-Hari Minggu.
2 hari setelah pertandingan bulu tangkis yang sangat melelahkan. Setelah hari itu, Rooney malah lebih berusaha menghindar dari Aji ketimbang latihan bulu tangkis.
Rooney sengaja masuk pas ketika bel berbunyi agar Aji tidak memiliki kesempatan mengobrol dengannya, karena Rooney tahu jika Aji tidak pernah mengajak orang lain mengobrol saat jam pelajaran.
Ketika bel istirahat berbunyi, Rooney akan langsung kabur ke toilet sekolah dan makan disana untuk bersembunyi. Bahkan ketika jam pulang, Rooney selalu lebih dulu pulang sebelum Aji sempat menyapanya.
Rooney merasa bersalah kepada Aji, tapi dia sendiri tidak mau bersusah payah pada sesuatu yang dia tahu tidak akan menang.
Aku merasa bersalah pada Aji, tapi kami sudah pasti akan kalah di pertandingan berikutnya karena aku juga. Lebih nyaman baginya untuk menyerah daripada bersusah payah dan berakhir sia-sia. Pikir Rooney sambil memakan sarapannya.
Waktu di hari minggu adalah waktu yang santai bagi Rooney. Bertahun-tahun tanpa memiliki teman membuatnya terbiasa sendirian di hari minggu, walau terkadang dia sangat ingin mencoba pergi bermain dengan seorang teman.
"Rooney, kamu keluar dong sekali-kali kalau lagi hari minggu. Jangan diam saja seharian di rumah. Coba sekali-kali main sama teman kamu, jalan- jalan ke mall atau setidaknya kemana saja gitu. Tidak baik kalau di rumah terus tahu."
Yap, ibunya Rooney sendiri kurang menyukai jika anaknya hanya diam saja di rumah. Walau memberi perasaan nyaman karena berpikir jika anaknya tidak akan terpengaruh oleh pergaulan bebas yang negatif, ibunya tetap tidak suka jika Rooney tetap di rumah.
Bagi ibunya, bergaul dengan teman seumuran tetaplah hal yang penting, sehingga tidak jarang ibunya memaksa Rooney untuk keluar rumah.
"Tidak usah bu, teman-temanku juga biasanya sibuk kalau hari minggu." Tolak Rooney dengan berbohong.
"Sibuk mulu teman kamu, masa tidak ada yang luang saat hari minggu begini? Jangan-jangan kamu bohong sama ibu nih!?" Tuduh ibunya.
Rooney mulai kesal, dia tidak suka dipaksa jika seperti ini sehingga tanpa sadar dia menjadi meledak, "Apasih bu!? Sudahlah, aku mau ke kamar saja." Teriak Rooney pada ibunya.
Bruk Bruk Bruk
Rooney naik ke lantai atas dengan perasaan kesal dan melupakan sarapannya yang belum habis.
Ibunya tidak marah, dia hanya menghela napas panjang karena khawatir pada anaknya, "Hhahhhhhh.... Ya ampun Rooney, kamu ini selalu bikin ibu khawatir dari dulu."
-Di kamar Rooney.
Bruk
Rooney menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur dan menghela napas panjang, "Hhahhhhhh.... Kenapa aku jadi emosional sih?"
Tanpa sadar, Rooney selama ini ketakutan. Takut jika dirinya yang tidak punya teman selama ini diketahui oleh ibunya. Karena itu Rooney bereaksi meledak seperti tadi karena takut ketahuan bahwa dirinya yang tidak memiliki teman akan ketahuan oleh ibunya.
Pengalaman yang terjadi di masa lalu, membuat Rooney tidak mau lagi menyulitkan ibunya. Karena itu selama ini Rooney menyembunyikan rahasianya tersebut.
"Sudahlah, lebih baik membaca novel saja."
Rooney menyukai novel, terutama novel dengan tema petualangan dan pahlawan. Cerita heroik tentang pahlawan yang disertai petualangan yang menegangkan selalu membuat Rooney merasa semangat hingga melupakan masalahnya di dunia nyata.
Rooney bisa membaca novel selama berjam-jam tanpa henti. Kegiatan inilah yang sering dia lakukan untuk mengisi waktu luang selama liburan.
Dia pun membuka satu buku novel yang lumayan tebal, novel tersebut bercerita tentang seorang pahlawan penyendiri yang berjuang tanpa teman untuk menegakkan keadilan di negerinya yang rusak akibat pemerintah yang rakus.
Rasanya seperti tersedot ke dunia lain, hanya dengan membacanya saja, Rooney sudah mampu untuk membayangkan dunia fantasi yang ditulis dalam bukunya.
-2 Jam berlalu.
Rooney masih asyik membaca hingga lupa waktu, novel tebal yang dia baca mulai mendekati akhirnya.
Namun...
Ting Nong Ting Nong Cklek
"Rooneyyyy.... Sini turun, ada temanmu yang datang nih."
Suara bel dan pintu yang dibuka dan kemudian disusul oleh teriakan ibunya, memecah fokus Rooney pada novelnya.
Teman? Memangnya aku ada teman? Ah! Pasti itu Roy. Eh tapi, rasanya aku tidak pernah memberitahu Roy rumahku. Ran berpikir sejenak tentang tamu yang datang mengunjunginya itu.
"Roooooneeeeyyyy... Jangan sampai ibu yang harus naik ke atas buat ngasih tahu kamu. Cepat sini, kasihan teman kamu kalau nunggu terus."
Rooney tidak diberi waktu untuk berpikir, jadi dia dengan segera, meletakkan novelnya dan beranjak turun ke bawah.
Turun dari tangga, Rooney mendengar suara ibunya yang menjamu "Teman" Rooney tersebut.
"Ayo tidak perlu sungkan, anggap saja rumah sendiri, tunggu sebentar yah, sebentar lagi Rooney turun. Tante mau ke dapur dulu, kamu mau minum?"
"Tidak perlu tante."
Deg
Jantung Rooney berdebar kencang mendengar suara itu. Suara dari seorang yang mengaku sebagai temannya, sangat familiar bagi Rooney.
"Sudah tidak apa-apa, kamu tunggu disini yah." Ibu Rooney beranjak pergi ke dapur.
Rooney membeku di tempat, dia tahu dengan persis siapa orang yang menunggunya di ruang tengah tanpa perlu melihatnya lagi.
Mustahil! Kenapa orang itu ada disini? Tidak mungkin dia tahu rumahku.
Rooney tidak mau melihat orang itu, dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan mengunci dirinya selama mungkin.
Namun, ketika Rooney hendak berbalik untuk naik kembali ke kamarnya, sebuah suara memanggil.
"Halo Rooney."
Deg
Jantung Rooney serasa akan copot mendengar suara itu. Dia tahu dengan persis siapa pemilik suara tersebut, meski begitu, dia tetap berbalik secara refleks.
Ya, orang itu adalah Aji. Si ketua kelas yang selalu serius hingga membuat Rooney kesulitan. Sadar jika dirinya terus dihindari oleh Rooney, Aji langsung mendatangi rumah Rooney.
...****************...
Situasi menjadi canggung.
Setelah Rooney kepergok oleh Aji yang mendengar suaranya ketika turun dari tangga, Rooney tidak bisa kabur lagi.
Dengan sangat terpaksa, Rooney duduk di ruang tengah bersama dengan Aji, dengan es sirup bikinan ibunya yang tersaji di depannya dan terlihat menggiurkan, namun Rooney sama sekali tidak bernafsu untuk meminumnya.
Rooney hanya menunduk ketakutan, dia tidak mampu menatap mata Aji setelah selama ini slelau menghindar darinya.
Slurrrpppp
Aji menyeruput minuman yang disajikan dengan wajah datar. Rooney merasa seperti sedang diinterogasi oleh Aji karena baru saja melakukan tindakan kriminal.
"Kenapa kamu ketakutan begitu? Apa karena aku datang tiba-tiba? Maaf kalau aku membuatmu tidak nyaman, aku datang setelah mengetahui alamatmu lewat guru." Kata Aji dengan suara datar.
Rooney merinding mendengar suara datar seperti robot dari Aji. Rooney memang sudah terbiasa mendengar suara datar Aji, tapi kali ini terasa berbeda dari biasanya.
"Ma-Maaf." Rooney meminta maaf tanpa diminta.
Aji keheranan melihat Rooney meminta maaf, "Kenapa minta maaf? Memangnya kamu salah apa?"
Ukhhhhh..... Rooney meringis dalam hati.
Rooney makin merasa seperti menjadi penjahat yang sedang diinterogasi oleh polisi setelah buang air sembarangan di tempat umum.
"Ka-Karena, ke-kemarin, da-dan sebelumnya... Aku sela-selalu... Me-Menghin-hindarimu." Rooney menjelaskan kesalahannya dengan terbata-bata.
Tapi Aji tampaknya paham apa yang dijelaskan oleh Rooney.
"Jadi benar kamu sengaja menghindar, alasannya kenapa? Apa aku tidak sengaja berbuat salah padamu?"
"Ti-Tidak."
"Kalau begitu kenapa?"
"Ti-Tidak." Rooney tidak mau menjawabnya.
Tahu jika Rooney akan terus menolak untuk menjawabnya, Aji akhirnya menyerah untuk bertanya lebih lanjut lagi.
"Yasudah, lupakan saja, lagipula itu bukan tujuan utamaku."
Inilah dia. Rooney sudah bisa menebak apa maksud dari kedatangan Aji, dia juga sudah bersiap untuk menolaknya.
"Mari kita latihan bulu tangkis. Kamu luang kan? Kalau masih ada urusan, akan kutunggu, atau kalau perlu akan kubantu sampai selesai." Ucap Aji menawarkan bantuan.
Tentu saja Rooney luang, dia tidak punya kegiatan apa pun yang wajib dia lakukan, bahkan dia juga punya waktu untuk melakukan hobinya. Tapi tidak dengan hal ini.
Rooney menyiapkan hatinya, sejak tertangkap basah oleh Aji, Rooney tahu jika dia perlu untuk menolaknya dengan tegas, tidak hanya memberi alasan palsu yang hanya mengulur waktu sementara saja.
"Ma-Maaf, aku tidak mau latihan."
"Kenapa? Kau pasti tahu jika nilai olahraga juga penting kan?"
Benar, nilai memang penting, tapi Rooney bukanlah orang yang seambisius itu.
"A-Aku tidak peduli dengan nilainya."
"Hhahhhh... Baiklah, aku paham jika kamu tidak terlalu peduli. Tapi, aku menganggap nilai ini sangat penting, dan disamping itu juga..."
"Kenapa?" Rooney memotong ucapan Aji.
"Kenapa apanya?" Aji bertanya dengan keheranan, tidak mengerti apa yang ditanyakan oleh Rooney.
"Kenapa kau sangat terobsesi untuk sempurna?Apa kau tidak sadar? Kita tidak mungkin menang."
Ekspresi Aji berubah, yang semula datar menjadi lebih serius, tampak juga raut jengkel dan kesal di wajahnya.
"Aku tidak mengerti kenapa kau bertanya seperti itu? Sudah jelas kita harus serius pada semua hal."
"Tidakkah kau mengenal kata 'Secukupnya saja!?' Kenapa kau sampai berusaha seperti itu!!!???" Rooney berteriak tanpa sadar, "Apa kau tidak lelah!? Sudah jelas kita akan kalah! Kalau pun menang, nilai yang didapat hanya nilai pas-pasan, tidak ada bedanya dengan hukuman remedial pelajaran ini. Jadi!? Kenapa kau menyeret orang sepertiku sampai seperti ini!?"
Teriakan Ran bergema dalam ruangan, ibunya mendengar itu dan bergegas ke ruang tamu karena khawatir akan ada pertengkaran. Namun, ketika melihat situasinya, dia memilih untuk mengamati situasi terlebih dahulu.
