Kisah Remaja Kita
Dua tahun yang lalu.
"Ris, dia siapa?" tanya Ali dengan kerutan halus di keningnya. Bagaimana Ali tidak bingung, Risda baru saja keluar dari dalam rumah bersama seorang laki-laki yang tak dikenal Ali.
Baru saja Risda terlihat akan menjawab, laki-laki itu maju selangkah dan menatap Ali dengan tatapan tak suka. "Kamu yang siapa? saya suami Risda! jangan pernah ganggu istri sama anak saya lagi!" teriaknya sambil mendorong bahu Ali cukup keras.
Pandangan Ali langsung menatap Risda seakan meminta penjelasan, namun perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya. "Maaf ya Al," ucapnya dengan pelan yang langsung berhasil membuat hati Ali hancur seketika.
Apa selama ini ia sudah ditipu? bukankah Risda mengatakan sudah bercerai dengan mantan suaminya ini? "Ngapain masih disini? pergi!" bentak laki-laki itu dengan kencang. Ali hanya bisa menatap penuh dendam pada suami Risda, beberapa orang yang melewati halaman rumah menatap Ali dengan berbagai ekspresi.
Ali mengepalkan tangannya kuat, cepat atau lambat ia pasti akan membalas ini semua, sangat tidak terima dirinya diperlakukan seperti ini di depan banyak orang. "Kamu pergi sekarang Al, jangan pernah hubungin aku dan Raisya lagi," ucap Risda tanpa rasa bersalah sedikitpun pada Ali.
***
2 Tahun Kemudian.
Kicauan burung murai seakan menjadi penyemangat di pagi yang cerah ini, beberapa warga sudah menjalani rutinitas mereka. Ada yang sudah berangkat kerja, anak-anak sibuk bermain, dan para ibu rumah tangga yang bergosip di warung sayur. Namun ada juga yang masih tertidur pulas, Ali Mahendra, laki-laki kelahiran tahun 1998 yang berprofesi sebagai barista di sebuah cafe yang cukup ramai pengunjung di kota Bandung.
"Aa, bangun! Kerja!" Teriakan dan suara ketukan pintu yang tak sabaran dari luar kamar membuat mata Ali dengan perlahan terbuka, dengan rasa kesal karena tidur pulas nya terganggu, ia masih sempat meregangkan tubuhnya terlebih dahulu.
Sambil berdecak pelan, Ali menatap kearah pintu dengan malas. "Berisik banget Ca, masih ngantuk nih," gerutu Ali sambil kembali menarik selimut dan hendak melanjutkan tidurnya.
"Liat jam!" jawab teriakan di luar, terdengar suara langkah kaki menjauh dari kamarnya. Ali hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan, sebelah tangannya mulai menggapai ponsel lalu menyalakannya, seketika itu juga mata Ali terbuka lebar, dia langsung berdiri dari tidurnya. Pukul 08:37.
Ingin rasanya Ali berteriak. "Gila, ini sih kesiangan!" dengan cepat Ali mengambil handuk, namun saat handuk sudah di tangan ia kembalikan lagi ke tempatnya. 'Gak ada waktu buat mandi'.
-
Acha menuruni anak tangga dengan cepat saat mendengar ponselnya berdering, Putri, nama itu yang muncul di layar ponselnya, Putri adalah teman sekelasnya yang sudah memiliki janji bersama Acha hari ini. "Halo Put, jadi kesini kan?" tanya Acha, tangannya mengambil roti bakar yang tinggal satu di atas piring. Sambil mengunyah dia mendengarkan jawaban Putri dari ponselnya. "Oke, kalo udah nyampe samper aja ya" ujar acha lalu memutuskan panggilan.
"Putri?" tanya mamah saat melewati meja makan. Namanya ibu Mira.
Acha menganggukkan kepalanya. "Iya mah, jam 10 ada kelas online, biar ngerjain tugasnya bareng, sekalian main di sini," jawab Acha dengan mata yang terus fokus pada ponselnya.
