Istri Tertukar Tuan Anres

Istri Tertukar Tuan Anres

Bab 01

Benda pipih yang tergeletak begitu saja di atas nakas itu memerdengarkan bunyi cukup nyaring.

wanita cantik yang terpaku sejak sekian menit lalu, segera meraih ponsel tersebut, dan melihatnya. Ada satu nama tertera di atas layarnya yang berwarna biru. Edward.

"Halo."

"Kau sudah bangun?" Suara tanya pria itu masih saja terdengar datar.

"Ya."

"Lima menit lagi, asistenmu akan datang. Dia akan memberitahukan apa saja yang harus kau kerjakan hari ini."

"Iya."

"Pastikan kau melakukan semuanya dengan benar."

"Aku usahakan," jawab wanita itu seraya tersembunyi menghela napasnya.

"Kau sudah mempelajari buku panduan itu?"

"Ya, sesuai perintahmu."

"Jangan sampai ada kesalahan. Terutama di hadapan tuan Anres. Ingat, aku selalu memantau semuanya dari tempatku." Tersirat ancaman dari ucapan itu.

"Aku paham ..."

Wanita cantik itu belum juga menuntaskan ucapan, tapi sudah terdengar bunyi Tut, pertanda sambungan telah diputuskan. Ia pun hanya menghela napas seraya meletakkan kembali ponselnya di atas nakas.

Pandangannya kembali terarah pada bingkai foto besar yang dipajang di dinding kamar. Foto seorang wanita cantik berambut panjang yang kecantikannya seakan mengalahi seminar lampu kamar yang begitu benderang. "Kau sangat cantik," gumamnya pelan. Untuk kesekian kalinya ia memuji kecantikan wanita yang ada dalam gambar.

Dan untuk kesekian kalinya juga ia menatap pantulan wajahnya sendiri di cermin besar yang berada tepat di samping foto tersebut. "Kita mirip. Memang sangat mirip." Semakin dipandang, ia semakin yakin dengan apa yang dicetuskannya sekarang. Bahkan kemudian satu pemikiran mencuat dalam benaknya. "Ataukah aku memang adalah saudara kembarmu yang hilang, Nyonya Elea."

Dan bersamaan dengan ucapan itu, senyum mencibir terhias di bibir. "Mana mungkin kita kembar. Kau dan aku bagaikan sang ratu dan upik abu." Wanita itu kini menertawakan ucapannya sendiri.

Tok .. Tok .. Tok ..

Suara ketukan pelan terdengar dari pintu kamar yang besar.

"Masuk!" titahnya dengan suara yang sedikit serak.

Seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahunan memasuki ruangan. Ia mengenakan pakaian rapi. Blus lengan panjang warna biru sky yang dipadankan dengan rok span selutut warna navy. Rambutnya juga digelung rapi dengan sepasang anting permata putih yang mempermanis tampilannya.

"Selamat pagi, Nyonya Elea," sapanya, sambil menyertakan senyuman manis di wajah.

"Ranti?"

"Iya, Nyonya. Sudah waktunya sarapan."

Wanita cantik yang masih enggan beranjak dari duduknya di tepi ranjang king zisenya dari tadi itu mengangguk singkat. "Arabella ?"

"Indah, sedang menyiapkan nona kecil juga untuk ikut sarapan." Ranti, sang asisten nyonya besar itu melaporkan.

Selanjutnya wanita itu menyilakan dengan tangannya. "Silakan, Nyonya."

Elea bangkit perlahan setelah terlebih dahulu menghempaskan napasnya sebentar. Ranti mengiringinya di belakang. Mereka keluar dari kamar utama yang sangat besar itu menyusuri beberapa koridor sebelum akhirnya menuju tangga melengkung yang menuju ke lantai bawah.

"Ranti." Elea menghentikan langkah dan menatap Ranti yang berjalan jarak lima langkah di belakangnya.

"Ya, Nyonya." Ranti sigap mendekat.

"Berjalanlah di sampingku. Aku khawatir terjatuh. Rumah ini terlalu besar," ucap Elea dengan sepasang mata mengitari langit-langit rumah yang begitu megah dengan lampu-lampu kristal yang tergantung dimana-mana.

"Mak- maksud nyonya?" Ranti terlihat heran dengan apa yang dikatakan oleh sang nyonya barusan.

"Tidak ada." Elea menggeleng singkat dan tangannya segera meraih lengan Ranti untuk mendekat. Ia benar-benar meminta asisten pribadinya itu untuk berjalan beriringan di sampingnya bahkan tanpa jarak.

Di atas meja makan yang besar sudah terhidang beraneka macam sarapan. Dari yang paling ringan sampai yang cukup berat untuk disantap. Aneka hidangan itu sedang menunggu untuk dicicipi. Sayangnya, tak ada siapa-siapa di sana. Hanya Elea saja yang datang bersama Ranti.

"Di mana yang lain?" tanya Elea dengan tatapan janggal.

"Yang lain siapa maksud nyonya?" Ranti malah membalikkan tanya. Karena meja makan keluarga Tanujaya itu memang selalu sepi setiap harinya.

"Kau bilang barusan kalau Arabella akan ikut sarapan."

"Mungkin sebentar lagi, Nyonya."

"Baiklah. Lalu tuan Anres?" tanya Elea lagi dengan suara yang hampir tertahan di tenggorokan. Saat nama Anres ia sebutkan.

"Tuan Anres sudah lama tidak pernah ikut sarapan bersama," jawab Ranti.

"Oya, kenapa?" Elea terlihat penasaran. Ia sampai mengabaikan kursi yang disiapkan oleh asistennya itu untuk segera diduduki.

"Untuk jawabannya, Nyonya pasti lebih tahu." Jawaban Ranti itu membuat Elea langsung diam. Ia hanya memberikan anggukan singkat lalu segera duduk di kursi. Tatapannya memindai macam-macam menu sarapan yang ada di atas meja.

"Nyonya mau yang mana? Biar saya siapkan."

Elea menggeleng. "Tidak. Biar aku sendiri."

Saat wanita berparas jelita itu sedang sibuk menentukan sarapannya, seorang wanita muda yang mengenakan baju serupa dengan Ranti, tergesa menghampiri.

"Maaf, Nyonya. Nona kecil menolak untuk sarapan bersama."

Elea terdiam. Ia langsung teringat pada peristiwa semalam, saat pertama kali ia datang. Arabella, Batita nan jelita itu menolak kehadirannya. Ia bahkan menangis saat Elea berusaha mendekati.

"Tidak apa-apa," katanya dengan pelan. Selanjutnya ia menoleh pada Ranti. "Bisakah temani aku sarapan?"

"Tentu nyonya, saya akan tetap di sini, sampai nyonya selesai sarapan." Sudah menjadi tugas Ranti selama ini. Berdiri dalam jarak lima langkah di belakang nyonya Elea yang sedang menikmati sarapannya.

"Bukan seperti itu. Duduklah!" Elea menunjuk kursi di sebelahnya. "Kita sarapan bersama."

"Saya duduk di sini?" Ranti terlihat sangat heran.

"Iya. Sayang 'kan makanan sebanyak ini kalau harus aku dinikmati seorang diri," kata Elea santai. Sedangkan Ranti nampak bertukar pandang dengan Indah, keduanya sama-sama terlihat heran.

"Indah juga, duduklah! Kita sarapan bersama," ajak Elea pula pada pengasuh putrinya itu.

"Mm anu, Nyonya, saya harus segera kembali ke kamar non Abel." Dan indah pun berlalu meninggalkan Ranti yang terlihat mulai duduk memenuhi keinginan sang nyonya untuk sarapan bersama.

Sedangkan Dalam hati, Ranti bertanya-tanya, bukankah Elea adalah first lady keluarga Tanujaya yang sangat menjaga jarak dengan setiap asistennya. Meski semua kebutuhan wanita itu selama hampir dua puluh empat jam dilayani oleh para asisten, tapi berakrab-akrab dengan mereka adalah satu pantangan yang tak akan pernah dilakukan oleh Elea selama ini. Semua itu karena wanita yang selalu tampil elegant tersebut sangat menjunjung tinggi kedudukannya sebagai istri Anres Alvaro Tanujaya, satu dari sekian keluarga pebisnis sukses di Indonesia. Bahkan keluarga Tanujaya menduduki jajaran sepuluh orang terkaya di negeri ini, setelah keluarga William Pramudya.

