Ketulusan Hati Syifabella
"Syifa.....di mana kamu?" Seorang pria menuruni anak tangga sambil membawa kemeja warna putih. Suaranya terdengar nyaring di pagi hari. Sejak tadi ia memanggil nama itu sudah hampir tiga kali. Entah kenapa sang pemilik nama tak kunjung menampakkan batang hidungnya "Syifaa......" Lantangnya lagi.
Dari dapur seorang wanita berlarian ke arah sumber suara " Iya mas sebentar" Sebelum keluar lebih dulu mematikan kompor.
"Syifa....." Lagi lagi teriakan itu membuat gendang telinga berdengung kencang. Bukan hal baru baginya mendengar suara keras seperti itu, bahkan sudah menjadi makanan sehari hari.
"Ada apa, mas? Kenapa berteriak kencang sekali sampai getar seisi rumah ini" Tegurnya sembari menatap wajah Pria tersebut. Dari raut wajah sang pria jelas terlihat bahwa dia tidak dalam kondisi baik baik saja. Guratan kasar pada dahi sang pria menandakan kemarahan besar.
"Punya telinga tidak, sih?" Bentaknya lagi.
Mengusap dada "Astagfirullah, mas. Bisa tidak kalau bicara itu jangan teriak, malu kalau di dengar tetangga"
"Kamu itu tuli atau pura pura tuli sih? Dari tadi di panggil tidak nyahut sama sekali, tidak punya telinga, ya?" Kesalnya sambil menyodorkan kemeja putih "Lihat ini kenapa kemejaku belum kamu setrika? Bukankah kemarin aku sudah bilang kalau kemaja ini akan aku pakai kerja hari ini?" dengan mata melotot ia menghardik sang istri.
"Astaga....maaf mas aku lupa" Sambil menepuk kening.
Melemparkan kemaja tepat di wajah sang wanita "Lupa? Lupa kamu bilang? Seharian kamu di rumah ongkang ongkang kaki sedangkan suamimu harus kerja banting tulang di luar sana tanpa kenal lelah, lalu untuk menyetrika satu kemaja saja kamu bisa lupa? Apa sih yang kamu kerjakan selama di rumah, ha?"
Melihat sang suami murka hanya bisa terdiam, semua kerena ia tidak mau berdebat lebih jauh lagi. Percuma saja membela diri pada akhirnya sang suami tidak akan percaya sedikit pun.
Syifabella, seorang wanita muda berusia sekitar dua puluh lima tahun, berkulit putih bersih, mata sendu nan indah. Hampir setiap hari ia harus mendengar suaminya marah atas kelalaiannya. Bukan lalai tapi belum sempat, sebab ia begitu sibuk dengan tugas rumah tangga. Di tambah lagi harus menghadapi sikap ibu mertua yang agoran dan semena mena. Setiap hari kedua orang itu membuat Syifa harus belerja sepanjang waktu sampai tidak ada sedikit pun waktu luang untuk istirahat. Mereka memperlakukan Syifa seperti seorang pembantu bukan sebagai istri dan menantu pada umumnya. Syifa juga harus mengurus semua kebutuhan rumah tangga, dari masak, mencuci, dan membersihkan rumah. Bahkan tidak hanya sampai di situ Syifa harus membersihkan kebun setiap harinya sampai orang lain iba melihatnya. Menjadi istri orang kaya tidaklah seenak kelihatnya, dia di perlakukan tidak manusiawi. Sesekali ingin mengakhiri penderitannya tapi ia memikirkan satu hal, pandangan orang terhadapnya. Menjadi seorang janda sungguh tidaklah mudah apa lagi harus sampai menjanda dua kali. Orang akan berpikir bahwa si wanitalah yang salah karena telah gagal dua kali. Maka dari itu ia memilih untuk diam dengan semua yang terjadi.
"Begitulah istrimu tidak becus dalam segala hal...." Celetuk seorang wanita paruh baya, yang kala itu tengah duduk berpangku tangan sambil menikmati secangkir teh manis. Beliau adalah ibu mertua Syifa. Sedari dulu beliau suka menyudutkannya dalam berbagai masalah.
"Dia itu memang pembawa masalah di rumah kita ini" Tanpa rasa belas kasihan sang ibu mertua mampu melontarkan kalimat menyakitkan, sampai beliau lupa menantunya adalah calon ibu bagi cucu cucunya kelak.
