Happy Ending
"Kamu itu, tiap hari kerjaannya baca komik terus, sesekali belajar!"
Seorang wanita paruh baya mengomeli gadis yang sejak tadi menatap layar ponselnya. Hembusan napas terdengar dari bibir mungilnya, lantas dia menatap wanita itu.
"Ma, Nara tidak belajar saja selalu mendapatkan rangking."
"Kamu itu, kalau dibilangin pasti selalu jawab. Gini saja, kalau semester ini kamu bisa masuk lima besar peringkat umum, mama bakalan beliin barang yang kamu mau. Bagaimana?"
Mendengar itu, telinganya seakan bergerak. Gadis bernama Nara tersebut spontan bangkit dari rebahannya dan menatap mamanya.
"Mama serius?" tanyanya.
"Dua rius. Sudah, mama mau keluar dulu sama teman mama!"
Memang Nara adalah gadis yang selalu mendapatkan peringat pertama di kelas, tetapi untuk rangking umum dia tidak pernah masuk. Hal itu kadang membuat mamanya menggelengkan kepalanya keheranan melihat sang anak yang malas sekali belajar.
Dalam angkatan Nara, seharusnya dia mendapatkan setidaknya peringkat tiga, lima atau empat. Namun, dia akan hanya masuk dalam sepuluh besar saja. Sebenarnya mamanya sudah puas dengan kinerja Nara, hanya saja gadis itu akan selalu menghabiskan waktunya dengan membaca komik tanpa mau belajar sedikitpun. Sudah pintar, bukan berarti harus berhenti belajar.
Pagi ini Nara tiba di kelas, setelah meletakan tas dia langsung berlari ke meja temannya dan membahas komik yang dia baca semalaman.
"Aku sudah baca sampai akhir. Wah, aku tidak menyangka dengan plot twistnya. Padahal aku sudah menuduh Ha Joon sebagai pelaku pembunuhan dan pada akhirnya menjadi sad ending huhu!" ucap Nara sembari menatap kedua temannya.
"Kau benar. Nara, katanya akan ada komik terbaru. Penulisnya juga orang yang sama. Aku sudah membaca semua karyanya dan memutuskan untuk menjadi fansnya."
"Raya, bukannya hari ini kau ada acara keluarga? Kau bilang kemarin tidak bisa ikut dengan kami ke gramed!"
Mendengar itu Nara spontan mengangguk.
"Ah, kau benar. Maafkan aku, mungkin kita bisa pergi lain kali."
Sepulang sekolah Nara langsung pulang mengingat mamanya meminta dia untuk segera kembali.
"Nara pulang!" teriaknya.
Dia melihat ke arah ruang tamu dan sudah ada sang mama. Bergegas Nara berlari dan menghampiri wanita itu.
"Kenapa mama minta Nara untuk pulang cepat?" Nara bertanya sembari melepaskan tas yang sejak tadi berada di pundaknya.
"Mama punya sesuatu buat kamu!"
Segera wanita itu mengeluarkan sebuah kotak dengan motif kuno membuat Nara mengernyitkan dahinya.
"Apa ini?"
Nara mengambil kotak kecil itu dari mamanya, lantas membukanya.
"Mama tadi lewat toko barang antik dan nemuin ini. Beberapa hari yang lalu kamu mengamuk meminta untuk dibelikan barang ini, apa kamu tidak ingat?"
Nara melihat adanya sebuah kalung di dalam kota tersebut dengan lambang bunga.
"Oh, benar. Waktu itu, Nara, Raya sama Maya pergi ke toko barang antik dan melihat kalung ini. Makasih, ma. Nara pasti akan menyimpan ini dengan sangat baik."
Sore itu Nara baru saja pulang dari jalan-jalannya bersama Maya, begitu tiba di kamar, dia segera menghampiri kalung yang tergantung di sebelah meja rias. Ia sendiri belum mau menggunakannya, karena menurutnya kalung tersebut sangatlah bagus hingga takut menjadi pusat perhatian siswa lainnya besok.
Malamnya Nara duduk lagi di depan meja rias, dia menatap kalung itu lama hingga akhirnya menggeleng dengan cepat.
"Aku akan mencobanya. Siapa tahu cocok denganku!"
Nara langsung memakaikan kalung itu ke lehernya. Dia menatap dirinya di cermin.
"Ternyata memang cocok!"
Nara penasaran lambang bunga apa yang ada dikalungnya itu, segera dia memotretnya dan mencarinya di internet.
"Kamelia?"
Ketika sedang asik membaca, Nara seperti mendengar suara beberapa orang yang berbicara. Detik kemudian hanya ada keheningan yang menyapanya. Awalnya Nara tak mau ambil pusing, tetapi terdengar suara pria seperti memanggilnya. Ketika dia berkedip, Nara terkejut saat mendapati dirinya berada di suatu kelas.
Seseorang menepuk pundaknya, membuat gadis itu terkejut bukan main dan berdiri hingga kursi yang dia duduki terjatuh membuat kebisingan hingga kelas itu seketika hening. Semua mata kini tertuju padanya, Nara menatap mereka dengan keheranan.
"*Ini mimpi? Tunggu, tetapi tadi aku belum tidur dan masih memegang ponselku. Tidak mungkin aku tiba-tiba berpindah alam*?"
Nara membatin dengan banyaknya pertanyaan yang terlintas di benaknya. Kala itu Nara masih kebingungan hingga seseorang masuk ke kelas mereka membuatnya menjadi berisik. Manik indah itu menatap orang yang baru masuk hingga pandangan keduanya saling bertemu.
Dia membeku di tempat saat melihat siapa yang dilihatnya.
"*I-itu Ha Joon*?" tanyanya dalam hati.
Mata Nara memperhatikan pria yang perlahan mendekatinya. Terlihat betapa manisnya pria itu tersenyum ke arahnya membuat para siswi menjadi iri.
Nara sendiri masih bergelud dengan pikirannya.
"Aku sudah menunggumu di kantin sejak tadi, tapi kau tidak datang jadi aku belikan roti dan susu rasa strawberry."
Dia meletakannya di atas meja dan kembali menatap Nara. Wajah gadis itu masih menunjukan keterkejutan membuatnya bingung.
"Kau demam?" tanyanya lantas meletakan punggung tangannya di dahi Nara membuat gadis itu mundur secara spontan.
"Kau tidak demam. Pokoknya roti dan susunya jangan lupa dimakan. Aku kembali ke kelas dulu, sampai nanti!"
Setelah pria yang diyakini mirip Ha Joon keluar, Nara baru kembali mengedipkan matanya.
Kini gadis itu sedang berada di dalam toilet. Dia menatap dirinya di cermin.
"Benar, ini wajahku. Hanya saja, kenapa pria itu mirip dengan karakter komik yang aku baca? Terlebih, bagaimana bisa aku berada di sini?"
Nara menatap pipinya yang memerah akibat tamparannya sendiri. Dia ingin memastikan bahwa ini mimpi atau tidak.
"Ah, pipiku sakit. Ini jelas bukan mimpi, tetapi kenapa aku bisa masuk ke dalam komik itu? Tidak mungkin, semuanya tidak masuk akal. Ayolah, ini bukan drama Korea. Lagipula bagaimana bisa seorang gadis sepertiku masuk ke dalam komik negara asing, huh?"
Nara kembali mencuci wajahnya, mencoba menghilangkan bekas tamparannya. Setidaknya dia harus mencoba mengingat detail setiap chapter yang dia baca.
"Aku tidak ingat ada adegan di mana Ha Joon memberikan roti pada seorang gadis. Apa aku melewatkan adegan itu?" tanya Nara dengan kebingungan.
Saat kembali menatap dirinya di cermin, dia menemukan adanya kalung dengan lambang bunga kamelia berada di lehernya.
"Jangan-jangan aku memang masuk ke dunia komik seperti yang di drama-drama itu. Lalu, apa yang harus aku ubah? Tidak tidak, pikirkan saja apa peranmu di komik ini!"
Nara keluar dari toilet dan segera kembali ke kelasnya. Tiba-tiba dia teringat bahwa di komik itu adalah salah satu karakter pendukung yang tiba-tiba pindah ke sekolah tempatnya berdiri sekarang.
"Jangan-jangan aku jadi dia!"
Tibalah di kelas, Nara melihat seorang gadis duduk di tempatnya. Begitu mendekat, perempuan itu mendongak.
"Nara, Halo!" sapanya membuat Nara tersenyum canggung.
"*Dia baru saja memanggilku Nara. Itu berarti aku menggantikan siswa baru itu*?"
"O-oh, halo ... " Nara memperhatikan nametag gadis itu dan mulai menyebutkan namanya. "Ji Hye!"
Gadis bernama Ji Hye itu tersenyum dan tiba-tiba memukul lengan Nara.
"Ah, kenapa kau terlihat canggung denganku. Akukan sahabatmu yang paling lucu!"
Nara kembali teringat kalau siswa baru itu memang memiliki seorang teman sehari setelah dia pindah.
"Ahahaha, aku hanya bercanda."
Nara akhirnya duduk di tempatnya, tiba-tiba Ji Hye berbalik dan mulai berbicara.
"Aku dengar In Su akan mengadakan pesta ulang tahun di sekolah. Wah, pasti semuanya diundang. Aku tidak sabar ingin melihatnya mengenakan jas."
Nara hanya bisa mendengarkan tanpa mau bersuara. Mendengar nama In Su saja sudah cukup membuktikan bahwa dirinya memang masuk ke dalam komik berjudulkan "Figuran".
Saat membaca ending dari komik tersebut, Nara bingung mengapa penulisnya justru memberi judul buku itu figuran padahal karakter sampingan tidak memiliki banyak dialog di dalamnya dan terus berfokus pada tiga orang yaitu Ha Joon, In Su dan seorang gadis.
Sore itu Nara sedang berjalam menuruni anak tangga sekolahnya. Dia menatap bangunan di belakangnya itu, benar-benar besar dan mirip dengan yang digambar di komiknya.
"Wah, aku tidak menyangka akan masuk ke dalam komik itu. Cuma bagaimana bisa? Apa aku telah membuka gerbang ke isekai atau semacamnya?"
Saat sedang bergumam sendiri, seorang pria tiba-tiba datang dan merangkul Nara membuat gadis itu menghentikan langkahnya dan menengok ke samping.
"Mau pulang bersama?" tawarnya, tetapi Nara justru membeku ditempat.
Siapa yang tidak akan jantungan kalau ditatap sedekat ini.
"Nara?"
Nara tersadar dan segera menjauhkan diri.
"Ahaha, tidak usah. Aku bisa pulang sendiri, hmm sampai nanti!"
Setelah melambai, dia bergegas lari menuruni anak tangga.
Dibalik itu, seseorang dengan pakaian jas hitam menatap keduanya dari lantai tiga. Detik berikutnya dia menghilang bak ditelan bumi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments