THE UNWANTED QUEEN (RATU YANG TIDAK DIINGINKAN) OTHERLANDS THE SERIES #3
PROLOGUE
Serenada Olya Williams.
Namaku adalah topik hangat di setiap sudut kota. Para wanita bergosip, para pria menatap dengan penasaran dan tentu saja para remaja dan anak-anak menyapa dengan gaya mereka masing-masing.
Sejak enam bulan yang lalu nama ‘ratu pengganti’ atau ‘ratu cadangan’ atau ratu ‘yang tidak diinginkan’ seperti berdengung di telinga-ku.
Kakak perempuan-ku bernama Hannasita Lydia Williams. Dia divonis tidak berumur panjang hanya satu tahun dari pengumuman pertunangannya dengan Raja Leonord Konstantin.
Sejak saat itu nama-ku menggantikan nama Lydia di setiap surat kabar dan televisi.
Orang-orang bertanya apa aku menyukai posisi ini ? Atau bahkan bersyukur menjadi Ratu menggantikan kakak-ku ?
Tentu saja aku tidak ingin mengambil posisi orang lain dengan cara seperti ini.
Aku mencintai kakak-ku Lydia.
Senyuman juga kehadirannya.
…………………
ONE
THE FUNERAL
“Nona Olya.” Pelayan pribadi-ku bernama Tinaa memanggil-ku yang sedang duduk diam satu jam di tempat tidur-ku yang berantakan.
Aku tidak menoleh dan tidak menjawab-nya.
Tinaa kemudian masuk dan berdiri di hadapan-ku. Dia membawa tudung hitam transparan yang harus aku pakai bersama dengan baju terusan berwarna hitam senada.Tinaa memasangkan tudung itu yang berhasil dia pasangkan dalam waktu yang singkat.
“Sepuluh menit lagi mobil akan menuju pemakaman. Seluruh keluarga besar dari Klaptongad akan datang.” Tinaa berkata dengan hati-hati. Dia tahu jika suasana hatiku berada di ujung jurang.
“Kerajaan?” Aku bertanya dengn pelan. Apa aku ingin mendengar apakah Leonord ada di sana atau tdak?
Tinaa terdiam sejenak. Lalu dia mengangguk. “Semua akan disana termasuk Raja Leonord.”
Aku menutup mata-ku dan berusaha bernafas seperti biasa. Hari ini adalah hari terakhir aku akan melihat Lydia. Sama seperti kehilangan Papa beberapa tahun lalu, kehilangan ini begitu menyakitkan. Kenapa kita harus mengalami ini dalam hidup kita. Kehilangan satu orang penting dalam hidup begitu memilukan. Dan sekarang aku harus kehilangan kakak-ku juga.
Dunia ini tidak menyukai jika sesorang memiliki hidup yang sempurna.
Aku berdiri dan Tinaa mengikuti-ku dari belakang. Kami melewati ruang tamu lantai dua yang kosong lalu menuruni tangga yang sepertinya terasa lebih panjang dan melelahkan dari sebelumnya.
Di lantai satu tepatnya di ruang tamu, nenek dan Mama-ku sedang berbicara. Wajah mereka terlihat lebih tegar daripada aku. Apakah itu karena mereka sudah melewati lebih banyak kepedihan dari pada aku ?
Nenek-ku bernama Rania dan Mama-ku Salma adalah contoh perempuan-perempuan Williams yang seharusnya. Hidup dalam ketenangan dan banyak melak ukan kegiatan sosial bertahun-tahun. Mereka tidak pernah melakukan tindakan yang mengecewakan.
“Olya.” Nenek Rania memanggil-ku dengan nada lega.
“Nenek.” Aku hanya menyapa dengan singkat.
“Apakah kamu sudah siap ?” Mama\-ku bertanya dengan nada sedih yang ditutupi.
“Ya.” Aku hanya mengangguk.
Keduanya berdiri dan berjalan mendampingi aku ke halaman depan tempat mobil berwarna merah tua sedang menunggu.
Beberapa tentara merah yang berasal dari Klaptongad terlihat berada di iringan mobil di depan dan di belakang kami.
Kami berempat bersama Tinaa masuk ke dalam mobil merah yang sangat panjang. Mobil ini memang hanya berada di Klaptongad dan sesekali kami pernah menggunakannya dalam aktivitas bersama keluarga kerajaan. Kursinya terdiri dari barisan menghadap ke jalan dan ada dua baris yang saling berhadapan. Aku dan Tinaa memilih kursi yang saling berhadapan itu.
“Raja Leonord akan berada di sana.” Ujar Mama pada\-ku setelah mobil berjalan sekitar lima nenit di jalanan sepi Elestor.
“Kami seharusnya tidak bertemu di pemakaman.” Ucap\-ku dengan ketus.
“Olya.” Nenek\-ku berusaha menenangkan\-ku. “Dia akan menjadi suami\-mu dua bulan lagi.”
Aku menutup mata dan berusaha mengacuhkan kalimat itu. Pernikahan di saat suasana duka adalah hal yang tidak masuk akal.
Hanya karena keluarga kerajaan harus mengikuti semua peraturan dan ramalan untuk mereka bukan berarti mereka harus mengabaikan perasaan orang lain.
“Istrinya sedang berada di peti mati, nenek.” Aku mengerang. “Tidak pantas untuk membicarakan pernikahan di saat seperti ini.”
“Mereka belum menikah.” Mama menyela.
Aku memalingkan wajah\-ku lurus ke depan dan menatap Tinaa yang bersimpati untuk\-ku.
Raja Leonord berusia dua tahun lebih tua dari\-ku. Sejak kecil kami bermain bersama dengan semua keluarga bangsawan dan sesekali Leonord akan datang dan ikut lomba pacuan kuda atau memanah. Jujur saja aku merasa sangat iri pada kakak\-ku karena dia akan menikah dengan Leonord. Laki\-laki yang aku kagumi sejak dulu. Tapi perasaan itu aku kubur sejak tahu kalau pertunangan dan masa depan mereka telah dipersiapkan bersama.
Aku menolak untuk berasa di ruangan yang sama saat ada pertemuan karena aku akan melihat betapa saling mencintainya mereka satu sama lain. Dan jika aku berada di ruangan yang sama maka aku akan menghindari memperhatikan mereka.
“Ini adalah hari pemakaman kakak.” Aku berusaha berkata dengan pelan. “Lebih baik kita fokus pada hal ini. Aku ingin menghantar kakak\-ku dengan sebaik mungkin.”
Tidak ada siapapun yang menjawab dan bunyi mesin mobil mentertai kami hingga mencapai pemakaman yang sudah dipenuhi dengan lautan orang berwarna hitam pekat.
Sesampai di satu\-satunya gedung duka yang ada di Elestor, aku dan yang lainnya di sambut dengan puluhan anggota tentara merah – wafren dan waflo – yang membentuk barisan di depan ratusan warga elestor yang sebagian kami kenal dan sebagian lagi mungkin hanya ingin menyaksikan kehadiran kami. Atau Leonord tentu saja.
Tatapan mereka bermacam\-macam. Aku sama sekali tidak peduli dengan tatapan mereka. Jujur saja, hari ini tubuh\-ku terasa sangat letih dan tidak ada energi untuk bahkan berdiri lama. Saat lima tahun yang lalu Papa\-ku meninggal tubuh\-ku merasakan hal yang sama.
Aku tidak tahu apa yang orang lain rasakan saat merasa kehilangan orang terdekat mereka. Karena aku merasakan kehampaan. Seperti sebagian jiwa\-ku pergi dari dunia ini dan entah kapan bisa kembali lagi. Orang yang pergi meninggalkan kita tidak akan pernah kembali lagi. Aku percaya itu. Tapi ketika semua orang meminta\-ku untuk menerima kehilangan itu justru aku tidak bisa menerimanya. Aku hanya bisa melakukan satu hal. Membiasakan diri.
“Olya.” Nenek\-ku menggenggam tangan\-ku dan berjalan bersama\-ku. Kami melewati belasan suara jepretan kamera berukuran besar yang memantulkan cahaya pada objek yang dia potret.
Tinaa dan Mama\-ku berada di belakang kami. Mereka juga menundukkan kepala mereka untuk menghindari foto\-foto yang akan muncul di surat kabar nasional.
Kami berhasil masuk ke aula berukuran oval di mana atap berbahaan kaca memantulkan cahaya terang tepat ke tengah aula. Di tengah aula itu rangkaian barisan bunga matahari yang sangat terlihat cantik berdiri dan di lingkaran bundar sekaligus mengelilingi peti berwarna putih yang belum ditutup.