Wajah datar Aji menghilang sepenuhnya mendengar perkataan Rooney, dia meletakkan gelasnya dan berdiri, "Aku tidak paham denganmu, apa yang membuatmu mau menerima hukuman yang berasal dari ketidakmampuanmu itu? Bagiku, lebih baik berusaha sekuat tenaga untuk meraih hasil terbaik, daripada harus memilih jalan aman seperti yang kau mau itu."
Rooney bergetar, tatapan kesal dari Aji memberikan rasa intimidasi yang luar biasa padanya. Pada situasi biasanya, Rooney mungkin hanya akan diam dan setuju dengan perkataan Aji pada akhirnya. Tapi, kali ini berbeda, Rooney tidak seperti biasanya yang berpikir logis, kali ini dia membiarkan emosinya menguasai pikirannya.
"Kau aneh..." Bisik Rooney.
"Hah?"
"Kau lah yang aneh, buat apa berusaha jika tahu akan kalah? Apa kau tidak berpikir bahwa waktu dan usaha yang kau kerahkan akan berakhir sia- sia jika tidak mendapatkan hasil terbaik?" Ucap Rooney dengan berterik. Setelah mengeluarkan pemikirannya, Rooney sudah bersiap untuk mendapat balasan yang pedas. Namun...
Aji diam saja.
Aneh dengan suasana yang hening seperti ini, Rooney melihat ke arah Aji. Hal yang didapat oleh Rooney sangat mengejutkan.
Bukannya raut wajah marah, kesal, atau bahkan sorot mata dengan penuh kebencian, justru yang dilihat oleh Rooney adalah ekspresi sedih dari Aji.
Aji tampak akan menangis jika dilihat, Rooney tidak bisa berkata-kata. Situasi ini belum pernah dia hadapi selama ini.
Kemudian, dengan nada penuh kekecewaan, Aji berkata, "Begitu... Ternyata kamu sama saja, baiklah, aku akan latihan sendiri saja. Maaf mengganggu."
Aji pun keluar dari rumah Rooney, berbeda dengan biasanya, Aji berjalan dengan diiringi aura kesedihan, punggungnya yang tampak makin menjauh, terlihat sangat kesepian.
"Eh? Apa ini? Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus meminta maaf?" Rooney bertanya pada dirinya sendiri dengan linglung.
Melihat kondisi Aji tadi, membuat Rooney merasa sangat bersalah, dia berpikiran untuk mengejar Aji dan meminta maaf, tapi dia takut dengan hasil yang mungkin dia dapatkan. Sehingga, Rooney hanya diam di tempat tanpa bergerak.
Ibu Rooney yang dari tadi hanya memperhatikan, beranjak maju ke tempat putranya.
Dengan suara lembut, ibunya bertanya pada putra satu-satunya itu, "Kalian berdua punya masalah apa? Baru kali ini ibu melihat kamu berteriak seperti itu pada orang lain selain ibu. Apa dia teman yang buruk?"
Sulit untuk menjawab pertanyaan ibunya, Rooney hanya bisa diam dan mengepalkan tangannya.
Tahu jika putranya tidak bisa dipaksa lagi, ibunya menyerah untuk bertanya lebih lanjut.
"Yasudah, ibu tidak akan bertanya lebih lanjut. Tapi ibu harap kamu bisa berbaikan dengan temanmu itu, ibu merasa dia anak yang baik."
Tak bisa menjawab, Rooney hanya bisa menggigit bibirnya.
...****************...
-Hari senin.
Hari yang biasa menjadi hari paling berat bagi remaja biasanya, tepat di depan hari minggu. Banyak remaja yang masih belum bisa melepas hari minggu yang menyenangkan sehingga membuat hari senin terasa sangat berat untuk masuk sekolah.
Rooney selalu merasa berat berangkat pada hari senin, dan hari ini terasa semakin berat. Tidak lain dikarenakan masalah dengan Aji kemarin.