"Bilangin pake masker jangan lupa, masih PSBB. Aa udah bangun?"
Lagi-lagi Acha menganggukkan kepalanya. "Udah!" Terdengar suara pintu yang di tutup kencang , disusul dengan Ali yang sedang menuruni tangga dengan begitu cepat. "Kenapa gak dibangunin dari tadi sih? jadi kesiangan," gerutu Ali sambil sibuk mengenakan jaket Adidas berwarna biru tua kesayangannya.
Acha memberikan tatapan tak suka pada Ali, ia memundurkan tubuhnya saat Ali berjalan kearahnya."Ih, pasti Aa gak mandi, jorok!" Acha mendorong Ali dengan kuat saat laki-laki itu sedang berdiri dekat kursinya.
Ali hanya mendelik kesal dan semakin mendekat. Memang kesenangannya selalu menjahili Acha seperti ini. "Liat udah ganteng gini, wangi. Masa iya gak mandi," jawab Ali dengan penuh percaya diri membuat Acha langsung mencibir ucapan Ali yang membuatnya geli saat mendengarnya.
"Nih ya, Acha inget banget waktu manggil Aa diatas tadi, Aa baru bangun kan? masa iya udah mandi, palingan cuma ganti baju. Pantesan sampe sekarang masih jomblo!"
Mendengar kata jomblo Ali langsung dengan tatapan protes dan tidak terima. Ia sebenarnya bukan jomblo, melainkan ingin sendiri dulu agar bisa dekat dengan banyak perempuan. "Eits, jangan sindir jomblo Ca. Jomblo itu bukan gak laku ya, tapi pilihan. Banyak yang suka sama Aa, tapi maaf Aa tolak semuanya karena belum ada yang berhasil masuk kriteria Aa." Dan sudah bisa ditebak Acha kembali mencibir jawaban Ali yang tak pernah ingin kalah.
Acha menarik nafasnya pelan, ia menoleh pada motor yang terparkir di teras rumah. "Ditambah motor Aa tuh udah tua, nggak akan ada yang mau dibonceng sama Aa, yang ada pada malu, mana suka mati-matian di tengah jalan," ejek Acha.
Ali menyisir rambutnya dengan jari sambil melihat Acha yang seakan puas sudah mengejeknya. "Kata siapa gak ada yang mau? banyak cewek sekarang yang pengen dibonceng pake motor classic." Ia beginilah Ali, tak pernah kekurangan ide untuk menjawab sesuatu hal mengenai motor kesayangannya apalagi dalam kondisi seperti ini, motor yang selalu menemaninya sedang di-bully habis-habisan oleh Acha.
"Acha nggak mau tuh, kalo Acha dianter ke sekolah pake motor itu Acha sebenernya malu tau," gerutu Acha yang benar-benar mengatakan hal itu dari dalam hatinya.
Mira hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan, kedua anaknya namun selalu beradu argumen setiap harinya, pemandangan seperti ini sudah tidak aneh lagi. "Udah, udah jangan pada berantem. Nih Ali makan dulu." Mira menyimpan piring berisikan nasi dan sayur di meja.
Baru saja ia akan duduk dan mengambil peralatan makan, Ali seakan teringat sesuatu, Ali mencari jam dinding dan matanya seketika membulat, delapan lewat lima puluh satu. "Aduh Ali berangkat sekarang ya Mah, udah telat kayaknya, masuk jam sembilan." Ali buru-buru berjalan menuju ke rak sepatu, ia memakai sepatunya dengan cepat dan tak sabaran.
"Ini sarapan dulu, udah Mamah siapkan Ali!" Ucap Mira memperingati.
Ali berjalan kearah meja makan, memakan sesendok nasi tersebut. "Udah, Ali berangkat ya Mah. Assalamualaikum." Ali mencium tangan Mira dan berjalan keluar tanpa menunggu jawaban terlebih dahulu.