Tempat ini diperuntukkan sebagai kediaman terakhir bagi keluarga bangsawan dan juga kerajaan. Status Lydia sebagai calon ratu membuat dirinya di makamkan di tempat ini.
Aku melepaskan genggaman nenek dan berjalan mendekati peti. Kami tidak diijinkan untuk menyentuh peti itu meskipun ini adalah hari terakhir untuk kami melihat dan menyentuh Lydia. Itu peraturan dari kerajaan yang harus kami taati. Peraturan yang tidak manusiawi sama sekali.
Aku melihat wajah Lydia. Hidungnya yang tinggi, bibirnya yang diberikan perona bibir berwarna merah menyala, dan rambutnya yang berwarna cokelat yang bersinar di bawah matahari.
Dia akan menjadi ratu yang sempurna....
Aku sangat yakin itu......
Semua menyukainya......
Dia juga adalah seorang kakak yang sempurnya.....
Maafkan aku kak, maafkan semua perkataan dan perbuatan yang pernah aku perbuat. Maafkan semua air mata yang pernah aku sebabkan. Maafkan aku yang hanya bisa meminta maaf saat bahkan mata\-mu tidak bisa terbuka lagi.......
Seseorang memeluk\-ku dari samping. Mama\-ku ikut meneteskan air mata. Mama\-ku adalah wanita paling tegar yang pernah aku temui. Kehilangan Papanya saat masih kecil, kehilangan suami saat masih dia butuhkan, dan bahkan sekarang kehilangan putri sulungnya yang bisa menjadi ratu negeri ini. Dan hanya aku yang tersisa. Aku yang tidak diinginkan semua orang.....
“Nona, Raja Leonord datang.” Tinaa berbisik kepada\-ku dan dengan cepat berdiri di tepi ruangan agar tidak menghalangi rombongan kerajaan yang datang.
Aku tidak bergerak dari tempat\-ku. Aku tidak akan pergi dari posisi\-ku. Tempat di mana aku bisa melihat kakak\-ku dengan lebih jelas. Aku bahkan tidak akan bergerak meskipun Leonord yang meminta\-ku. Tidak akan.
“Olya,” Mama\-ku meminta\-ku untuk berada di sisi kanan agar tidak menghalangi kehadiran Leonord.
Aku tidak bergeming sama sekali. Lebih tepatnya aku mengabaikan suara permintaan Mama\-ku itu. Biarkan saja Leonord berdoa tanpa melihat dengan jelas wajah kakak\-ku. Dia tidak pantas dan tidak berhak untuk berada di sini.
Dia adalah salah satu faktor betapa depresinya hidup kakak\-ku selama ini. Tatapan semua orang, ekspektasi semua orang dan bahkan hubungannya dengan Ibu suri agung Gina – Ibu Leonord – menjadi bahan pembicaraan Lydia dan Mama\-ku beberapa bulan terakhir. Aku hanya bisa menguping mendengar hal itu dengan tidak sengaja dari balik pintu kamar kakak\-ku yang disertai tangisan tanpa henti dari mata indahnya.
“Tidak apa\-apa.” Suara Leonord yang berat khas dirinya terdengar di sisi kiri di mana aku berdiri.
Aku menggenggam erat kedua tangan\-ku. Berusaha untuk tidak menoleh ke wajah Raja yang baru saja naik tahta satu tahun sejak meninggalnya Papa\-nya. Raja Khan.
Aku melihat dari sudut mata\-ku bahwa wafren, waflo, dan tentara merah tertinggi di negeri ini – wagon – berdiri berjajaran sesuai warna baju yang mereka kenakan dan membentuk lingkaran sebagai simbol pernghormatan.
Tiga orang pemimpin doa yang berasal dari keluarga kerajaan memimpin doa yang akan berjalan selama tiga puluh menit itu. Tiga orang tersebut bergantian untuk menghanturkan doa dan membacakan kata\-kata mulia kepada Lydia.
Aku sama sekali tidak mendengar doa itu. Telinga\-ku seperti menolak untuk mendengar doa itu. Doa formal yang selalu diucapkan kepada semua orang yang akan meninggalkan dunia ini.
Doa yang bahkan tidak ada ketulusan di dalamnya.
Mereka bahkan tidak mengenal Lydia dengan baik. Sementara aku yang mengenal Lydia tidak diperbolehkan untuk menyampaikan kata\-kata terakhir. Hanya Mama\-ku yang diperbolehkan.
Bisa saja ini keputusan Leonord. Dia tidak ingin aku mengucapkan hal\-hal yang akan mengguncang negeri ini. Tentu saja bibir\-ku tidak akan selembut Lydia. Kata\-kata mengerikan dari mulut\-ku akan membuat orang membenci\-ku.
“Lydia. Putri sulung\-ku,” Mama\-ku menyampaikan melalui podium yang berada di seberang tempat aku berdiri. Sesekali dia menyeka mata dan pipinya yang basah. “Aku hanya bisa berpesan bahwa, tidur\-lah dengan tenang putri\-ku yang cantik. Hiduplah dengan tenang dan bahagia di sana.”
“Maafkan kami tidak berada di sana bersama\-mu.”
Mendengar kalimat terakhir membuat air mata\-ku menetes tanpa aku sadari hingga menyentuh dagu\-ku.
“Terima kasih telah menjadi putri, kakak dan juga perempuan yang kuat selama hidup\-mu. Kami mencintai\-mu. Selalu dan selamanya.”
Selalu dan selamanya....
“Olya.” Leonord menyentuh-ku. Menyentuh lengan-ku.
Aku tidak menjawab-nya.
“Maafkan Mama-ku tidak bisa datang hari ini. Dia tidak begitu sehat selama tiga hari ini.” Leonord berkata lembut dengan suara beratnya itu.
Doa telah selesai lima belas menit yang lalu dan hanya ada aku dan Leonord di dalam aula. Dia menemani-ku dan meminta semua orang keluar dari ruangan.
Leonord mendekat ke telinga kiri-ku dan berkata dengan suara pelan. “Jangan lupa menjaga kesehatan-mu, Olya. Aku akan menemui-mu saat semuanya lebih baik.” Dia membelai lengan-ku sebelum akhirnya berjalan keluar meninggalkan aku sendiri.
Leonord pintar. Dia tidak mencoba berkata lebih banyak. Dia tahu jika temperamen-ku sangat buruk di banding Lydia. Tentu saja dengan Lydia semuanya akan lebih baik untuknya. Lydia si gadis tenang, lembut dan penyayang sementara aku....
Dia akan menganggap-ku mimpi buruk.
Peti Lydia telah ditutup. Aku sekarang hanya melihat ukiran emas di setiap tepi peti itu. Hanya bisa menatap mereka dengan tubuh yang terasa remuk. Aku telah kehilangan Papa. Dan dunia ini bahkan dengan teganya mengambil kakak-ku kali ini. Siapa selanjutnya???
Bisa saja aku yang pergi...
Aku hanya berfikir apa yang terjadi jika aku juga pergi dan di mana aku akan berada setelahnya. Apakah aku akan bertemu dengan Papa dan Lydia? Atau aku justru berada di tempat di mana mereka tidak ada? Kematian seperti tiket satu arah. Tidak bisa ada tiket kembali ke dunia ini dan menceritakan apa yang mereka rasakan di sana.
Tapi pertanyaan itu tetap mengusikku....
Apa yang akan terjadi jika aku memang pergi dari dunia ini....
Malam ini rumah kami di penuhi dengan keluarga dan teman terdekat yang datang untuk mengucapkan belasungkawa. Aku mendengar suara-suara mereka bahkan saat berada di dalam kamar-ku yang berada di lantai atas. Aku bisa membayangkan kalimat-kalimat yang akan mereka ucapkan.
Turut berduka Ny. Williams.
Turut berduka untuk kepergian putri anda.
Lydia adalah gadis muda yang sangat baik hati.
Dia terlalu cepat dipanggil oleh dewa matahari.
Kuambil selimut dan menutupi seluruh tubuh-ku. Aku menolak untuk turun dan menyapa orang-orang yang hanya memasang muka simpatik mereka tanpa terdengar tulus sedikipun. Mereka hanya bersikap baik karena nama belakang kami dan juga hubungan kami dengan kerajaan.
Ketukan dua kali itu terdengar lembut dan aku tau bahwa nenek-ku pasti adalah orang yang akan mendatangi-ku di saat kondisi seperti ini. Meskipun tentu saja selama ini Lydia adalah favorit semua orang dalam keluarga, setidaknya nenek cukup adil dalam berbagi perhatiannya.
“Olya.” Nenek menyentuh selimut\-ku dan duduk dekat dengan aku berbaring.
Aku kembali diam. Aku benci menjawab semua kegelisahan mereka. Apa mereka akan membicarakan pernikahan lagi? Tidakkah satupun dari mereka mengerti bahwa hari ini adalah hari yang menyakitkan dalam hidup\-ku setelah kematian Papa? Mereka tidak akan pernah kembali lagi bagaimanapun aku memohon pada langit di luar sana. Bahkan dewa matahari sekalipun tidak akan pernah bisa membawa mereka kembali.
Aku merindukan senyuman Papa.
Merindukan kebersamaan kami....
Aku bahkan sudah merindukan tatapan mata Lydia yang sempurna itu....
“Kamu harus makan malam, cucu\-ku.” Nenek terdengar sangat rapuh dan menyesal. “Kamu harus tegar dan kuat.”
Kenapa aku harus kuat? Kenapa aku harus tegar? Aku kehilangan kakak\-ku untuk selamanya, dan aku harus tersenyum agar semua terlihat baik\-baik saja?
“Kerajaan mengirimkan puluhan menu makanan. Banyak di antara nya makanan kesukaan\-mu.” Nenek berkata dengan lebih bersemangat.
Selimut\-ku terangkat perlahan dan nenek menatap\-ku dengan iba. Kantung matanya yang besar menunjukkan banyak air mata yang dia keluarkan hari ini dan hari\-hari sebelumnya. Nenek memakai gaun berlengan panjang berwarna hitam. Kami keluarga Williams memiliki tradisi untuk menggunakan gaun putih atau pakaian berwarna putih di malam hari pemakaman.
“Dia tidak ada di sini bukan?” Aku bertanya dengan nada sinis yang tidak kututupi.
Nenek menggelengkan kepala. “Tidak. Yang Mulia Leonord tidak ada di sini. Dia kembali ke Klaptongad setelah pemakaman. Dia akan memberi\-mu waktu.”
Aku menggigit bibir-ku begitu keras hingga merasakan darah dilidah-ku. Aku membenci kehadirannya hari ini. Dia mencintai kakak-ku bukan? Bagaimana reaksinya hari ini begitu dingin padanya di acara pemakaman? Apakah aku melewatkan air mata di wajahnya? Dia seharusnya menangis bukan?
“Yang Mulia memerintahkan wagon untuk berjaga\-jaga di kediaman kita selama kamu masih di sini.”
Di sini? Pemilihan kata yang buruk untuk kondisi hati\-ku sekarang.
“Bilang padanya aku tidak ingin melihat para wagon di sini.”
Nenek menatap\-ku dengan wajah kaku. Dia menahan amarahnya. Aku tahu itu.
“Bersikap dengan lebih berkepala dingin, Olya.” Nenek memberi peringatan. “Kita sudah bersedih beberapa minggu terakhir ini. Kita kehilangan Lydia yang amat kita sayangi tapi bukan berarti kamu melepaskan dan menghempaskan semua yang berada di samping\-mu.”
“Menghempaskan?” Suara\-ku lebih besar dari sebelumnya.
“Nenek tahu bagaimana diri\-mu, Olya. Salah satu sifat\-mu adalah bersikap buruk kepada semua orang di saat kondisi\-mu tidak stabil dalam waktu yang lama. Berapa lama kamu akan mempertahankan sikap\-mu ini? Satu bulan dari sekarang?”
Aku menatap nenek tanpa berkedip.
“Atau dua bulan pada saat kamu di bawa ke Klaptongard?”
“Dibawa?! Apa aku adalah barang antik?” Ucapku dengan nada tajam.
“Mama\-mu meminta\-ku memberi waktu pada\-mu. Tapi aku tahu bahwa memberi waktu pada\-mu adalah kesalahan. Bisa saja kamu melakukan hal di luar batas kewajaran dan itu tidak bisa nenek biarkan.”
“Jadi,” Aku tersenyum sinis sambil mengambil nafas panjang. “Bagi nenek nama keluarga Williams lebih penting dari pada kebahagiaan\-ku?”
Nenek menutup matanya dan memalingkan wajahnya ke arah kanannya. “Kebahagiaan kamu penting bagi keluarga ini Olya.” Nenek berbalik lagi dan mengambil kedua tangan\-ku. “Tapi ada hal yang harus kita lakukan sebagai seorang Williams. Kita harus menjaga nama baik keluarga kita. Kita tidak ingin tragedi yang terjadi pada Ratu Victoria terulang lagi.”