Ukkkhhhhh.... Semalaman aku kepikiran dengan ekspresi Aji kemarin. Kenapa dia terlihat sangat sedih? Apa yang sudah kulakukan kemarin? Apa aku tanpa sadar membuat kesalahan?
Rooney merasa takut untuk masuk kelas, dia merasa canggung dan takut untuk bertemu dengan Aji lagi. Hal itulah yang menahan Rooney untuk masuk ke dalam kelas.
Entah kenapa, aku merasa takut.
Sudah 5 menit Rooney menunda-nunda untuk masuk ke dalam kelas. Tapi, sadar jika dia tidak bisa terus seperti ini, Rooney memberanikan diri untuk masuk.
Namun....
Ketika Rooney sampai di dalam kelas, Aji bersikap biasa saja. Aji tidak bertanya atau menyinggung apa pun terkait kejadian kemarin, seolah-olah tidak terjadi apa pun kemarin.
Hal ini menenangkan, tapi juga membuatnya terasa aneh. Rooney jadi berpikir jika kejadian kemarin hanyalah mimpi melihat tingkah Aji yang biasa saja.
Mungkin... Nanti saat istirahat, atau mungkin saat pulang.
Rooney berpikir jika Aji akan membahas kejadian kemarin saat istirahat makan siang, atau mungkin nanti saat pulang sekolah.
Namun...
Bahkan ketika istirahat, Aji sama sekali tidak mengajak Rooney berbicara sama sekali. Bahkan ketika Rooney sengaja diam di kelas.
Mungkin nanti ketika pulang, aku harus bersiap.
Rooney bersiap jika nanti Aji mengajaknya bicara saat pulang sekolah.
Namun...
Teng Teng Teng
Bahkan ketika bel pulang sudah berbunyi, Aji sama sekali tidak mengajak Rooney bicara sedikit pun, padahal sebelumnya Aji selalu mengejar Rooney.
Tentu saja Rooney senang, harus begitu, tapi entah mengapa Rooney merasa tidak tenang melihat Aji yang bersikap seolah-olah tidak ada apa pun.
Terus merasa gelisah sepanjang hari, membuat Rooney mual, dia pun pergi ke toilet sebelum pulang dan memuntahkan makan siangnya.
Setelah selesai memuntahkan isi perutnya, Rooney membasuh wajahnya dan menatap cermin. Tampak wajahnya yang terlihat lesu dan lelah.
"Harusnya aku senang kan? Tapi kenapa, aku malah merasa semakin tidak tenang begini? Apa ini karena ucapanku kemarin? Tapi... Apa yang salah?" Rooney terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Tak bisa menemukan jawabannya, Rooney pun hanya bisa pulang. Melewati lorong gedung lantai 2, Rooney bisa melihat banyak hal. Dan matanya pun, menangkap satu pemandangan yang aneh.
"Aji?"
Di lapangan olahraga, tampak sesosok orang yang dikenal Rooney. Yap, itu Aji.
Aji memegang raket dengan bercucuran keringat, sepertinya dia berlatih bulu tangkis sendirian jika melihat tidak ada seorang pun yang menemaninya.
Latihan Aji terlihat aneh bagi Rooney, Aji hanya melempar Shuttlecock ke langit dan langsung berlari mengejar arah jatuhnya, dan kemudian dipukul lagi ke atas, dan dilakukan berulang- ulang.
Berkali-kali Aji jatuh bangun karena tidak melihat apa yang ada di depannya. Bajunya kotor oleh tanah coklat dan basah oleh keringat.
Terlihat sangat melelahkan bagi Rooney.
Sebenarnya, Rooney bisa saja berlari ke arah Aji dan membantunya untuk latihan. Karena mungkin saja disana akan ada jawaban dari rasa gelisahnya. Namun, Rooney adalah seorang pengecut. Bukannya pergi mencari jawaban dari rasa gelisahnya, dia memilih untuk kabur lagi.
"Paling-paling, besok dia akan berhenti. Aku tidak perlu melakukan hal yang sia-sia seperti itu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments