NovelToon NovelToon

Kisah Remaja Kita

PROLOG

Dua tahun yang lalu.

"Ris, dia siapa?" tanya Ali dengan kerutan halus di keningnya. Bagaimana Ali tidak bingung, Risda baru saja keluar dari dalam rumah bersama seorang laki-laki yang tak dikenal Ali.

Baru saja Risda terlihat akan menjawab, laki-laki itu maju selangkah dan menatap Ali dengan tatapan tak suka. "Kamu yang siapa? saya suami Risda! jangan pernah ganggu istri sama anak saya lagi!" teriaknya sambil mendorong bahu Ali cukup keras.

Pandangan Ali langsung menatap Risda seakan meminta penjelasan, namun perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya. "Maaf ya Al," ucapnya dengan pelan yang langsung berhasil membuat hati Ali hancur seketika.

Apa selama ini ia sudah ditipu? bukankah Risda mengatakan sudah bercerai dengan mantan suaminya ini? "Ngapain masih disini? pergi!" bentak laki-laki itu dengan kencang. Ali hanya bisa menatap penuh dendam pada suami Risda, beberapa orang yang melewati halaman rumah menatap Ali dengan berbagai ekspresi.

Ali mengepalkan tangannya kuat, cepat atau lambat ia pasti akan membalas ini semua, sangat tidak terima dirinya diperlakukan seperti ini di depan banyak orang. "Kamu pergi sekarang Al, jangan pernah hubungin aku dan Raisya lagi," ucap Risda tanpa rasa bersalah sedikitpun pada Ali.

***

2 Tahun Kemudian.

Kicauan burung murai seakan menjadi penyemangat di pagi yang cerah ini, beberapa warga sudah menjalani rutinitas mereka. Ada yang sudah berangkat kerja, anak-anak sibuk bermain, dan para ibu rumah tangga yang bergosip di warung sayur. Namun ada juga yang masih tertidur pulas, Ali Mahendra, laki-laki kelahiran tahun 1998 yang berprofesi sebagai barista di sebuah cafe yang cukup ramai pengunjung di kota Bandung.

"Aa, bangun! Kerja!" Teriakan dan suara ketukan pintu yang tak sabaran dari luar kamar membuat mata Ali dengan perlahan terbuka, dengan rasa kesal karena tidur pulas nya terganggu, ia masih sempat meregangkan tubuhnya terlebih dahulu.

Sambil berdecak pelan, Ali menatap kearah pintu dengan malas. "Berisik banget Ca, masih ngantuk nih," gerutu Ali sambil kembali menarik selimut dan hendak melanjutkan tidurnya.

"Liat jam!" jawab teriakan di luar, terdengar suara langkah kaki menjauh dari kamarnya. Ali hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan, sebelah tangannya mulai menggapai ponsel lalu menyalakannya, seketika itu juga mata Ali terbuka lebar, dia langsung berdiri dari tidurnya. Pukul 08:37.

Ingin rasanya Ali berteriak. "Gila, ini sih kesiangan!" dengan cepat Ali mengambil handuk, namun saat handuk sudah di tangan ia kembalikan lagi ke tempatnya. 'Gak ada waktu buat mandi'.

 -

Acha menuruni anak tangga dengan cepat saat mendengar ponselnya berdering, Putri, nama itu yang muncul di layar ponselnya, Putri adalah teman sekelasnya yang sudah memiliki janji bersama Acha hari ini. "Halo Put, jadi kesini kan?" tanya Acha, tangannya mengambil roti bakar yang tinggal satu di atas piring. Sambil mengunyah dia mendengarkan jawaban Putri dari ponselnya. "Oke, kalo udah nyampe samper aja ya" ujar acha lalu memutuskan panggilan.

"Putri?" tanya mamah saat melewati meja makan. Namanya ibu Mira.

Acha menganggukkan kepalanya. "Iya mah, jam 10 ada kelas online, biar ngerjain tugasnya bareng, sekalian main di sini," jawab Acha dengan mata yang terus fokus pada ponselnya.

"Bilangin pake masker jangan lupa, masih PSBB. Aa udah bangun?"