"Arabella sepertinya sangat menolak kehadiranku." Terdengar ucapan Elea memecah keheningan. Wanita itu tengah mengadukan apa yang menjadi keresahan dalam maya pikirnya.

"Eh." Ranti sampai berjengit kaget mendengar hal itu. Bukan saja karena dia sedang berkelana jauh dengan pemikirannya sendiri, lalu tiba-tiba ditarik untuk segera kembali. Tapi, karena ia juga menangkap adanya hal tak biasa, yang bukan menjadi kebiasaan Elea. Yaitu membicarakan tentang dirinya sendiri pada sang asisten, seperti kali ini.

"Nona mungkin kecewa pada nyonya. karena selama ini sering ditinggal pergi," jawab Ranti.

"Begitu ya?" Elea terlihat berpikir atas jawaban asistennya itu.

Ranti mengangguk. "Selama ini, Nyonya juga tidak dekat dengan non Abel. Jadi wajar, kalau nona kecil lebih memilih bersama Indah, dari pada bersama, Nyonya," lanjut Ranti lagi. Kali ini wanita itu menyuarakan pendapatnya dengan lebih berani, guna melihat bagaimana reaksi Elea atas semua ini.

Ranti mengenal Elea sebagai pribadi yang tidak suka dibantah, dan tidak suka meminta pendapat pada orang yang ada di bawahnya.

"Aku akan ke kamar Arabella." Elea langsung berdiri dari duduknya. Ia meninggalkan sarapan padahal masih ada beberapa suap di piringnya. Lagi-lagi ini bukan kebiasaan seorang Elea. Biasanya Elea akan mengabaikan apa pun termasuk jerit tangis Arabella bila sedang di meja makan, atau pun saat sedang mengerjakan aktivitas lain. Alasannya karena ia sudah membayar asisten untuk mengurusi berbagai hal. Jadi biarlah setiap pribadi bertanggung jawab atas urusannya sendiri-sendiri, ia merasa tak perlu ikut campur sekali pun itu untuk urusan sang putri.

"Nyonya Elea, mau ke kamar non Abel?" Ranti gegas mengejar.

"Iya," jawab Elea singkat dan meneruskan langkahnya hendak ke lantai atas.

"Bukankah kamar non Abel ada di lantai bawah, Nyonya."

"Oh." Elea segera menghentikan langkah dengan raut wajah terkejut. "Ah iya aku lupa. Tolong antarkan aku kesana, Ranti."

"Baik, Nyonya."

Di dalam kamar Arabella.

Sang nona kecil sudah selesai mandi, kini Indah sedang merias anak asuhnya itu di depan cermin. Elea yang semula hanya menatap saja, perlahan mulai menghampiri. "Boleh aku yang merapihkan rambutnya, Abel, Indah?" Ia bertanya sopan. Membuat Indah sejenak memandang heran pada Ranti. Pasalnya, selama bekerja sebagai pengasuh Abel dari dua tahun yang lalu, ia tak pernah mendapatkan sikap yang seperti ini dari nyonya Elea.

Ranti mengangguk meyakinkan seraya tersenyum.

"Silakan, Nyonya."

Indah mundur beberapa langkah, memberi kesempatan Elea untuk merias putrinya.

"Abel, mau rambutnya diikat gimana, Sayang?" Wanita itu sejenak mendaratkan ciuman lembut di ubun-ubun Arabella, sambil bertanya.

Abel menggeleng pelan, seraya tak melepaskan tatapan dari wajah cantik Elea. Di mata bening balita cantik itu seakan tersirat banyak kata tanya yang tak bisa dibahasakan.

"Diikat satu ya, biar rapi." Elea berinisiatif memilih sendiri. Dan Abel mengangguk setuju.

"Mama." Lirih kata itu terucap dari bibir mungil Abel, ketika Elea hampir selesai merapikan rambutnya yang licin dan bergelombang.

