Chapter 03 - The Past

THREE

The Past

Tiga hari setelah melewati persembunyian di bawah tanah yang aku benci akhirnya Kia memberitahu bahwa Leonord mengijinkan-ku untuk berpergian untuk memberikan-ku hiburan. Meskipun menyebalkan karena aku harus selalu meminta ijin jika ingin pergi dari rumah tapi setidaknya aku bisa datang ke sesi klub buku pagi ini.

‘Isla Kastia’ adalah klub buku yang terdiri dari sepuluh orang yang berasal dari orang-orang dari keluarga kelas atas. Anak dari pejabat kota Elestor, anak dari panglima keamanan Elestor dan sebagainya. Sesungguhnya klub buku kami bukan sembarang klub buku. Klub ini diberikan suara dalam setiap keputusan dalam majelis parlemen dan memiliki lima persen veto. Hasil dari pertemuan kami akan di bicarakan oleh ketua parlemen dan menjadi suara penting bagi partai-partai politik yang ada.

Mereka semua adalah teman-teman-ku. Setidaknya mereka baik di hadapan wajah-ku. Tentu saja aku harus tetap memasang benteng di sekeliling-ku. Semua orang berpotensi menjadi musuh-ku di masa depan. Aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ketika aku menjadi ratu. Satu yang pasti semua orang akan memasang senyuman palsu karena mereka ingin berada di dekat-ku.

Aku sudah duduk di ‘markas’ Isla Kastia setengah jam dan masih saja ada beberaa yang telat untuk hadir. Ketua klub buku kami, Jon Ingli memperhatikan jam di tangan kanannya dan kemudian memperhatikan-ku berkali-kali. Dia sepertinya takut kalau aku akan murka.

Dia tidak salah, aku bukan orang yang terkenal dengan emosi yang baik. Bahkan orang dengan mudah menebak kondisi perasaan-ku hari ini hanya dengan meliha bagaimana mata-ku menatap mereka.

Aku menatap ke sekeliling markas. Markas ini berbentuk seperti rumah dengan berbagai ruangan yang di pakai untuk kamar kecil, ruang istirahat, dan juga taman kecil dengan atap terbuka dan tidak ketinggalan dapur besar tempat beberapa chef akan menyiapkan makanan kecil untuk kami setiap ada pertemuan. Semua ruangan-ruangan itu mengelilingi ruang tengah yang diisi dengan sofa-sofa berwarna cokelat tua empuk yang membentuk satu lingkaran besar. Meja makan persegi panjang berada tidak jauh dari lingkaran sofa itu.

Banyak yang mengatakan bahwa tempat ini adalah tempat di mana kami bersenang-senang. Banyak warga yang mengangga ini adalah istana kecil karena pondasi dan bahan bangunan berasal dari bahan-bahan mahal yang hanya dimiliki oleh orang-orang kaya.

Kami memang orang kaya.

Kami bahkan bisa mengubah nasib semua orang di kota ini.

Dalam kasus-ku aku bahkan bisa memutuskan nasib kehidupan orang di seluruh negeri ini saat aku mengenak cincin di jari-ku.

“Sepertinya Sevila dan Nicola tidak datang hari ini.” Joe mengatakan pada semua yang sudah hadir.

Sevila adalah putri bungsu dari mantan panglima wafren yang telah dipindahkan ke Elestor tiga tahun yang lalu. Dia adalah teman dekat dari Lydia. Dia tidak diperbolehkan untuk menghadiri upacara pemakaman karena keputusan dari keluarga kerajaan. Tidak hanya Sevila tapi juga beberapa teman dekat Lydia lainnya tidak dijinkan untuk hadir.

Sementara Nicola adalah teman dekat-ku. Semalam dia meminta asisten rumahnya untuk memberikan pesan bahwa dia sedang sakit dan tidak bisa datang hari ini. Nicola adalah putri kedua dari keluarga Yoksir – keluarga ilmuwan terhormat – dan sudah menjadi teman-ku sejak kami berumur lima belas tahun.

“Tidak apa-apa. Kita mulai saja tanpa mereka.” Jawab Yolanda Khun tanpa rasa simpatik. “Kita tidak bisa membuat orang-orang penting di sini menunggu lama.”

Yolanda lalu menatap-ku dan tersenyum datar. Jika dia tidak tulus ingin tersenyum lebih baik dia marah saja. Rasa iri dari dia kepada-ku sangat jelas.

“Baiklah.” Joe menimpali. “Kita mulai saja pertemuan hari ini.”

Pertemuan diawali dengan Janet dan Julia, kakak beradik dari keluarga Morton – Pemilik perusahaan tekstil terbesar di Elestor – membahas mengenai satu buku yang akan diliris satu bulan ke depan.

“Buku berjudul Harapan Indah milik Benjamin Kostan. Bulan depan akan diliris salah satu perpustakaan pemula di Klaptongad. Buku ini memberi banyak pandangan mengenai masa depan negeri kita dalam menghadapi banyak tantangan dan juga potensi masalah.” Julia sang adik berbicara dengan berapi-api.

Kemudian Janet melanjutkan. “Benjamin Kostan telah berperan penting dalam pendidikan sekolah dasar negeri ini setelah belasan buku miliknya menjadi acuan dan pedoman anak-anak usia lima sampai sepuluh tahun.”

“Tapi buku-buku pedoman milik Benjamin Kostan,” Yolanda menyela dengan cepat. “Sudah ketinggalan zaman.” Cibir Yolanda.

“Yolanda, apa kamu bisa memperjelas apa maksud dari ketinggalan zaman yang kamu sampaikan?” Joe berusaha menjadi penyeimbang dalam percakapan ini.

“Rey Dorotea adalah solusi yang tepat untuk menambahkan rasa nasionalisme kepada para anak-anak belia agar mereka mampu dewasa dengan lebih cepat dari yang tedahulu.”

Beberapa terlihat menggelengkan kepalanya saat mendengar perkataan Yolanda. Sementara Janet dan Julia seperti sedang berpikir keras untuk melawan kembali perkataan itu. Membela diri lebih tepatnya.

“Rey Dorothea adalah kakak ipar-mu.” Serang Janet.

Yolanda Khun berasal dari keluarga Khun yang berkuasa atas daerah utara. Lebih tepatnya keluarga Khun khusus mendedikasikan hidup mereka sebagai ‘pelindung’ atas garis utara menuju hutan Sentata.

“Lalu?” Balas Yolanda. “Rey adalah orang yang tepat untuk menjadi anggota parlemen pendidikan dalam lima tahun kedepan. Negeri kita dalam masa revolusi yang besar. Kita berada dalam tahun delapan ratus sebelas. Kita tidak lagi menggunakan kereta kuda seperti empat ratus tahun yang lalu.”

“Jadi menurut-mu Benjamin Kostan sudah selayaknya di ganti?” Julia selalu bertanya langsung pada intinya.

Yolanda tersenyum dengan ciri khasnya yang nyentrik. Andai saja aku tahu apa maksud di balik senyuman satu juta arti itu. Yang jelas senyuman itu hampir selalu menjadi malapetaka.

“Benjamin Kostan sudah selayaknya di beri kursi di parlemen lebih lama dari seharusnya. Dia berhak untuk mendapatkan itu.” Bela Janet.

Joe meminta mereka berhenti untuk saling memberi pendapat dan kemudian meminta beberapa anggota lain untuk menyampaikan pendapat mereka.

Lalu....

“Nona Williams, bagaimana pendapat anda?” Joe mengakhiri dengan bertanya padaku.

Aku sama sekali tidak ingin berkomentar apapun hari ini tapi tentu saja karena ini masalah yang penting dan dengan tatapan semua orang yang seperti penasaran dan sekaligus segan pada-ku sepertinya aku tidak bisa lari dari hal ini.

“Benjamin bukan pilihan yang buruk.” Aku menatap Janet dan Julia bergantian. “Lebih baik kita berikan dia waktu enam bulan di periode kedua tahun ini dan kita lihat apa terjadi sesuatu yang radikal di seluruh negeri.”

“Tapi,” Yolanda merapikan gaun berwarna violet miliknya. Hanya dengan melihat bagaimana caranya berpakaian dan berias sungguh memuakkan. Bahkan bibirnya di lapisi oleh pewarna yang lebih terang dari darah manusia.

“Enam bulan di periode kedua adalah krusial. Terutama pernikahan yang akan terjadi tidak lama lagi. Yang Mulia pasti akan mengganti seluruh kabinet dan jajaran parlemen. Benjamin tidak akan luput dari hal ini.” Yolanda mengucapkan dengan keyakinan yang sungguh.

Dia tahu aku membenci membicarakan masalah personal di dalam pertemuan. Membawa nama Leonord sengaja dilakukan untuk mengangkat emosi-ku.

“Benjamin memberikan seluruh kerja kerasnya selama ini, kita perlu memberikan kesempatan lebih panjang untuknya.” Aku menjaga nada bicara-ku sesantai mungkin.

Ketika Yolanda berusaha ingin menyela, Joe memintanya untuk berhenti dan akhirnya pemungutan suara di lakukan. Selama setengah jam kami memberikan jawaban kami dalam secarik kertas dan semuanya dikumpulkan untuk di cek hasilnya.

Kami memperhatikan Papan tulis yang telah di lengkapi dengan foto kedua penulis terkenal yang menjadi perdebatan hari ini.

Joe menghitung dan menyebutkan semua hasil tulisan dari semua kertas yang berada di kotak kaca miliknya.

“Suara kedelapan untuk Benjamin.” Joe menuliskan garis lagi pada bagian bawah foto Benjamin. “Kemudian dua suara terakhir jatuh pada Rey.”

Janet dan Julia akhirnya bertepuk tangan dan melihat-ku dengan gembira. Aku membalas mereka dengan senyuman. Aku sama sekali tidak ragu bahwa hari ini Benjamin akan mendapatkan dukungan kami. Hanya saja selain Yolanda aku penasaran siapa yang juga ikut mendukung Rey.

Aku melirik ke arah Yolanda. Wajahnya yang murka dan memerah malu tampak begitu jelas. Dia hanya menatap kedua tangannya yang menggenggam dengan kencang di atas pahanya.

Tinaa dan aku berada di dalam mobil dalam perjalanan pulang ke rumah. Kami akan datang ke panti asuhan milik keluarga Williams. Irishan.

Irishan berdiri sejak tiga puluh tahun yang lalu. Berada cukup jauh dari pusat Elestor dan berada sekitar lima kilometer dari Sekolah Umum Konstantin.

Di sana mamadan nenek akan hadir. Mereka tiba lebih dahulu sementara kami sebentar lagi akan sampai di sana.

“Mereka telah menyiapkan jamuan makan siang untuk nona.” Tinaa berkata saat kami melihat bangunan berwarna kuning pucat dari kejauhan.

Tidak banyak yang berubah dari tempat itu. Kami harus melewati jalanan kecil yang di apit oleh dua lapangan bola besar untuk mencapai gedung dengan tiga lantai itu.

Kami akhirnya sampai di depan gedung Irishan di mana banyak sekali anak-anak telah berbaris dengan rapi untuk menyabut-ku. Tidak lupa terdapat wakil yayasan yang berada di ujung barisan.

Saat pintu mobil-ku terbuka, aku turun dan berjalan ke arah mereka. Sesekali aku harus merapikan gaun abu-abu selutut milik-ku karena karena angin kencang yang selalu mengibaskan ujung gaun-ku ke sana kemari.

“Nona Olya.” Nyonya Silla, wakil yayasan menjabat tangan-ku dengan kuat. Wajahnya sekarang tampak lebih tua. Tentu saja berhadapan dengan anak-anak di yayasan ini cukup menguras energinya.

“Bagaimana kabar anda Nyonya Silla?” Aku berusaha menampilkan senyuman terbaik-ku.

“Baik. Sangat baik.” Nyonya Silla akhirnya memperkenalkan-ku pada satu per satu anak yang sedang berbaris.

Mereka semua tidak ada satu-pun yang berada di atas umur sepuluh tahun. Baik perempuan dan laki-laki. Salah satu anak di bagian tengah memperkenalkan diri dengan percaya diri.

Anak laki-laki mungil itu mengulurkan tangan dengan gembira. Senyumannya bahkan bisa membuat hari-ku jauh lebih ceria hanya dengan memandangnya.

“Nama-ku Arnold.” Pemuda cilik itu lalu mencium tangan-ku. “Putri Olya memang sangat cantik.”

Aku dan Nyonya Silla berpandangan lalu tertawa. Pemuda yang sangat berani bahkan bertemu dengan orang asing pertama kali.

“Sepertinya pengajar di sini sangat pintar dalam ilmu komunikasi.” Aku menggodanya.

Arnold lalu menggeleng. “Kakak angkat-ku yang mengajarkan-ku. Dia mengatakan kalau aku bertemu dengan putri Olya aku harus bersikap sopan. Meskipun aku tidak diajarkan untuk menggoda, tapi kakak-ku memang benar, Putri Olya sangat cantik.”

“Kakak?” Aku tidak tahu jika mereka memiliki sistem kakak adopsi atau angkat di sini. Sepertinya aku sudah terlalu lama tidak mengunjungi mereka.

“Iya kakak-ku.” Arnold berseri-seri. “Namanya Ivander.”

Ivander.

Dua berada di sini?

Laki-laki itu ada di sini?

“Nona Olya. Masih ingat dengan Ivan?” Ny. Silla berkata di dekat-ku.

Aku tidak menjawabnya.

Aku tersenyum pada Arnold dan meninggalkannya untuk gadis kecil di sampingnya.

Aku akhirnya menyelesaikan sesi bersalaman yang panjang itu dan bergegas menuju ruangan utama di lantai dua. Tapi sebelum menuju lantai dua, aku melewati lantai satu di mana lima belas tahun yang lalu berada di sini dengan Papa dan Mama.

Kami berkunjung satu tahun sekali setiap perayaan dewa matahari dan juga perayaan khusus.

Pada waktu itu lantai yang sekarang aku lewati lebih dingin, lembab dan membuat kulit-ku menggigil. Saat itu di malam hari yang terang sedang terjadi kebakaran di perumahan di dekat yayasan. Kami akhirnya datang jam sembilan malam dengan terburu-buru karena mencemaskan keselamatan mereka.

Tahun 796

Aku berlari kecil saat melewati tangga yayasan Irishan. Tangga yang cukup licin karena hujan es yang tiba begitu cepat dari seharusnya. Lydia dan aku berpegangan tangan saat melewati pintu utama.

Di sana banyak tangisan anak-anak di setiap koridor dan ruangan yang ada.*

“Jangan pergi kemana-mana Olya.” Perintah Lydia pada-ku. Wajahnya menunjukkan kecemasan.*

“Lydia! Olya!” Suara Mamamemanggil kami untuk masuk ke sebuah ruangan di sisi kiri. Kami berlari kesana dan di sana telah berbaris dengan rapi semua tempat tidur yang berjumlah puluhan dan hampir semuanya terisi penuh. *

Hampir semuanya adalah anak-anak dan kondisi mereka begitu menyedihkan. Di barisan awal, anak-anak di balut dengan kain putih tebal di bagian wajah dan tubuhnya. Mereka mengerang meminta tolong. *

Lydia menarik tangan-ku dan kami berjalan cepat melewati dokter-dokter dan perawat yang hilir mudik sambil membawa beberapa peralatan mereka. *

“Di sini!” Mama-ku berteriak lagi. *

Kami akhirnya sampai di tempat di mana Mama-ku berdiri. Seorang anak perempuan yang masih berumur tidak lebih dari tujuh tahun. Wajahnya di sebelah kiri terbakar dan begitu banyak darah yang keluar. *

Aku menutup mulut-ku yang terkejut melihatnya. Di samping gadis itu, Mama-ku membantu dokter laki-laki muda untuk mengatur beberapa peralatan yang akan digunakan untuk mengoperasi gadis yang kesakitan itu.*

“Lydia, ambilkan beberapa kasa dan penutup luka berukuran besar di gudang sebelah.” Mamamenunjuk sebuah ruangan dengan pintu terbuka tidak jauh dari mereka berdiri. “Dan kamu Olya, bantu Ny. Silla untuk menghubungi para Wafren. Mereka perlu mengetahui masalah ini.”*

Aku mengangguk dan berjalan melewati barisan teriakan itu lagi. Aku tidak sanggup untuk menatap mereka. Hanya mendengar rintihan saja membuat tubuh-ku kaku dan lemas.*

Setelah berhasil melewati para dokter yang kewalahan akhirnya aku kembali ke koridor dan menuju lorong di sebelah kanan menuju ruangan ketua yayasan. Di sana beberapa orang yang aku tidak kenal sedang berjalan mondar-mandir dan berteriak satu sama lain. *

“Pemadam kebakaran belum sampai hingga sekarang!” Pria berumur empat puluh tahun menepuk meja. “Api itu bisa mencapai sini setengah jam lagi!”*

“Ny, Silla.” Aku memanggil Ny. Silla yang berdiri dengan tegang di samping pria itu. “Wafren perlu tahu mengenai masalah ini.”*

Ny. Silla cukup terkejut melihat-ku namun dia segera menggelengkan kepalanya. “Kami sudah banyak mendapat masalah. Wafren akan menutup yayasan ini jika mereka tahu.”*

“Biarkan aku yang menyampaikan pada mereka.” Aku berusaha menenangkan meskipun tangan-ku bergetar sejak tadi. *

Aku meninggalkan mereka dan berlari ke tempat dimana mobil kami berada. Di sana supir kami bernama Harry sedang membantuk beberaa anak-anak yang terluka.*

“Harry!” Aku berteriak dengan kencang.*

Harry menoleh dan berlari ke arah-ku. “Ada apa nona?”*

“Sampaikan pada markas Wafren di pinggir kota bahwa terdapat kebakaran dan mereka di butuhkan di sini secepatnya.”*

“Wafren?” Harry kebingungan. “Tidak semudah itu untuk meyakinkan mereka.”*

Aku menarik nafas panjang sebelum sambil berfikir keras. Aku kemudian berlari ke arah mobil dan mengambil tas tangan milik-ku dan mengeluarkan sesuatu. Sebuah benda berbahan emas berbentuk persegi empat. Ukiran matahari terlihat jelas pada bagian atasnya.*

“Berikan ini kepada kepala Wafren di sana.” Aku memberikannya pada Harry.*

Mata Harry terbelalak.*

“Tunjukkan pada mereka dan bawa mereka kemari.”*

Harry hanya bisa mengangguk dan berjalan ke kemudi mobil dan melihat-ku sekali lagi dari balik jendela mobil sebelum mengemudi dengan kencang.*

“Masih ada orang lagi di rumah itu!” Seseorang berteriak sambil berlari ke arah luar gedung yayasan.*

Aku mengikuti pria paruh baya itu yang sekarang berlari di jalanan yang di penuhi pohon-pohon liar. Di sepanjang jalan aku harus berhadapan dengan orang-orang yang berlari berlawanan arah dengan-ku. Mereka menangis dan menangis.*

Beberapa orang tua mengangkat anak mereka dengan penuh darah dan pakaian mereka yang sudah terbakar cukup parah.*

Aku tidak menghentikan lari-ku meskipun aku merasakan sepatu-ku seperti terbelah dua di bagian kanan. *

Dari kejauhan banyak pepohonan sudah tumbang dan terbakar dan mulai menjalar ke arah gedung yayasan. Aku mencari dimana pangkal kebakaran ini tapi sepertinya awal dari semua ini masih jauh dari yang aku bayangkan.*

Kemudian aku mencapai barisan rumah-rumah kuno yang hampir semuanya hangus terbakar. Belasan orang berteriak di depan sebuah rumah.*

Aku menghampiri dengan nafas yang dipenuhi dengan aroma asap hitam. *

“Anak kecil pendiam itu masih berada di kamarnya.” Seorang ibu meminta pria paruh baya yang aku ikuti tadi untuk masuk dan menyelamatkannya.*

“Tidak bisa. Rumah ini akan hancur sebentar lagi.” Pria paruh baya itu mengatakan dengan putus asa.*

“Hidupnya sangat mengenaskan.” Ibu menangis. “Dia hanya sebatang kara.”*

Aku mengamati rumah paling ujung di barisan itu. Melihat bagaimana pintu rumah itu masih berdiri tanpa tersentuh api. Lebih tepatnya api sedang berada di taman depan dan sedang menjalar ke jendela lantai satu.*

Tanpa berfikir panjang, aku berlari menuju pintu dan membukanya dengan paksa.*

Aku hanya mendengar orang-orang di belakang-ku yang berteriak untuk meminta-ku berhenti dan jangan masuk ke rumah ini. Tapi aku mengabaikannya.*

Aku membuka pintu lantai satu dan melihat ruang tamu yang sudah ditutupi api. Aku mencari-cari di mana tangga menuju lantai dua karena di lantai satu tidak ada sama sekali kamar tidur atau tanda-tanda kehadiran seseorang di sana.*

Tangga yang aku cari ternyata berada di dekat dapur yang sudah berantakan. Dengan cepat aku berlari dan mencapai lantai dua. Satu per satu kamar aku buka dan tidak ada satupun orang di sana.*

Hanya tersisa kamar paling ujung yang belum aku buka. Pintu itu tidak dikunci dan saat aku membukanya seorang anak laki-laki sedang berjongkok di lantai tanpa menoleh ke arah-ku. Dia jelas lebih muda beberapa tahun dari-ku.*

“Adik.” Aku menyentuh pundaknya. *

Dia sama sekali tidak bergeming. *

“Ayo keluar dari sini.” Aku berkata dengan sangat lembut tanpa aku sadari.*

Anak itu akhirnya melihat-ku. Matanya yang berwarna hijau berkaca-kaca. Tapi tetap dia tidak mengatakan apapun. Aku menarik tangannya dan berlari bersamanya keluar dari kamar. Aku tahu jika anak itu sama sekali tidak ingin berlari. Bahkan sama sekali tidak ada keinginan hidup dari matanya itu. Tapi aku tidak bisa membiarkan dia meninggal di sini. Aku bisa menyelamatkannya.*

Kami melewati dapur dan saat ingin mencapai pintu utama, api yang berasal dari ruang tamu berkobar dan membuat dinding-dinding kayu terbakar dan menghalangi jalan kami.*

Atap mulai berjatuhan satu per satu dan dengan keberuntungan kami bisa melewati reruntuhan itu. Satu yang pasti aku tidak akan melepaskan genggaman itu. Tidak akan.*

Beberapa langkah lagi kami akan mencapai pintu.*

Tapi...*

Sebuah lampu kristal besar yang berada di atas kami jatuh dan aku mendorong anak itu tepat ketika lampu itu sudah terlepas dar atap yang terbakar. *

Lariku terhenti saat lampu itu menyentuh paha kanan-ku. Pecahan kaca menusuk dan membuat darah-ku keluar seketika. Dengan sekuat tenaga aku berdiri dan menggenggam tangan anak itu untuk keluar.*

Asap membuat aku tidak mampu melihat dengan jelas. Dengan kembali bergantung pada insting, aku melewati asap yang mengepul dan menghalangi baunya dengan menutup hidung dengan lengan kiri-ku.*

Kami mencapai jalan di depan rumah dengan para petugas kebakaran berpakaian berwarna kuning hitam berlari ke arah kami. Mereka membawa mobil pemadam dan bersiap menyemburkan air di rumah anak itu.*

Kaki-ku tidak sanggup lagi berjalan. Aku terjatuh dan melepaskan genggaman pada anak itu. Tapi aku tersenyum padanya dengan mata yang panas akibat asap itu.*

Anak bermata hijau itu masih terdiam. Tapi kali ini aku melihat sesuatu di matanya. Aku melihat bagaimana matanya seperti berterima kasih pada-ku. *

Terima kasih yang paling tulus yang pernah aku terima.………*

“Nona.” Ny. Silla memanggil dari lamunan-ku.