Lagi-lagi Acha menganggukkan kepalanya. "Udah!" Terdengar suara pintu yang di tutup kencang , disusul dengan Ali yang sedang menuruni tangga dengan begitu cepat. "Kenapa gak dibangunin dari tadi sih? jadi kesiangan," gerutu Ali sambil sibuk mengenakan jaket Adidas berwarna biru tua kesayangannya.

Acha memberikan tatapan tak suka pada Ali, ia memundurkan tubuhnya saat Ali berjalan kearahnya."Ih, pasti Aa gak mandi, jorok!" Acha mendorong Ali dengan kuat saat laki-laki itu sedang berdiri dekat kursinya.

Ali hanya mendelik kesal dan semakin mendekat. Memang kesenangannya selalu menjahili Acha seperti ini. "Liat udah ganteng gini, wangi. Masa iya gak mandi," jawab Ali dengan penuh percaya diri membuat Acha langsung mencibir ucapan Ali yang membuatnya geli saat mendengarnya.

"Nih ya, Acha inget banget waktu manggil Aa diatas tadi, Aa baru bangun kan? masa iya udah mandi, palingan cuma ganti baju. Pantesan sampe sekarang masih jomblo!"

Mendengar kata jomblo Ali langsung dengan tatapan protes dan tidak terima. Ia sebenarnya bukan jomblo, melainkan ingin sendiri dulu agar bisa dekat dengan banyak perempuan. "Eits, jangan sindir jomblo Ca. Jomblo itu bukan gak laku ya, tapi pilihan. Banyak yang suka sama Aa, tapi maaf Aa tolak semuanya karena belum ada yang berhasil masuk kriteria Aa." Dan sudah bisa ditebak Acha kembali mencibir jawaban Ali yang tak pernah ingin kalah.

Acha menarik nafasnya pelan, ia menoleh pada motor yang terparkir di teras rumah. "Ditambah motor Aa tuh udah tua, nggak akan ada yang mau dibonceng sama Aa, yang ada pada malu, mana suka mati-matian di tengah jalan," ejek Acha.

Ali menyisir rambutnya dengan jari sambil melihat Acha yang seakan puas sudah mengejeknya. "Kata siapa gak ada yang mau? banyak cewek sekarang yang pengen dibonceng pake motor classic." Ia beginilah Ali, tak pernah kekurangan ide untuk menjawab sesuatu hal mengenai motor kesayangannya apalagi dalam kondisi seperti ini, motor yang selalu menemaninya sedang di-bully habis-habisan oleh Acha.

"Acha nggak mau tuh, kalo Acha dianter ke sekolah pake motor itu Acha sebenernya malu tau," gerutu Acha yang benar-benar mengatakan hal itu dari dalam hatinya.

Mira hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan, kedua anaknya namun selalu beradu argumen setiap harinya, pemandangan seperti ini sudah tidak aneh lagi. "Udah, udah jangan pada berantem. Nih Ali makan dulu." Mira menyimpan piring berisikan nasi dan sayur di meja.

Baru saja ia akan duduk dan mengambil peralatan makan, Ali seakan teringat sesuatu, Ali mencari jam dinding dan matanya seketika membulat, delapan lewat lima puluh satu. "Aduh Ali berangkat sekarang ya Mah, udah telat kayaknya, masuk jam sembilan." Ali buru-buru berjalan menuju ke rak sepatu, ia memakai sepatunya dengan cepat dan tak sabaran.

"Ini sarapan dulu, udah Mamah siapkan Ali!" Ucap Mira memperingati.

Ali berjalan kearah meja makan, memakan sesendok nasi tersebut. "Udah, Ali berangkat ya Mah. Assalamualaikum." Ali mencium tangan Mira dan berjalan keluar tanpa menunggu jawaban terlebih dahulu.

Sesampainya di teras Ali membuka tas kecil yang dia bawa lalu terdengar suara Mira yang membuatnya langsung kembali masuk ke dalam rumah. "Waalaikumsalam, Ali ini kuncinya ketinggalan."

"Hati-hati, jangan buru-buru, yang penting nyampe tempat kerja dengan selamat," ucap Mira mengingati Ali saat ia kembali untuk mengambil kunci motor.

Ali menganggukkan kepalanya. "Iya mah, Ali berangkat ya." Ali melirik jam sembilan kurang enam menit, seketika Ali berlari mengeluarkan motor kesayangannya, tanpa dipanaskan terlebih dahulu. Ali langsung menyalakan mesin motor dan melaju dengan cepat.

 **

Ditengah perjalanan, suara klakson motor Ali terus berbunyi dengan tak sabaran. Sedikit pun dia tidak malu dengan beberapa orang yang menatapnya dengan tatapan aneh, karena yang ada di pikiran Ali sekarang adalah waktu yang terus bergulir.

"Astaga, maju dong!" teriak Ali dengan kesal karena motor di depannya tidak kunjung maju dan terkesan lambat.

"Sabar dong Mas, baru juga lampu ijo," sahut lelaki di depannya yang tak tahan melihat sikap Ali yang tak sabaran dan menguras emosi.

Tanpa memperdulikan ucapan tersebut, Ali langsung melajukan motornya dengan kencang. Tak sampai sana kesabaran Ali yang setipis tissue dibagi 2 lembar, kini hal lain membuat Ali berdecak kesal karena ponselnya tak kunjung berhenti bergetar, ia menepikan motor dipinggir jalan.

"Halo?" tanpa melihat siapa yang menghubunginya terlebih dahulu, Ali langsung menggunakan nada kesal agar seseorang yang menghubunginya tahu jika ia sudah mengganggu Ali.

"Pagi Ali, kamu masih dimana? Shift pagi kamu kan?" suara SPV. Ali menggaruk tekuknya yang tidak gatal, ia benar-benar lupa meminta izin terlambat tadi.

"Maaf pak Indra, ini motor saya mogok. Tapi sebentar lagi nyampe cafe. Udah ada tamu?" tanya Ali basa-basi.

"Dari jam sembilan ada dua orang, pesen Americano sama V60. Tadi saya dari gudang, liat Asti lagi kebingungan nyalain mesin kopi, saya kira kamu udah masuk."

Ali menarik nafasnya dengan perlahan. Mengapa di saat dia masuk lebih awal atau tidak terlambat, tidak pernah ada tamu yang datang seperti itu, tapi mengapa saat dia terlambat tamu datang seakan ingin mempermainkannya. "Iya pak, sebentar lagi saya nyampe, ini udah di taman kok."

"Oke Al, hati-hati."

"Siap pak."

Ali menghembuskan nafasnya berat, jam sudah menunjukan pukul sembilan lewat tujuh belas menit. 'Ya Allah, semoga gaji gak dipotong' batinnya. Ali mencoba menyalakan motornya beberapa kali, namun motor tua nya tak kunjung hidup. Seketika rasa panik mulai ia rasakan. "Mati! pasti gara-gara bohong tadi," cetus Ali. Sekarang Ali mulai percaya pada kata-kata, Omongan adalah Do'a.

--

Oh iya yang belum tahu Aa itu apa, Aa biasanya digunakan untuk panggilan kakak laki-laki atau laki-laki yang lebih tua dari kita.

Pagi yang kacau

Ali tak bisa mendorong motornya sampai Cafe, belum lagi nanti saat pulang dia harus mendorong sampai bengkel. Dengan cepat Ali mencari nomor sahabatnya yang selalu bisa diandalkan. "Halo Bek, bisa jemput nggak?" tanya Ali sambil melihat kearah motor yang berlalu lalang di hadapannya, semoga saja ada orang baik yang akan membantunya sekarang.

Tapi kesialan Ali sepertinya belum juga selesai, terdengar helaan nafas Riki yang mengatakan jika dia sedang sibuk. "Aduh gak bisa Al, bengkel lagi penuh," jawab Bebek. Panggilan akrab untuk Rizki yang sudah menjadi temannya sedari dulu.

Jika sudah menyangkut pekerjaan, Ali tidak bisa berbuat banyak lagi, bagaimanapun dia tidak bisa Riki untuk datang dan membantunya. Ali pun menghembuskan nafasnya pasrah. "Oh oke, makasih ya bek," jawab Ali.

"Maaf ya Al," ucap Rizki pelan.

Ali menutup panggilannya, dia mulai mencari kontak lain yang bisa ia hubungi di daerah sini dan sebuah nama melintas di kepalanya. Semoga saja temannya yang kali ini akan membantunya. Sambil menunggu panggilannya diangkat, Ali memainkan jarinya di atas jok motor. "Halo Al," ucap seorang perempuan di seberang sana membuat Ali bisa menghembuskan nafasnya sedikit tenang, semoga saja kesialannya tidak berkepanjangan.

"Fin, kamu lagi sibuk?" tanya Ali terlebih dahulu untuk mengetahui kesibukan Fina sebelum ia meminta bantuan.

"Enggak kok, kenapa?" jawaban Fina terdengar begitu tenang dan membuat Ali sedikit berharap Fina bisa membantunya.

Ali menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum menjelaskan kondisinya sekarang. "Biasa nih motor aku mogok, busi nya mati lagi," jawab Ali tak enak meminta pertolongan pada seorang perempuan.

"Aduh, kamu dimana sekarang? aku kesana," jawab Fina.

Senyum Ali seketika pun mengembang, akhirnya ada yang bisa langsung menolongnya saat ini juga, ditambah rumah Fina yang dekat dari daerah sini bisa memudahkan Ali untuk sampai di cafe lebih cepat. "Taman yang sebelum ke kerjaan aku Fin, yang waktu itu ban motor Bebek bocor," jelas Ali agar memudahkan Fina untuk bisa menemukannya di sini.

"Oke aku tau, aku sekarang kesana ya."

Ali menganggukkan kepalanya walau tahu Fina tidak akan melihatnya mengganggu. "Iya Fin, makasih banget ya sebelumnya, maaf ngerepotin kamu pagi-pagi."

"Iya, santai saja Al, kayak ke siapa saja, kamu juga udah sering bantu aku kok," jawaban Fina begitu bersahabat.

Panggilan mereka pun terhenti sampai sana, Ali menghembuskan nafasnya dengan lega. Tak berapa lama dua motor terlihat menghampiri nya dan dengan cepat Ali pun langsung turun dari motornya. "Al, kamu masuk kerja jam berapa?" tanya Fina yang sebenarnya sudah tahu jika shift pagi adalah pukul jam 09.00.

"Jam sembilan, udah pasti telat banget, barusan aja ditelepon karena udah ada tamu."

Fina terlihat menoleh pada Deni, lalu kembali menoleh pada Ali. "Ya udah gini saja, kamu pakai motor aku dulu, biar motor punya kamu aku yang bawa ke bengkel Deni, gimana? Soalnya kalau diberesin di sini juga takutnya ada sparepart yang harus diganti."

Mendengar itu Ali hanya bisa menggenggam ponselnya erat. Ada rasa tak enak saat Fina selalu membantunya tanpa pamrih. "Beneran gak apa-apa Fin? Ah gak usah, aku gak enak," jawab Ali pada akhirnya.

Fina terlihat mencibir pelan dengan jawaban Ali. Walau ia menggelengkan kepalanya kepala. "Aduh Al, berapa tahun sama aku? Kita kan sering tukeran motor, pake saja, nanti kamu kena marah bos kamu baru nyesel."

Dengan perlahan Ali pun menganggukkan kepalanya. "Makasih banget ya Fin, nanti pulang kerja aku langsung ke rumah kamu buat anterin motor."

"Ia siap, santai saja Al," jawab Fina.

Ali langsung menoleh pada Deni, ia tersenyum kaku karena benar-benar merasa tidak enak sudah merepotkan keduanya. "Den makasih banget ya," ucap Ali dengan sopan.

Deni pun terlihat mengangguk sambil tersenyum. "Iya A, udah lama juga nggak step motor orang," ujar nya diakhiri sedikit tertawa rendah.

Ali pun dengan cepat memberikan kunci motornya kepada Fina dan mengambil kunci motor Fina yang disodorkan ke arahnya. Setelah mereka berpisah Ali melajukan motor choppycub itu dengan kencang, tujuannya saat ini ingin cepat sampai di tempat kerjanya.

--

Sesampainya di parkiran karyawan, Ali menyimpan helmnya di-spion, ia melepas jaketnya dengan buru-buru. "Motor baru Al?" tanya pak Jued, satpam cafe yang sudah sangat akrab dengan anak-anak cafe.

Ali menggelengkan kepalanya. "Motor temen pak, yang saya mogok tadi di jalan," jelas Ali.

"Oh, sok atuh cepet masuk Al, absen, mumpung si boss belum dateng," ujar Pak Jued yang langsung diangguki oleh Ali, dengan cepat Ali masuk ke dalam.

