I Want To Change Myself

I Want To Change Myself

Anak Itu

Matahari sedang bersinar terik, panas matahari membuat orang merasa enggan untuk keluar, kebanyakan akan diam di rumah dan menikmati sejuknya AC atau Kipas angin.

Tapi meski dengan panasnya matahari, anak-anak akan tetap semangat untuk pergi bermain.

Taman di perumahan tidak pernah sepi kecuali malam hari, bahkan di siang terik sekalipun, anak-anak akan tetap semangat untuk bermain. Namun, sepertinya ada pemandangan yang tidak mengenakkan.

Sekelompok anak sedang mengerubungi seorang anak lainnya, anak itu tampak kecil dan ringkih, pemandangan ini tampak seperti pembullyan jika melihat anak kurus dengan wajah tertunduk itu.

"Kau mau ikut atau tidak?" Seorang anak yang membawa bola bertanya kepada anak di tengah.

"A-a-a-a-ku..."

"Dasar aneh! Ngomong yang benar dong!"

"Dasar membosankan, sudahlah teman-teman, kita pergi saja."

"Iya ayo, tinggalkan saja anak tidak jelas itu."

Rooney, di usianya yang ke-7 tahun, dia sudah sering mendengar berbagai cacian serta makian dari anak seusianya.

Aneh, pemalu, tidak jelas, membosankan. Adalah kalimat yang paling sering didengar oleh anak itu.

Untuk kesekian kalinya, Rooney lagi-lagi ditinggal pergi oleh anak-anak lain, dia dibiarkan tertunduk di taman kompleks pada siang hari yang terik.

Aku juga ingin main, aku juga ingin ikut. Kenapa tidak ada yang mau bermain denganku? Apa karena bicaraku yang terbata-bata?

Rooney serasa ingin menangis, dia hanyalah anak kecil kurus yang ingin bermain dengan teman seusianya. Tapi sayangnya, anak-anak di sekitar Rooney kurang memiliki pemahaman akan dirinya

Sehingga, untuk kesekian kalinya, Rooney hanya bisa menangis sendirian di pojokan taman, ditinggal oleh anak-anak lain, yang bermain dengan riang.

...****************...

Kring Kring Kring

Sebuah jam weker berbunyi di dalam kamar kecil yang gelap, seorang anak yang tidur di dalamnya, terbangun oleh suara jam weker dan dengan malas mematikannya.

Alarm berhenti berbunyi, namun anak itu tidak segera beranjak bangun, ia tetap berbaring sambil menatap langit-langit dan memegang keningnya seolah sedang menghadapi masalah yang berat.

"Hhahhhhhh....." Hembusan napas yang berat dan panjang terdengar dari anak itu.

Dia belum mau beranjak dari kasur seolah-olah kasurnya memiliki gravitasi yang kuat sehingga membuatnya sulit bangun.

"Rooooneeeyyyy... Ayo bangun! Sarapan hampir siap." Suara melengking terdengar dari lantai bawah, memanggil Rooney.

"Hhahhhhh...." Dengan menghembuskan napas berat sekali lagi, Rooney beranjak dari kasur dengan perasaan enggan dan turun ke bawah.

Di dapur rumahnya.

Ibunya sedang sibuk melakukan berbagai hal, mulai dari mencuci piring hingga memasak. Aroma harum masakan tercium dengan jelas.

Rooney duduk di kursi dan merebahkan pipinya ke atas meja kayu, dia tampak lelah seolah baru saja bekerja keras meski dia baru saja bangun tidur.

Ibunya yang melihat Rooney masih bermalas- malasan menjadi kesal.

"Ya ampun Rooney, sudah jam berapa ini!? Kamu bisa terlambat, cepat bersihkan dirimu dahulu baru ke meja makan." Ucap ibunya tanpa berhenti dari pekerjaan memasaknya.

Rooney menjawab dengan wajah mengantuk, "Baik bu." Lalu berjalan dengan lambat ke kamar mandi untuk mandi

Air dingin yang membasuh wajahnya, membuat kesadaran Rooney membaik, wajahnya tampak lebih baik dan tidak sekusut sebelumnya. Walau tetap saja dia terlihat lelah walau ini masih pagi.

Segera setelah dia selesai mandi, Rooney beranjak kembali ke meja makan. Di dapur, ibunya sudah selesai memasak dan mencuci peralatan makan dan sekarang sedang membersihkan dapur yang kotor bekas memasak, entah kapan pekerjaannya selesai.

Rooney duduk di kursi dan mengambil piring untuk menyantap makanan yang ada. Rooney mengambil gelas dan menuangkan segelas susu untuk dirinya sendiri dan meneguknya dalam sekali tegukan, Rooney cenderung tidak pilih-pilih makanan, sehingga tetap menyantap apa pun yang ada tanpa protes.