Aku hanya tersenyum dan kembali berjalan menuju tangga. Ny. Silla masih berada di samping-ku.

“Ivander selalu datang setiap beberapa kali dalam satu bulan.” Ujar Ny. Silla

“Oh, benarkah?” Aku berusaha tertarik.

“Ya. Dia tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan pemberani.” Nada bangga terdengar dengan jelas dari Ny. Silla.

“Setidaknya dia berubah.” Aku berkata sakartis.

Semoga aku tidak akan bertemu dengannya lagi. Jika aku bertemu dengannya lagi maka sama saja aku bertemu mimpi buruk.

Episodes
1 Chapter 01 - THE FUNERAL
2 Chapter 02 - Queen’s Lesson
3 Chapter 03 - The Past
4 Chapter 04 - HIM
5 Chapter 05 - Family Gathering
6 Chapter 06 - KLAPTONGAD
7 Chapter 07 - THE SUN
8 Chapter 08 - The Silence
9 Chapter 09 - THE DEVIL’S SMILE
10 Chapter 10 - THE DEVIL BESIDE YOU
11 Chapter 11 - Brown Eyes
12 Chapter 12 - PRISON
13 Chapter 13 - SECRET
14 Chapter 14 - Queen’s to be duty
15 Chapter 15 - The Other Man’s Arms
16 Chapter 16 - THE INNER CIRCLE
17 Chapter 17 - The New Bodyguard
18 Chapter 18 - The PLAN
19 CHAPTER 19 - MY PRINCE
20 Chapter 20 - THE PRINCE’S MASK
21 Chapter 21 - THE JOURNEY
22 Chapter 22 - THE WEDDING
23 Chapter 23 - THE FLOWER PETALS
24 Chapter 24 - THE ROYAL BALL
25 Chapter 25 - Mother In law
26 Chapter 26 - Happiness
27 Chapter 27 - MOTHERS CLUB
28 Chapter 28 - IVANDER
29 Chapter 29 - TENSION
30 Chapter 30 - Tears drop
31 Chapter 31 - LONG NIGHT
32 Chapter 32 - GOOD DAY
33 Chapter 33 - THE LAST DAY
34 Chapter 34 - SMALL TALK
35 Chapter 35 - TOGETHER
36 Chapter 36 - Close With HIM
37 Chapter 37 - Heaven
38 Chapter 38 - Honesty
39 Chapter 39 - Pajamas Party
40 Chapter 40 - Tiger Mouth
41 Chapter 41 - Nightmare
42 Chapter 42 - HUNTING
43 Chapter 43 - Deer
44 Chapter 44 - Criminal
45 Chapter 45 - Punishment
46 Chapter 46 - Back Home?
47 Chapter 47 - GO TO HELL
48 Chapter 48 - Welcome To Hell
49 Chapter 49 - Horse Riding
50 Chapter 50 - Unfaithful
51 Chapter 51 - Breakfast with the Devils
52 Chapter 52 - THE PREYS
53 Chapter 53 - Catch Me If You Can
54 Chapter 54 - PARADISE
55 Chapter 55 - Back to Hell Again
56 Chapter 56 - Lydia’s Memories
57 Chapter 57 - King’s Embrace
58 Chapter 58 - Work and work
59 Chapter 59 - Enemies
60 Chapter 60 - Troublemaker
61 Chapter 61 - He’s back again
62 Chapter 62 - Reunions
63 Chapter 63 - Green Venom
64 Chapter 64 - Red Dots
65 Chapter 65 - Isolation
66 Chapter 66 - Guardian Angel
67 Chapter 67 - ANGEL BESIDE YOU
68 Chapter 68 - FIRE
69 Chapter 69 - Letter From The Devil
70 Chapter 70 - The Intruder
71 Chapter 71 - Always with you
72 Chapter 72 - Freedom
