Aku Tak Sempurna
Tawa dan canda tercipta di ruang IGD ketika ruangan itu sepi. Dokter jaga dan para perawat yang bertugas di sana sudah sangat dekat. Di antaranya ada Aleeya yang bertugas sebagai dokter jaga di sana.
Anak bungsu Radit itu akan berubah menjadi orang yang berbeda jika sudah masuk ke rumah sakit. Dia akan menjadi dokter yang hangat dan penuh senyum. Beda hal jika dia sudah keluar dari sana. Dia akan menjadi pribadi yang berbeda.
Aleeya menghela napas ketika dia sudah berada di luar area rumah sakit di mana dia praktek. Wajah lelahnya nampak begitu jelas. Rambutnya pun sudah dia Cepol ke atas. Jam sepuluh malam dia baru meyelesaikan shift-nya.
Aleeya mengambil ponsel dan hendak memesan ojek online. Sebuah pesan membuat dia menghela napas kasar.
Kak Mirza
"Cantik, kenapa telepon aku gak dijawab? Kamu sibukkah?"
Aleeya tak membalasnya. Dia yang masih mematung di area halaman rumah sakit dan sedang membuka aplikasi ojek online dikejutkan dengan suara klakson mobil. Dia menoleh, dan senyum hangat seorang pria tunjukkan. Dulu, Aleeya dan pria itu dekat. Dia memanggil pria itu ayah, tapi setelah tahu pria itu siapa Aleeya mulai sungkan dan memilih untuk menjaga jarak.
"Saya antar."
Aleeya menggeleng dengan senyum sangat lembut. Namun, pria itu malah keluar dari mobil. Menarik tangan Aleeya dengan begitu lembut dan menyuruh Aleeya duduk di kursi penumpang depan.
"Tidak baik anak perawan pulang sendirian di malam hari."
"Perawan."
Air muka Aleeya berubah seketika. Sangat sedih dan sakit ketika mendengar kata itu. Aleeya tak mengeluarkan suara sedikit pun selama di dalam mobil. Sesekali pria yang berada di balik kemudi menatap Aleeya.
"Kenapa?" Aleeya hanya menggeleng.
Tibanya di kosan, Aleeya duduk di pojokan kamar dengan tangan yang memeluk kedua kakinya. Ada air mata yang tertahan di sana. Dia bagai manusia yang kehilangan arah. Dia seperti anak sebatang kara dengan wajah yang teramat sendu. Dia teringat kejadian hampir setahun lalu. Juga teringat akan perpisahan yang dia inginkan enam bulan lalu setelah sang kakak menikah.
"Aku ke sini hanya ingin memberitahukan jika aku akan pergi. Jangan pernah mencariku lagi karena mulai sekarang aku sangat membenci kamu."
Aleeya memejamkan matanya. Sungguh sakit bukan main jika dia mengingat balasan dari lelaki yang sangat berengsek.
"Percaya diri sekali kamu! Tak sudi aku mencari kamu. Pergilah yang jauh! Kalau perlu enyahlah dari dunia ini."
Jika, Aleeya tidak memiliki iman yang kuat mungkin dia akan bunuh diri karena perkataan itu sangatlah mengacaukan mentalnya. Namun, dia menjadikan perkataan itu cambukan untuk dirinya. Dia anggap itu adalah karmanya dan dia harus menjalankannya. Termasuk sebuah niatannya untuk tidak menikah.
Ponselnya terus berdering, selama enam bulan ini Mirza yang tak lain adalah sahabat Rangga mencoba mendekatinya. Dia juga sudah beberapa kali datang ke rumah sakit di mana Aleeya praktek. Namun, Aleeya masih berpegang teguh pada niatannya.
Aleeya tak menjawab telepon dari Mirza. Setelah mendengar kata perawan, hatinya kembali sakit. Sedihnya hadir lagi. Dia memang tidak menangis, tapi genangan air mata ada di matanya.
Ponselnya berdering kembali, kali ini sang bubu yang menghubunginya. Aleeya menarik napas panjang sebelum menjawabnya.
"Iya, Bu."
"Ateu, pulang Tini! Si Yayan tatit."
Wajah sang keponakan yang sangat tampan membuat Aleeya tersenyum begitu lebar. Sedih dan sakit yang tengah dia rasakan menguar begitu saja. Pelipur lara Aleeya untuk sekarang adalah kalimat lembut sang ibu dan juga sang keponakan tampannya.
"Terima kasih, Bu. Terima kasih Abang Er." Aleeya tersenyum dan meletakkan ponsel di dadanya.
.
Pagi hari grup chat sudah ramai dengan berita manager rumah sakit di mana Aleeya praktek pamit dan akan diganti oleh yang lain. Aleeya terdiam sejenak.
"Apa semalam pertemuanku yang terakhir dengannya? Tapi, kenapa dia gak bilang apa-apa?" Aleena bergumam seraya berpikir.
Dia membaca kembali pesan di bawahnya yang sudah sangat banyak. Dahinya mengkerut ketika membaca akan ada dokter baru dari Singapura untuk membantu mereka di sana. Aleeya hanya membacanya saja tanpa membalas apapun.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Perutnya sudah berbunyi. Hari ini jadwalnya untuk membeli kebutuhan isi kulkas.Selesai mandi dan mengenakan celana training panjang juga Hoodie, tak lupa masker Aleeya membuka kunci kosan. Matanya melebar ketika dia melihat seseorang yang sudah bersandar di dinding teras kosan dan menatap ke arahnya.
"K-kak Mirza," panggilnya.
Pria itu menegakkan tubuhnya. Dia pun mendekat ke arah adik ipar Rangga.
"Kenapa telepon aku semalam gak diangkat?"
Aleeya bingung harus menjawab apa. Dia hanya diam dan membeku. Apalagi wajah Mirza sangat serius.
"Semalam aku ingin bilang ke kamu kalau aku akan terbang ke Jogja karena ada kerjaan di sini." Kalimat yang begitu lembut.
Belum juga Aleeya menjawab, Mirza sudah meraih tangan Aleeya dan mengambil kunci yang ada di belakang pintu.
"Sebelum kerja aku ingin menikmati waktu bersama kamu dulu."
Mirza memang bukan orang yang senang basa-basi. Aleeya tahu akan itu. Pria itu juga cenderung pemaksa karena tidak pernah ijin dan langsung membawa dirinya seperti ini.
"Kebiasaan!"
Mirza hanya tertawa ketika mendengar Aleeya bersungut. Dia tidak akan marah.
"Kamu mau ke mana emangnya?" tanya Mirza.
"Ke minimarket. Mau isi kulkas."
Aleeya menurunkan kupluk Hoodie yang ada di kepalanya. Tangan Mirza terulur ke arah rambut Aleeya seraya merapihkan rambutnya. Aleeya menatap ke arah Mirza dan senyum manis Mirza tunjukkan.
"Kita makan dulu, ya."
Namun, mata Aleeya melebar ketika Mirza menghentikan mobilnya di restoran mewah. Aleeya menatap ke arah Mirza yang tengah membuka seatbelt.
"Kenapa ke sini?"
"Mau makan." Jawaban yang sungguh sangat menyebalkan.
"Maksud aku kenapa ke restoran ini? Aku begini loh!" tunjuknya pada penampilannya.
"Emang kenapa?"
Mirza malah membuka pintu mobil dan itu membuat Aleeya menganga. Mirza pun membuka pintu penumpang samping. Dia tersenyum ke arah Aleeya.
"Segembel apapun penampilan kamu, mereka tidak akan bisa melarang kamu untuk makan di sini selagi aku menggenggam tangan kamu."
Mirza benae menggenggam tangan Aleeya dan membawanya masuk ke restoran mewah tersebut. Lembut dan sangat gentle, tapi sayangnya rasa cinta Aleeya sudah mati. Sentuhan yang Mirza berikan tidak menimbulkan rasa apapun.
Sambil menunggu makanan yang datang, Mirza membuka laptopnya. Dia juga hanya mengenakan kaos putih saja. Jaket denim yang dia gunakan sudah dia lepaskan.
Aleeya yang terus memperhatikan Mirza sedari tadi hanya terdiam. Terlihat Mirza berbicara sangat serius di depan layar laptopnya. Tak lama, terlihat senyum yang sangat manis yang terukir di wajahnya.
"Kamu terlalu sempurna, Kak. Kamu berhak mendapatkan wanita yang sempurna juga."
...***To Be Continue***...
Absen yuk!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Lia Kiftia Usman
hi... thor, pertama baca karyamu...
lanjut baca ah..😊
2024-12-04
1
fantasiku49
hi
2023-09-03
2
OnlyAch
Hii
2023-06-23
1