Ibunya datang setelah selesai membuang sampah keluar dengan wajah lelah.

"Ya ampun, keterlaluan sekali mereka, bisa-bisanya sampah kemarin masih belum diangkut juga. Awas saja nanti, biar kulaporkan mereka!" Ibunya menggerutu dengan kesal ketika kembali, kedengarannya dia sedikit bermasalah dengan petugas kebersihan yang harusnya mengangkut sampah.

Rooney hanya diam tanpa menanggapi, dia hanya melanjutkan sarapannya dengan lambat.

Ibunya bergabung ke meja makan setelah selesai mencuci tangannya.

"Rooney, kamu mau ibu antar atau mau berangkat sendiri saja?" Ibunya bertanya kepada Rooney, namun Rooney tidak menjawab.

Sekali lagi, ibunya bertanya, "Rooney, jawab kalau ibu bertanya dong!"

Nyem Nyem Nyem

Dan Rooney tetap diam mengunyah makanannya dengan lambat.

Gemas karena terus dicueki oleh anaknya sendiri, ibu Rooney menarik pipi Rooney yang menggembung karena makanan.

"Rooneyyyyyyy.... Kalau ibu bertanya jangan dicueki, jawab dong minimal!" Ucap ibunya dengan wajah gemas dan jengkel.

Rooney langsung tersadar dari lamunannya karena cubitan ibunya, dengan mengaduh sakit, Rooney meminta maaf, "Aduh, aduh, sakit. Iya, iya, maaf bu."

"Makanya, jangan kebanyakan melamun, nanti kerasukan loh."

"Itu kan cuman mitos bu."

"Heh! Udah, kalau orang tua ngasih tahu jangan ngelawan terus kamu."

"Iya bu maaf." Rooney akhirnya menyerah untuk berdebat dan meminta maaf sekali lagi.

Mendengar putranya yang tidak lagi keras kepala, ibu Rooney tersenyum senang, "Nah gitu dong, oh iya, mau ibu anterin pake motor atau tidak ke sekolah? Mumpung ibu lagi tidak sibuk."

"Tidak usah bu, aku berangkat jalan kaki saja sendiri."

"Owh yasudah, hati-hati di jalan yah. Liat kanan- kiri kalau mau menyeberang jalan, hati-hati kalau ada mobil, jalan lari-lari, dan juga-"

"Iya bu, aku paham, aku sudah SMA, aku bukan anak kecil yang melakukan hal berbahaya di jalan."

"Ih kamu mah, kalau dikasih tahu selalu tidak mau dengar."

"Iya bu, maaf."

Rooney segera menyelesaikan sarapannya, segera setelah selesai, dia mengambil tas sekolahnya dan berangkat pergi.

"Aku berangkat dulu bu."

"Iya, hati-hati di jalan."

Melihat putranya yang berangkat ke sekolah, ibu Rooney merasa sedikit cemas. Sebagai seorang ibu, dia sudah tahu kalau Rooney memiliki kesulitan dalam bersosial yang membuatnya sulit memiliki teman.

Ibunya ingin tahu bagaimana kehidupan sekolah Rooney, namun sayangnya, putranya itu terlalu tertutup tentang kehidupan sekolahnya, sehingga dia tidak tahu apa pun.

"Hufffttt, aku berharap Rooney memiliki banyak teman yang baik di sekolahnya." Ucap ibu Rooney dengan penuh pengharapan.

Rooney berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki, itu bukan perjalanan yang panjang, hanya 10 menit dari rumahnya.

Melewati komplek perumahan tempat tinggalnya, Rooney melihat bagaimana kehidupan berjalan di sekitarnya. Para anak-anak keluar di antar oleh orang tua mereka, para orang tua asyik mengobrol sembari berbelanja di toko atau penjual keliling, orang-orang akan saling menyapa dengan ramah ketika melihat kenalan mereka.

Namun, Rooney seolah berjalan melewati kehidupan itu, tidak ada orang tua yang berada di sampingnya untuk mengantarnya, tidak ada yang menyapanya dengan ramah, dia hanya berjalan melewati itu semua seperti hantu yang tidak terlihat oleh siapa pun.

Bagi orang lain tentu ini menyedihkan, tapi Rooney meyakinkan dirinya sendiri dengan satu hal.

Beruntung, aku ini beruntung.

Dengan tidak ada yang menyapanya, Rooney tidak perlu memikirkan kata-kata untuk basa-basi dengan orang yang tidak terlalu akrab dengannya. Dengan begitu, dia tidak pernah berada pada situasi canggung dimana seorang tetanggal yang tidak terlalu akrab menyapanya.

Di sekolah pun sama, bahkan sebelum memasuki gerbang, para murid yang saling mengenal dengan akrab langsung menempel satu sama lain sambil tertawa riang dan mengobrol tentang berbagai hal.

Rooney pun berpikir dia itu sangat beruntung, tidak ada yang mengganggunya saat masih lelah di pagi hari.

Lagipula, bercanda di jalanan itu berbahaya.

Rooney juga sangat beruntung pada pembagian tempat duduk, dia mendapat tempat di paling belakang tanpa teman sebangku karena murid di kelasnya ganjil.

Dengan begini, tidak ada teman sebangku yang akan mengganggu. Ditambah, guru tidak akan tahu jika aku sedang tidur.

Rooney sangat beruntung, guru jarang sekali memanggil namanya untuk mengerjakan soal, dia hanya sering dipanggil saat absen.

"Andre, ayo maju dan kerjakan soal ini."

"Jangan saya dong bu, saya belum paham soal ini."

"Jangan banyak alasan, cepat maju."

"Yahhh Bu."

"Ahahahahahahaha."

Disaat teman sekelasnya dipanggil maju hingga membuat seisi kelas tertawa, Rooney bisa tidur dengan tenang jika mengantuk tanpa khawatir akan dipanggil.

Benar, aku beruntung.

Rooney juga tidak pernah kesulitan mendapat bangku dan meja untuk makan di kanting, sepasang kursi dan meja yang sudah reyot di pojok kantin tidak pernah terisi, kecuali oleh Rooney.

Disaat anak lain makan sambil bercanda, saling berebut makanan satu sama lain untuk menjahili temannya, Rooney selalu bisa makan dengan tenang tanpa peduli gangguan.

Aku beruntung, dengan begini tidak akan ada yang meminta makananku.

Dengan menjadi transparan di sekolah, Rooney juga selalu bebas setiap saat, tidak ada anak yang akan mengganggunya saat sedang ke toilet, tidak ada yang akan mengganggunya di kelas, tidak ada yang akan membuatnya kesulitan karena meminta tolong padanya, dia juga bisa fokus pada pelajaran di sekolah tanpa terganggu oleh bercandaan anak lainnya.

Ya, dia sangat beruntung, atau setidaknya itulah yang dia yakini.

"Sial... Ini sangat menyakitkan... Aku tidak mau sendiri terus. Beruntung apanya!? Hanya enak sesekali saja, jika sendiri terus seperti ini rasanya terlalu menyakitkan."

Jauh di lubuk hatinya, Rooney tidak menyukai hal ini. Dia memang tidak terlalu suka bersosialisasi, tapi bukan berarti dia tidak mau bersosialisasi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Rooney juga ingin sesekali merasakan pengalaman bermain dengan teman seusianya.

Walau sudah meyakinkan dirinya sendiri setiap harinya, Rooney tetap tidak bisa membohongi dirinya sendiri.

Di belakang sekolah yang sepi, Rooney tidak henti-hentinya mengutuk dirinya sendiri atas ketidakmampuannya untuk bersosialisasi.

"Sial! Kenapa aku selalu gugup di depan orang lain? Kenapa aku tidak bisa menjadi diri sendiri di hadapan orang lain!? Sial, sial, sial! Hiks..." Dengan terisak, Rooney tetap mengutuk dirinya sendiri.

Tentu saja, Rooney pernah berusaha untuk berubah, saat pertama masuk SMP, Rooney sengaja memilih SMP yang jauh agar tidak bertemu orang yang mengenalnya dengan buruk.

Namun, orang dengan lingkungan berbeda, memiliki kebiasaan yang berbeda. Hanya dengan mendengar topik yang mereka obrolkan saja, Rooney sudah merasa minder, dia tidak paham apa yang mereka bicarakan. Sehingga dia terpaksa mengakhiri masa SMP-nya dengan sendirian lagi.

Ketika masuk SMA, Rooney memilih SMA yang dekat karena berpikir terlalu sulit untuk bertemu orang yang terlalu berbeda.

Namun, dia justru mengalami kecelakaan saat ke sekolah dan berakhir melewati MOS yang padahal bisa menjadi kesempatan emas baginya untuk mendapatkan teman.

Dan ketika masuk, semua anak di kelasnya sudah membentuk kelompok tanpa ada celah baginya untuk masuk.

Sudah 1 semester Rooney lalui tanpa memiliki teman, rasanya menyakitkan terus melalui hari bagaikan hantu dan hanya bergantung pada pemikiran bahwa dirinya beruntung walau sebenarnya itu bertentangan dengan hatinya sendiri.

Rooney duduk dengan penuh rasa kesedihan, dia merapatkan kedua kakinya, dan membenamkan wajahnya kedalamnya.

Aku ingin memiliki teman. Pikir Rooney dengan penuh frustasi.

Terpopuler

Comments

LV

LV

Sini sini temenannn sama akuhhh

2023-06-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!