73 Chapter 73
74 Chapter 74 - San Clara
75 Chapter 75 - The Real Enemy
76 Chapter 76 - Choice
77 Chapter 77 - Bloody Hell
78 Chapter 78 - Showtime In Hell
79 Chapter 79 - Loneliness
80 Chapter 80 - Go to The North
81 Chapter 81 - Promise to The Devil
82 Chapter 82 - It’s Raining…a lot
83 Chapter 83 - White Skull
84 Chapter 84 - The EXERS CLAN
85 Chapter 85 - Bloods in My Hand
86 Chapter 86 - Prisoner
87 Chapter - 87 Real Love
88 Chapter 88 - Women’s Club
89 Chapter 89 - Like Old Times
90 Chapter 90 - The TRUTH?
91 Chapter 91 - GIFT FROM HADES
92 Chapter 92 - Atomic Bomb
93 Chapter 93 - A Romantic Visit
94 Chapter 94 - A Romantic Day
95 Chapter 95 - A Surprise Visit
96 Chapter 96 - Another Woman?
97 Chapter 97 - Hidden Secret
98 Chapter 98 - Another Surprise Gift
99 Chapter 99 - DIRTY ‘LITTLE’ SECRET
100 Chapter 100 - The Luckiest Woman in the World
101 Chapter 101 - Embracing Love
102 Chapter 102 - THE STRANGERS
103 Chapter 103 - It’s not a public affair
104 Chapter 104 - He Always There For Me
105 Chapter 105 - Meet The Strangers Again
106 Chapter 106 - Perfect Man
107 Chapter 107 - The Green Ring
108 Chapter 108 - The Other Side
109 Chapter 109 - Enemies House
110 Chapter 110 - THE THRILLER DINNER
111 Chapter 111 - CROSSROAD (Persimpangan jalan)
112 Chapter 112 - JUST TWO SAD GIRLS
113 Chapter 113 - ESCAPE
114 Chapter 114 - THE SINNERS
115 Chapter 115 - MY KING
116 Chapter 116 - KING AND I
117 Chapter 117 - THE MATCHMAKER
118 Chapter 118 - THE KING EYE’S
119 Chapter 119 - QUEEN’S ARMY
120 Chapter 120 - ANOTHER FLOWER PETALS (18+)
121 Chapter 121 - BECOME ONE (18+)
122 Chapter 122 - HAPPY HUSBAND
123 Chapter 123 - AFRAID
124 Chapter 124 - Victoria’s Secret
125 Chapter 125 - ONE BY ONE
126 Chapter 126 - CONFRONTATION
127 Chapter 127 - A Sad Goodbye
128 Chapter 128 - You can’t have two sun
129 Chapter 129 - BLACKMAIL
130 Chapter 130 - He Knows
131 Chapter 131 - SILENT TREATMENT
132 Chapter 132 - TEMPTATION
133 Chapter 133 - My Life Change Forever
134 Chapter 134 - A CROWN PRINCE ?
135 Chapter 135 - THE GLASS QUEEN
136 Chapter 136 - Dangerous
137 Chapter 137 - ABDUCTION
138 Chapter 138 - THREE COUSIN
139 Chapter 139 - FREE WOMAN
140 Chapter 140 - I’m coming back home
141 Chapter 141 - Memories
142 Chapter 142 - Quiet
143 Chapter 143 - One letter of tears
144 PROFILE 4 KARAKTER UTAMA (BONUS EXTRA)
145 Chapter 144 - I'm sorry, I Love You
146 Chapter 145 - It's A Goodbye
147 Chapter 146 - Return To The King
148 Chapter 147 - Not A Secret ANYMORE
149 The LAST CHAPTER - CHAPTER 148 - MY DAUGHTER, WE LOVE YOU
Episodes

Updated 149 Episodes

1
Chapter 01 - THE FUNERAL
2
Chapter 02 - Queen’s Lesson
3
Chapter 03 - The Past
4
Chapter 04 - HIM
5
Chapter 05 - Family Gathering
6
Chapter 06 - KLAPTONGAD
7
Chapter 07 - THE SUN
8
Chapter 08 - The Silence
9
Chapter 09 - THE DEVIL’S SMILE
10
Chapter 10 - THE DEVIL BESIDE YOU
11
Chapter 11 - Brown Eyes
12
Chapter 12 - PRISON
13
Chapter 13 - SECRET
14
Chapter 14 - Queen’s to be duty
15
Chapter 15 - The Other Man’s Arms
16
Chapter 16 - THE INNER CIRCLE
17
Chapter 17 - The New Bodyguard
18
Chapter 18 - The PLAN
19
CHAPTER 19 - MY PRINCE
20
Chapter 20 - THE PRINCE’S MASK
21
Chapter 21 - THE JOURNEY
22
Chapter 22 - THE WEDDING
23
Chapter 23 - THE FLOWER PETALS
24
Chapter 24 - THE ROYAL BALL
25
Chapter 25 - Mother In law
26
Chapter 26 - Happiness
27
Chapter 27 - MOTHERS CLUB
28
Chapter 28 - IVANDER
29
Chapter 29 - TENSION
30
Chapter 30 - Tears drop
31
Chapter 31 - LONG NIGHT
32
Chapter 32 - GOOD DAY
33
Chapter 33 - THE LAST DAY
34
Chapter 34 - SMALL TALK
35
Chapter 35 - TOGETHER
36
Chapter 36 - Close With HIM
37
Chapter 37 - Heaven
38
Chapter 38 - Honesty
39
Chapter 39 - Pajamas Party
40
Chapter 40 - Tiger Mouth
41
Chapter 41 - Nightmare
42
Chapter 42 - HUNTING
43
Chapter 43 - Deer
44
Chapter 44 - Criminal
45
Chapter 45 - Punishment
46
Chapter 46 - Back Home?
47
Chapter 47 - GO TO HELL
48
Chapter 48 - Welcome To Hell
49
Chapter 49 - Horse Riding
50
Chapter 50 - Unfaithful
51
Chapter 51 - Breakfast with the Devils
52
Chapter 52 - THE PREYS
53
Chapter 53 - Catch Me If You Can
54
Chapter 54 - PARADISE
55
Chapter 55 - Back to Hell Again
56
Chapter 56 - Lydia’s Memories
57
Chapter 57 - King’s Embrace
58
Chapter 58 - Work and work
59
Chapter 59 - Enemies
60
Chapter 60 - Troublemaker
61
Chapter 61 - He’s back again
62
Chapter 62 - Reunions
63
Chapter 63 - Green Venom
64
Chapter 64 - Red Dots
65
Chapter 65 - Isolation
66
Chapter 66 - Guardian Angel
67
Chapter 67 - ANGEL BESIDE YOU
68
Chapter 68 - FIRE
69
Chapter 69 - Letter From The Devil
70
Chapter 70 - The Intruder
71
Chapter 71 - Always with you
72
Chapter 72 - Freedom
73
Chapter 73
74
Chapter 74 - San Clara
75
Chapter 75 - The Real Enemy
76
Chapter 76 - Choice
77
Chapter 77 - Bloody Hell
78
Chapter 78 - Showtime In Hell
79
Chapter 79 - Loneliness
80
Chapter 80 - Go to The North
81
Chapter 81 - Promise to The Devil
82
Chapter 82 - It’s Raining…a lot
83
Chapter 83 - White Skull
84
Chapter 84 - The EXERS CLAN
85
Chapter 85 - Bloods in My Hand
86
Chapter 86 - Prisoner
87
Chapter - 87 Real Love
88
Chapter 88 - Women’s Club
89
Chapter 89 - Like Old Times
90
Chapter 90 - The TRUTH?
91
Chapter 91 - GIFT FROM HADES
92
Chapter 92 - Atomic Bomb
93
Chapter 93 - A Romantic Visit
94
Chapter 94 - A Romantic Day
95
Chapter 95 - A Surprise Visit
96
Chapter 96 - Another Woman?
97
Chapter 97 - Hidden Secret
98
Chapter 98 - Another Surprise Gift
99
Chapter 99 - DIRTY ‘LITTLE’ SECRET
100
Chapter 100 - The Luckiest Woman in the World
101
Chapter 101 - Embracing Love
102
Chapter 102 - THE STRANGERS
103
Chapter 103 - It’s not a public affair
104
Chapter 104 - He Always There For Me
105
Chapter 105 - Meet The Strangers Again
106
Chapter 106 - Perfect Man
107
Chapter 107 - The Green Ring
108
Chapter 108 - The Other Side
109
Chapter 109 - Enemies House
110
Chapter 110 - THE THRILLER DINNER
111
Chapter 111 - CROSSROAD (Persimpangan jalan)
112
Chapter 112 - JUST TWO SAD GIRLS
113
Chapter 113 - ESCAPE
114
Chapter 114 - THE SINNERS
115
Chapter 115 - MY KING
116
Chapter 116 - KING AND I
117
Chapter 117 - THE MATCHMAKER
118
Chapter 118 - THE KING EYE’S
119
Chapter 119 - QUEEN’S ARMY
120
Chapter 120 - ANOTHER FLOWER PETALS (18+)
121
Chapter 121 - BECOME ONE (18+)
122
Chapter 122 - HAPPY HUSBAND
123
Chapter 123 - AFRAID
124
Chapter 124 - Victoria’s Secret
125
Chapter 125 - ONE BY ONE
126
Chapter 126 - CONFRONTATION
127
Chapter 127 - A Sad Goodbye
128
Chapter 128 - You can’t have two sun
129
Chapter 129 - BLACKMAIL
130
Chapter 130 - He Knows
131
Chapter 131 - SILENT TREATMENT
132
Chapter 132 - TEMPTATION
133
Chapter 133 - My Life Change Forever
134
Chapter 134 - A CROWN PRINCE ?
135
Chapter 135 - THE GLASS QUEEN
136
Chapter 136 - Dangerous
137
Chapter 137 - ABDUCTION
138
Chapter 138 - THREE COUSIN
139
Chapter 139 - FREE WOMAN
140
Chapter 140 - I’m coming back home
141
Chapter 141 - Memories
142
Chapter 142 - Quiet
143
Chapter 143 - One letter of tears
144
PROFILE 4 KARAKTER UTAMA (BONUS EXTRA)
145
Chapter 144 - I'm sorry, I Love You
146
Chapter 145 - It's A Goodbye
147
Chapter 146 - Return To The King
148
Chapter 147 - Not A Secret ANYMORE
149
The LAST CHAPTER - CHAPTER 148 - MY DAUGHTER, WE LOVE YOU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!