"Iya, sayang." Elea segera menghentikan gerakannya menyisir rambut Abel. "Apa mama terlalu kasar ya, nyisir rambutnya? Apa Abel kesakitan?"

Elea menatap manik mata bening itu dengan raut khawatir.

Arabela menggeleng. "Mama mau pelgi?" tanyanya seraya menatap lekat manik mata Elea.

"Gak sayang. Mama gak mau pergi kemana-mana. Apa Abel ingin jalan-jalan?"

Arabella menggeleng lagi.

"Atau, mau main ditemani mama?" tebak Elea pelan seraya menatap gemas putri cantik di depannya.

"Mau." Abel langsung menjawab dengan sepasang mata yang terlihat berbinar.

"Tapi, sebelum main, Abel sarapan dulu ya."

Arabella mengangguk dengan antusias. Bahkan kali ini ada seutas senyum yang terbit di bibir mungilnya.

"Mau sarapan apa? Biar mama buatin." Elea tampak semakin bersemangat dengan hal itu.

Beberapa saat kemudian.

"Mbak Ranti, yang ada di depan kita sekarang, benar-benar nyonya Elea atau bukan?" tanya Indah dengan suara lirih. Sementara tatapannya terus mengarah pada Elea yang sedang menyuapi Arabella. Mereka kini kembali berada di ruang makan, lantaran sang nona kecil memilih untuk sarapan di sana, setelah barusan sempat menolak untuk sarapan bersama sang mama.

Ranti hanya menoleh sekilas pada Indah, dan tak mengatakan apa-apa.

"Ini semua bukan kebiasaan nyonya Elea yang aku kenal. Mbak Ranti juga merasakan itu 'kan?"

"Hmmm." Ranti hanya mengangguk kecil.

"Apa nyonya Elea kejedot tembok ya, Mbak, sampai dia berubah gini," bisik Indah dengan tampang heran.

"Hussh, apa-apaan kamu," hardik Ranti. Sebenarnya ia pun merasa lebih heran. Karena ia lebih banyak menemukan perubahan pada diri Elea yang sekarang. Termasuk barusan ketika Elea bahkan tidak tahu di mana kamar Arabella. Hanya saja Ranti mengemasnya dalam diam.

"Apa nyonya Elea tertukar dengan orang lain?" gumam Indah yang sangat didengar jelas oleh Ranti.

"Jangan aneh-aneh, Ndah!"

"Kayak cerita telenovela yang pernah saya tonton dulu, Mbak. Ada cerita yang kayak gitu."

"Kata mas Edward, saat bepergian kemarin, nyonya sempat mengalami kecelakaan dan terjadi benturan. Hal itu menyebabkan ada beberapa ingatannya yang terhapus." Ranti menjelaskan sesuai apa yang diberitahukan oleh Edward kepadanya semalam.

"Oh begitu." Indah mengangguk-angguk paham. "Jadi bukan karena tertukar dengan orang lain ya, Mbak?"

"Kamu ini. Aneh-aneh saja pemikirannya."

Ranti melihat gemas pada temannya itu yang terlihat menahan tawa.

🌺🌺🌺

Assalamualaikum.

Hadir lagi di sini. Cerita Tania dan Atalia berlanjut di buku ini ya. Dengan nama dan wajah baru seperti yang sempat saya jelaskan kemarin.

Maaf baru bisa rilis hari ini, tak sesuai dengan janji, karena masih menunggu cerita Atalia dihapus dulu oleh Ntun. Kalau cerita baru ini dirilis, sedangkan yang lama belum terhapus saya khawatir akan terjadi kebingungan.

Selamat membaca ya...

Love u All

Najwa Aini

Terpopuler

Comments

Lia liana

Lia liana

assalamualaikum kak naj.. Alhamdulillah ketemu lagi

2023-06-14

0

Nofi Kahza

Nofi Kahza

ih ih ih.. dosa ih dosa.. gibahin nyonya besar🤣

2023-06-05

1

Mommy elle

Mommy elle

baru mampir Najwa, lgsg like dan subscribe 🥰🙏

2023-06-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!