Sesampainya di teras Ali membuka tas kecil yang dia bawa lalu terdengar suara Mira yang membuatnya langsung kembali masuk ke dalam rumah. "Waalaikumsalam, Ali ini kuncinya ketinggalan."
"Hati-hati, jangan buru-buru, yang penting nyampe tempat kerja dengan selamat," ucap Mira mengingati Ali saat ia kembali untuk mengambil kunci motor.
Ali menganggukkan kepalanya. "Iya mah, Ali berangkat ya." Ali melirik jam sembilan kurang enam menit, seketika Ali berlari mengeluarkan motor kesayangannya, tanpa dipanaskan terlebih dahulu. Ali langsung menyalakan mesin motor dan melaju dengan cepat.
**
Ditengah perjalanan, suara klakson motor Ali terus berbunyi dengan tak sabaran. Sedikit pun dia tidak malu dengan beberapa orang yang menatapnya dengan tatapan aneh, karena yang ada di pikiran Ali sekarang adalah waktu yang terus bergulir.
"Astaga, maju dong!" teriak Ali dengan kesal karena motor di depannya tidak kunjung maju dan terkesan lambat.
"Sabar dong Mas, baru juga lampu ijo," sahut lelaki di depannya yang tak tahan melihat sikap Ali yang tak sabaran dan menguras emosi.
Tanpa memperdulikan ucapan tersebut, Ali langsung melajukan motornya dengan kencang. Tak sampai sana kesabaran Ali yang setipis tissue dibagi 2 lembar, kini hal lain membuat Ali berdecak kesal karena ponselnya tak kunjung berhenti bergetar, ia menepikan motor dipinggir jalan.
"Halo?" tanpa melihat siapa yang menghubunginya terlebih dahulu, Ali langsung menggunakan nada kesal agar seseorang yang menghubunginya tahu jika ia sudah mengganggu Ali.
"Pagi Ali, kamu masih dimana? Shift pagi kamu kan?" suara SPV. Ali menggaruk tekuknya yang tidak gatal, ia benar-benar lupa meminta izin terlambat tadi.
"Maaf pak Indra, ini motor saya mogok. Tapi sebentar lagi nyampe cafe. Udah ada tamu?" tanya Ali basa-basi.
"Dari jam sembilan ada dua orang, pesen Americano sama V60. Tadi saya dari gudang, liat Asti lagi kebingungan nyalain mesin kopi, saya kira kamu udah masuk."
Ali menarik nafasnya dengan perlahan. Mengapa di saat dia masuk lebih awal atau tidak terlambat, tidak pernah ada tamu yang datang seperti itu, tapi mengapa saat dia terlambat tamu datang seakan ingin mempermainkannya. "Iya pak, sebentar lagi saya nyampe, ini udah di taman kok."
"Oke Al, hati-hati."
"Siap pak."
Ali menghembuskan nafasnya berat, jam sudah menunjukan pukul sembilan lewat tujuh belas menit. 'Ya Allah, semoga gaji gak dipotong' batinnya. Ali mencoba menyalakan motornya beberapa kali, namun motor tua nya tak kunjung hidup. Seketika rasa panik mulai ia rasakan. "Mati! pasti gara-gara bohong tadi," cetus Ali. Sekarang Ali mulai percaya pada kata-kata, Omongan adalah Do'a.
--
Oh iya yang belum tahu Aa itu apa, Aa biasanya digunakan untuk panggilan kakak laki-laki atau laki-laki yang lebih tua dari kita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
instagram = @authorqueenj 👑
yaampunnn😭🤣
2023-05-13
0
instagram = @authorqueenj 👑
Adeknya punya dendam kesumat apa sih?🤣
2023-05-13
0
instagram = @authorqueenj 👑
Adidas ga tuh?🤣
2023-05-13
0