Ratu Victoria.
Ratu yang begitu pemberani bagi diri\-ku.
Ratu yang mencintai pria lain.
“Nenek,” Aku mencoba menenangkan da mengubah nada bicara\-ku. “Tidak pantas membicarakan ini di malam terakhir Lydia. Aku perlu banyak waktu memikirkan semua ini. Aku berjanji pada\-mu aku tidak akan melakukan hal yang membahayakan keluarga ini.”
Nenek hanya tersenyum mendengar kata membahayakan keluarga ini dari mulut\-ku. Dia sepertinya cukup puas saat ini. Meskipun aku tahu nenek tidak akan mempercayai diri\-ku sepenuhnya. Wajar saja, aku memang seorang pemberontak.
“Jangan lupa mencuci wajah\-mu sebelum tidur. Besok banyak hal yang ingin kita bicarakan.” Nenek mencium kening\-ku dan berjalan keluar dan turun kembali ke lantai dasar.
Sebelum tidur, Tinaa masuk ke kamar\-ku dan memberi\-ku teh bunga matahari agar aku bisa tidur dengan lebih pulas. Tinaa diberikan perintah oleh Mama\-ku untuk menemani\-ku hingga tidur. Entah apa yang ada di benak\-nya. Apakah ingin aku tidak sendirian atau memastikan aku tidak melakukan hal gila?
“Sampai jam berapa kamu akan duduk di sana, Tinaa?” Aku berbaring menyamping dan melihat Tinaa yang duduk di sofa dekat tempat tidur-ku. Di tangannya dia sedang membuka surat kabar yang paling aku benci. Misteri Elestor.
Tinaa menyadari saat aku menatap dengan kebencian pada halaman yang dia pegang itu. Dia menutup dan melipatnya dan menaruh di bawah bantal di sampingnya.
“Aku akan berada di sini sampai nona tidur.” Tinaa berkata dengan nada ceria. Dia selalu berusaha tetap bahagia di depan\-ku. Selalu.
“Tidak perlu.”
“Aku lebih suka di sini daripada di bawah sana.” Tinaa menggerutu. “Para wagon membuat\-ku takut.”
Wagon. Tentara berjubah merah tua dari topi hingga sepatu bots nya. Tentara yang hanya melindungi keluarga kerajaan. Dalam kasus\-ku calon anggota keluarga kerajaan.
“Mereka tidak mengucapkan satu kata\-pun. Mereka seperti mayat hidup.” Tinaa berceloteh dengan gayanya yang khas.
“Lalu?”
“Aku tidak bisa membayangkan saat kita berpergian selama di Elestor dengan mereka.”
“Aku tidak akan keluar dari rumah.”
Tinaa menyipitkan matanya dengan tidak percaya. “Aku yakin nona akan banyak melarikan diri.”
Tinaa adalah saksi atas semua aksi melarikan diri\-ku. Jadi tentu saja dia adalah orang pertama yang akan mencurigai semua tingkah\-ku.
“Kamu begitu menakutkan Tinaa.”
“Nona yang membuat\-ku takut.”
“Benarkah?”
“Ya. Terlebih sekarang ini.”
Kenapa semua orang merasa bahwa aku akan meledakkan diri\-ku?
“Tenang saja. Pastikan saja gaun\-ku tersusun dengan rapi di lemari. Maka aku akan baik\-baik saja.”
Tinaa tertawa kecil mendengar tentang itu.
Tinaa tahu bagaimana memulai percakapan kecil dengan\-ku. Salah satu keahlian dirinya yang sudah bersama\-ku selama sepuluh tahun ini. Umurnya yang lebih muda lima tahun dari\-ku – aku berumur tiga puluh tahun – bahkan tetapi terkadang dia jauh lebih dewasa dalam bertindak.
Aku mencoba menutup mata dan memperhatikan nafas\-ku. Perlahan tapi pasti mata\-ku yang lelah akhirnya membuat aku menyerah untuk terjaga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Dede Mila
mampir...
2024-02-26
0
Erni Fitriana
tolong temani alya y tina🙏🙏🙏🙏🙏🙏
2023-07-04
1
Liu Zhi
hal yang menyakitkan
2023-05-14
0