Saat melewati gudang, Ali merasa jika namanya dipanggil, ia pun menghentikan langkahnya dan menengok sedikit ke dalam ruangan. "Pak?" panggil Ali dengan pelan.

"Al sini masuk, bawa troli," sahut Pak Indra tanpa wujud. Ali pun segera masuk dan mencari sumber suara tersebut.

Tak lama kemudian Pak Indra keluar dari lorong kecil yang terhimpit dua rak besar sambil membawa beberapa barang, Ali dengan spontan membantu mengangkatnya dan menyimpannya diatas troli. "Ini orderan kamu buat hari ini ya, coba cek lagi."

Ali mengambil kertas orderan bar malam untuk pagi ini, diantaranya adalah: 5 fresh milk, 10 bandrek, 5 soda, 1 sirup strawberry, gula putih 1 kilo, coklat powder dan masih banyak lagi.

Setelah mencocokkan semuanya, Ali pun menyimpan kertas orderan bar diatas troli. "Udah bener semua pak, kemaren malem rame?" tanya Ali. Sudah tiga hari ini Ali mendapatkan morning shift.

Pak Indra mengangguk. "Tadi sih saya liat di buku laporan, omzet shift malem empat belas juta, pagi cuma empat juta."

"Pantesan orderan bar banyak banget," gumam Ali dengan pelan, lalu ia seakan teringat sesuatu. "Oh iya pak orderan tamu—"

Belum selesai Ali berbicara, Pak Indra sudah menjawabnya. "Udah saya buat, kalo nunggu kamu dateng keburu tamunya pulang lagi," jawab Pak Indra dengan tenang.

Ali hanya bisa tersenyum garing, sebuah sindiran yang frontal untuk manusia dengan tingkat peka yang tinggi seperti Ali. "Ya udah saya ke depan ya pak, mau prepare gula sama kopi," ucap Ali.

"Iya Al, delivery dateng jam sepuluh-an ya, nanti langsung timbang buah-buahan yang dateng," pesan Pak Indra.

"Siap pak." Ali mendorong trolinya keluar, tak lupa ia mengambil satu galon air dan menyimpannya di bagian bawah troli lalu Ali mengiringnya sampai bar, tempat untuk barista membuat produk minuman.

"As, simpan." Ali tersenyum sambil menurunkan beberapa barang dari atas troli ke meja kasir untuk digeser ke meja bar.

Asri yang sedang asik bermain ponsel langsung berjalan dengan malas ke arah kasir, mengambil fresh milk dan soda lalu menyimpannya ke dalam chiller sambil menggerutu. "Kamu itu Al, udah tau aku nggak ngerti mesin kopi, pake telat segala."

Ali hanya terkekeh pelan mendengarnya, ia memasukkan tas dan jaketnya ke dalam loker, lalu saat ia menyalakan komputer terlihat layar komputer yang terus berwarna hitam. "Ini kenapa lagi sih komputer jelek?" celetuk Ali.

"Itu tulis absen manual dulu, dari tadi pagi juga mati, nunggu pak Sam buat benerin nanti," jawab Asti.

Ali berjalan ke arah meja kecil di dekat jendela, senyumnya seketika muncul dan menulis namanya di kertas absen. Nama Ali, NIK 2025, Jam masuk pukul sembilan kurang lima menit. 'Aman, emang masih rejekinya gaji utuh,' batin Ali.

--

Ayo jangan lupa like ya.

Panggilan Aneh

Waktu tak terasa bergulir dengan cepat, sudah pukul tiga sore dan satu persatu karyawan shift sore sudah mulai datang, namun ada yang berbeda kali ini, seorang perempuan dengan jaket warna abu yang terlihat tak asing bagi Ali. "Kok ada back up anak cabang Dago? Emang ada yang nggak masuk?" Bisik Ali pada Asti yang baru saja selesai menginput orderan yang diberikan oleh Dinda, waiters shift pagi yang sudah tak bersemangat sore ini.

Asti menoleh pada perempuan yang dimaksud Ali, dia pun mengangkat bahunya dengan raut wajah bingung. "Nggak tau, ada yang mau di rolling mungkin Al," jawab Asti lalu menatap Ali dengan serius. "Jangan-jangan buat gantiin orang yang suka telat kaya kamu," lanjut Asti yang membuat Ali langsung bergidik ngeri.

"Hus! Kamu kalo ngomong suka sembarangan, aku kan cuma telat hari ini doang As, nggak usah melebih-lebihkan," protes Ali.

Tak berapa lama Pak Indra pun datang dan menghampiri perempuan tadi, keduanya terlihat bercakap sebentar lalu Pak Indra melihat ke arah sekitar. "Semuanya udah kumpul? Ada yang belum masuk?" tanya Pak Indra.

Sontak semua karyawan melihat teman-temannya masing-masing. "Udah masuk semua pak," jawab salah satu dari mereka.

Pak Indra menganggukkan kepalanya pelan lalu meminta semuanya untuk berkumpul sebentar. "Sore semuanya, hari ini kita kedatangan kasir baru, perkenalkan namanya Dewita Ayu. Dua hari yang lalu outlet Dago resmi ditutup, saya harap kalian semua menerima Dewi dengan baik di sini, mungkin salah satu diantara kalian bisa memperkenalkan dulu area cafe lalu Asti, sebelum pulang bisa over handle omset dan kas kecil," jelas Pak Indra yang kemudian membagikan beberapa station kepada waiters sore agar semua tamu bisa terpantau.

Setelah briefing selesai, Ali mulai over handle pada partner barista shift sore, karena pukul empat sore Ali sudah mulai istirahat lalu pulang pukul lima sore.

--

Jam pulang Ali pun tiba, ia dengan cepat

Absen pulang di komputer dan tersenyum ke arah kamera sambil menekan tombol enter pada keyboard. "Pak, saya pulang duluan," pamit Ali pada Pak Indra yang sudah bersiap akan pulang juga.

"Iya Al, hati-hati," jawab Pak Indra.

Ali berjalan menuju parkiran motor, terlihat motor Beat merah terparkir di sebelah motornya. 'Pasti ini motor Dewi,' gumam Ali dalam hati, karena ia baru melihat motor Beat itu di parkiran.

Setelah menggunakan helm, Ali pun menyalakan mesin motor. "Pak, pulang duluan," pamit Ali pada satpam shift malam yang baru saja duduk di dalam pos.

"Mantap motor baru, Al," jawabnya.

"Ini motor teman saya Pak, motor saya mogok."

Satpam itu terlihat mengeluh saat mendengar jawaban Ali. "Udah minta diganti itu motor, makanya dari sekarang mulai nabung buat beli motor baru, atau seenggaknya kamu nyicil Al, DP motor matic murah-murah."

Ali menggelengkan kepalanya. "Bukan masalah murah atau apa pak, bukan Ali namanya kalau nggak pakai motor tua," kekeh Ali.

Setelah percakapan ringan itu selesai, Ali pun mulai menjalankan motornya menuju rumah Fina. Namun tak disangka, sesampainya di sana, Ali cukup terkejut karena teman-teman yang lain sedang berkumpul di halaman rumah Fina. "Wah, semuanya pada ngumpul tapi nggak ada yang ngajak aku satupun," ucap Ali sambil menggelengkan kepalanya pelan. Ali membuka helmnya dan memberikan kunci pada Fina. "Makasih ya Fin."

Bebek yang masih mengenakan seragam bengkel mengambil rokok yang ditawarkan Adin. "Ngapain ngajakin kamu Al, orang kita semua tahu kamu bakal ke sini ngambil motor," ujar Bebek setelah berhasil menyalakan rokok nya.

"Cie yang baru tukeran motor, so sweet banget sih," ejek Jihan yang sudah lama berstatus sebagai pacar Adin. Walaupun Jihan tidak bisa mengendarai motor, namun ia sangat menyukai dan memahami motor tua, hal itu membuat Jihan tidak pernah absen dari perkumpulan mereka di setiap memiliki waktu luang.

"Jangan godain sekarang sayang, nanti aja pas udah jadian, biar minta pajak jadian ke Kue Balok," kekeh Adin. Kue balok adalah tempat di mana biasa mereka berkumpul jika awal bulan, tempat itu pun cukup ramai dikunjungi banyak remaja, tempatnya di pinggir jalan namun sudah terkenal sejak lama.

Ali hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan, ia paling malas jika sudah menjadi bahan ejekan seperti ini. "Apaan Din? Mulai," ujar Ali sambil mengambil bungkus rokok Adin dan mengambilnya satu batang. "Mau dibongkar Sinta Facebook?" ancam Ali dengan bercanda.

Mata Jihan sontak menatap Adin dengan tajam, ia seakan meminta penjelasan dengan apa yang baru saja Ali ucapkan. "Apa? Sinta apa? Fitnah Ali sayang, jangan di denger," jelas Adin dengan cepat lalu menatap Ali dengan tajam. "Jangan bercanda yang gituan Al, cewek suka sensitif," kata Adin.

Ali yang melihat itu langsung tertawa dengan keras, siapa suruh memulai candaan yang Ali tak suka. "Haha, bercanda Han, bercanda," ucap Ali pada Jihan sebelum sepasang kekasih itu ribut karena ulahnya.

"Kalian ngobrol dulu aja ya, aku mau pergi jemput Bapak dulu," pamit Fina pada semuanya, ia berjalan ke arah motor dan pergi tanpa menggunakan helm.

Bebek yang melihat motor Fina sudah pergi lumayan jauh langsung menyimpan rokoknya di atas atas asbak. "Al, kita bertiga udah punya nama buat kamu," ucap Bebek membuat Jihan dan Adin langsung menahan tawanya seketika.

Melihat dari kondisi suasana saat ini, Ali merasa ada yang tidak beres dari ucapan bebek. "Nama apaan?" geram Ali yang kembali kesal jika ia mendapatkan ejekan lagi.

"JAHE!" Pekik ketiga orang itu dengan serentak.

"Jahe?" gumam Ali bingung.

Bebek tertawa terlebih dahulu sebelum menjelaskan, lalu ia mendekat pada Ali agar suaranya tidak terlalu kencang dan terdengar oleh tetangga. "Janda herang," kekeh Bebek. "Lagian kamu kenapa suka banget sih sama janda? sudah dua kali kamu dapetin janda dan itu artinya nama jahe cocok buat kamu."

"Ah apaan sih? Nggak usah pake nama-nama yang begituan lah Bek," protes Ali. Tanpa sadar hal itu membuatnya kembali ingat pada Risda, mantan kekasih saat dia bekerja di sebuah food court di dalam mall. Saat itu Ali tidak tahu menahu tentang status Risda, hubungan mereka sudah berjalan hampir lima bulan, suatu hari Ali berinisiatif untuk main ke rumah Risda, sekaligus ingin bertemu dengan keluarga Risda. Namun tak disangka, bagai ada petir di siang bolong saat ia sampai di rumahnya ada seorang anak perempuan yang memanggilnya Mama, lalu Risda pun mengenalkan anak kecil tersebut kepada Ali.

Sebenarnya sebuah status tidak terlalu dipermasalahkan bagi Ali, tapi mengapa Risda tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya. Seiring berjalannya waktu Ali pun menerima kenyataan tersebut dan dengan senang hati ia selalu memberikan mainan untuk anak Risda, sesekali juga mereka bermain bersama di luar dan berjalan-jalan mengelilingi kota Bandung.

Tapi sungguh disayangkan, hubungan itu tak bertahan cukup lama. Mantan suami Risda mulai kembali mendekati Risda, Ali yang seakan merasa di posisi orang ketiga cukup bingung, dia tidak bisa berbuat banyak karena Risda yang memutuskan untuk ingin kembali pada suaminya dengan alasan anaknya yang selalu ingin ditemani oleh ayahnya.

"Tapi seenggaknya Fina belum punya anak kok Al, nggak akan ada lagi mantan suami yang balik dengan alasan anak mereka," ujar Adin yang seakan bisa melihat pikiran Ali.

Ali berdecak keras, ia membubarkan Bebek dan Adin yang berada dekat dengannya. "Hus, udah ah, jangan bahas ini lagi!" kata Ali ketus.

"Siap He," jawab Bebek.

"Oke He, skip, kita bahas yang lain, kasian Jahe malu kalo digodain terus," kata Adin yang memang sengaja mengejek Ali yang memiliki kesabaran tipis.

--

Yuk like dan komennya di tunggu guys. jangan lupa follow juga author ya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!