduk bersandar dibangku taman sendirian, ia menghampiri Andri, semakin dekat dilihatnya ternyata Andri tertidur pulas.

Melihat andri tertidur Citra tidak tega membangunkannya, ia mengambil posisi duduk disamping Andri. " Capek sekali dia kelihatannya, tidurnya sampai begitu pulas sampai tidak mendengar bunyi handphone. " Citra terus menatap Andri, pikirannya penuh dengan pertanyaan, namun ia memutuskan duduk menunggu sampai Andri terbangun. Hampir setengah jam berlalu akhirnya Andri terbangun, ketika ia menoleh ia tersentak kaget melihat Citra sudah duduk disampingnya.

" Kaget ya bangun tidur ada bidadari dari surga disampingmu? " Citra melempar senyum manisnya sambil menyibakkan rambutnya yang hitam berkilau. "Melihat pemandangan barusan Andri terkesima sampai menelan air liurnya.

"Kukira tadi kuntilanak, karena tadi aku mimpi sedang di neraka. "

" "Sialan ! " Citra langsung cemberut ,

" Hahahahahah" Andri tertawa tergelak, " Kamu tambah cantik kalo cemberut gitu."

"Benarkah? Kalau gitu mulai sekarang aku pasang muka cemberut didepan kamu ! "

"Hahahahaha.. Silahkan saja kalau enggak capek tuh bibir manyun gitu sepanjang hari."

" Sudah ! Kamu kerja apa sih tidur sampai pules gitu? " Citra bertanya, kali ini dengan mimik wajah serius. Mendapat pertanyaan seperti itu Andri bingung apakah akan menjawab jujur atau bohong.

" Aku bekerja sebagai sekurity di daerah Bekasi," Andri berkata jujur, ia tidak yakin apa yang ia harapkan dari Citra ketika mendengar jawabannya, sebagian hatinya berharap Citra memandang rendah dirinya lalu pergi menjauh, namun sebagian lagi ia menyesal berkata jujur.

" Nanti malam kerjanya libur enggak? Kalau libur temanin aku yuk nonton film baru di bioskop ! " Citra bertanya, sambil tersenyum, Andri menjadi gelagapan, dipandangnya wajah Citra lekat-lekat, namun tak ada hal yang aneh disana.

"Tidak ! Aku masuk shif malam mulai sore nanti." Andri menolak dengan tegas.

" Kalau gitu kapan kamu libur? " Citra kembali bertanya, kali ini nadanya sudah penuh dengan pengharapan. Perasaan Andri semakin bergolak tak karuan.

" Entahlah, aku juga lagi banyak urusan minggu ini. " Kembali Andri menjawab, kali ini suaranya bergetar tanpa keyakinan. Citra langsung bamgkit berdiri, wajahnya jelas menunjukkan ekspresi sepertu baru saja kalah taruhan puluhan juta. Ia berjalan tanpa menoleh meninggalkan andri yang masih bingung menatapnya.

" Bagaimana kalau besok Lusa ?!" Andri berteriak, ternyata nurani lelakinya yang menang. Citra berhenti berjalan, ia berbalik menatap Andri dengan sorot mata seakan siap membelah perut Andri.yang menatapnya penuh harap, sekian detik kemudian Citra melemparkan senyumnya seperti bunga mawar yang baru saja merekah, ia menyambungkan telinga dan mulutnya dengan jempol dan kelingkingnya, lalu ia berbalik kembali dan melangkah lagi, kali ini langkah kakinya lebih ringan.

Andri menghempaskan tubuhnya ke bangku taman sambil menepuk jidatnya, otaknya sekarang sudah seperti benang yang super kusut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!