Sejak tinggal bersama kehidupan Syifa begitu menderita. Setiap saat air matanya menetes atas tekanan dan penderitaan. Bukankah seorang istri berhak mendapat kebahagiaan? Namun, berbeda dengan Syifa, justru dia hanya mendapat derita dari pernikahan keduanya itu. Ya, Syifa adalah seorang janda muda. Enam bulan lalu ia bercerai dari suaminya karena suatu masalah. Setelah enam bulan menjanda akhirnya seorang pria datang padanya untuk mempersunting dirinya sebagai pendamping hidup. Awalnya Syifa menolak, akan tetapi kedua orang tuanya memaksanya untuk menerima lamaran itu. Kedua orang tuanya tergoda dengan sejumlah mahar pernikahan yang di tawarkan oleh keluarga pria tersebut. Dengan paksaan kedua orang tua maka Syifa setuju menikah lagi.
"Sudah ibu bilang wanita ini hanya menjadi beban untuk kita saja, seharusnya dulu ibu tidak melamarnya untukmu. Sungguh ibu menyesal telah menikahkan putra kesayangan ibu ini dengan seorang janda sepertinya" Menaikkan salah satu sudut bibirnya sambil memutar bola mata "Beruntung sekali dia mendapatkan suami kaya sepertimu, nak. Justru kita kena sial karena sudah membiarkan dia masuk dalam keluarga kita"
"Kenapa tega sekali ibu berkata begitu padaku, apa salahku, bu? Hidup sebagai janda bukan pilihanku tapi keadaan memaksaku menjadi seperti itu" Mendengar ibu mertua selalu menyalahkannya dalam setiap hal, sehingga statusnya dulu sebagai seorang janda terus menerus di ungkit sampai sekarang.
"Heh....berani sekali kamu meninggikan suara di depanku" Menjambak kerudung yang di kenakan Syifa, sampai rambutnya terlihat.
"Tega sekali ibu melakukan itu padaku" Memungut kembali kerudungnya. Bukan sekali dua kali sang mertua membuatnya harus terhina di hadapan Tuhan. Kerudung yang selama ini selalu menjaga fitrahnya sebagai wanita muslim, kerap kali menjadi sasaran kemaran. Ingin rasa mengeluh tapi pada siapa Ia harus mengeluh? Kedua orang tuanya tidak lagi perduli tentang kehidupan sang putri, karena bagi mereka uang adalah segalanya. Setiap bulan mereka menerima senumlah uang dari menantunya sebagai tanda kasih sayang, itu menurut mereka.
"Ibu bisa menghinaku di depan semua orang, bahkan di depan suamiku sekali pun. Tapi, aku tidak akan membiarkan ibu menghinaku di hadapan Tuhanku" Dengan berderai air mata Syifa berusaha kuat menghadapi mereka berdua. Mereka adalah iblis bertopeng manusia.
Sambil memakai kembali kerudung Syifa kembali bangkit dan menatap sang ibu mertua "Sampai kapan ibu membenciku? Membenci latar belakang masa laluku? Sungguh, sekali pun tidak pernah terpikir olehku untuk menjadi seorang janda. Ini bukan mauku, bu" Tangisnya semakin pecah saat hatinya tak mampu menahan rasa sakit.
"Cukup, sudah cukup. Sekarang juga kamu harus setrika kemajaku, dalam lima menit semua harus selesai" Menarik paksa tangan sang istri, menyeretnya menaiki anak tangga.
Sang ibu tersenyum puas, karena selama ini sang putra selalu berpihak padanya "Tau rasa kamu...."
"Mas lepaskan tanganku, sakit mas" Desis Syifa saat tangan suaminya mencengkeram kuat pada pergelangan tangan kirinya "Kamu menyakitiku, mas. Tolong lepaskan tangaku, sakit"
Damar Sasongko, seorang pria arogan, bekerja pada sebuah perusahaan terkemuka di sebuah perusahaan. Ia menjabat sebagai manager kantor pusat dengan bayaran tinggi, ia juga adalah tangan kanan bos besar ketika sedang meninggalkan tempat. Sejatinya Damar adalah pekerja keras, ulet dan tekun. Sudah lama ia bekerja pada perusahaan tersebut dan mengabdikan sepuluh tahun hidupnya untuk bekerja di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments