02| Kamelia

Hari ini Nara bersekolah seperti biasa, bedanya sekarang dirinya menjadi salah satu karakter komik yang kemungkinan besar perannya tidak terlalu penting. Tidak masalah, lagipula dia bebas melakukan apapun.

Ketika membuka loker, dia melihat sepatu miliknya memiliki bekas bakar. Ketika berbalik, dia menemukan tiga orang gadis tengah berjalan mendekatinya dan tertawa terbahak-bahak.

      "Itu akibatnya kalau kau masih berani mendekati Ha Joon. Kau pikir kita akan melepaskan kau begitu Ha Joon memintanya? Tentu saja tidak!"

Nara menatap mereka dengan keheranan, detik berikutnya dia ingat bahwa tiga orang ini seharusnya membuli karakter utama dari komik figuran dan bukan dirinya.

     "Memangnya kalian pikir aku takut dengan ancaman itu?" tanya Nara dengan menatap mereka serius.

     "Tanpa bantuan Ha Joon, aku bisa mengatasi perudung seperti kalian. Jangan kira aku akan diam jika dibuli. Aku bukan perempuan yang akan menangis begitu kalian ancam. Kita lihat kedepannya, siapa yang akan lebih sengsara nantinya!"

Setelah mengatakan itu, Nara tersenyum dan membanting pintu lokernya membuat ketiga gadis tersebut terkejut bukan main.

Di kelas, Nara nampak sedang memikirkan alur cerita.

     "Kalau tidak salah pesta ulang tahun In Su akan ada sebuah tragedi kehilangan nyawa. Yah, komik itu akan semakin menyenangkan ketiga adegan seperti itu ditunjukan."

Nara mengetuk-ketuk dagunya dengan pena. Pikirannya terbang ke mana-mana hingga seseorang tiba-tiba duduk di depannya.

     "Hai!" sapanya membuat Nara langsung tersadar dari lamunannya.

     "O-oh, halo Ha Joon."

Nara masih terlihat canggung pada pria itu, terlebih pada komiknya Ha Joon justru menyukai pemeran utama perempuan dan berakhir mati dengan tragis.

Entah kenapa memikirkan endingnya membuat air mata Nara tiba-tiba mengalir ke pipinya hingga Ha Joon langsung mengubah ekspresi wajah dan mengusap lembut air mata Nara.

     "Kenapa tiba-tiba kau menangis? Apa mereka masih mengganggumu?" tanya Ha Joon dengan raut wajah khawatir.

Kala itu Nara langsung menghapus air matanya dan tersenyum.

     "Aku hanya teringat sesuatu yang sedih saja."

Ha Joon melihat itu masih menunjukan raut khawatir. Pasalnya dia tak pernah melihat Nara menangis dan ini adalah yang pertama.

     "Jangan menangis, kau hanya akan membuatku semakin khawatir!"

Nara speechless mendengar ucapan itu. Setahunya Ha Joon adalah tipekal pria yang tidak peka terhadap perasaannya sendiri dan juga sekitarnya.

     "Tidak tidak, aku hanya ... Sudahlah, lupakan saja."

Tiba-tiba terdengar suara pengumuman.

     "Itu suara In Su!"

     "Hei, semuanya diam!"

Mereka akhirnya diam dan mendengarkan apa yang In Su katakan.

     "Aku mengundang kalian semua untuk mendatangi acara ulang tahunku nanti malam, terima kasih!"

Para siswa di kelas Nara nampak bahagia dan mulai membicarakan bahwa mereka harus tampil mempesona.

     "Nanti malam kau akan datang?" tanya Ha Joon pada Nara membuat gadis itu langsung menatap pria di depannya.

     "Aku akan datang!"

     "Tentu saja aku datang. Akan ada kejadian besar yang kemungkinan besar akan membuatmu dalam masalah. Aku harus mencegahnya apapun yang terjadi!" batin Nara mantap.

      "Baiklah. Jam tujuh nanti aku akan menjemputmu."

       "Oke ... Eh, me-menjemputku?"

Nara terkejut mendengar kalimat Ha Joon, tetapi lebih terkejut dengan ucapannya sendiri. Pria tersebut nampak tersenyum melihat raut keterkejutan gadis di depannya itu.

      "Kenapa? Kau tidak mau?" tanyanya membuat Nara spontan menggeleng.

      "Jam tujuh, jangan lupa!"

Ha Joon beranjak dari sana dan sebelum itu dia sempat mengusap lembut kepala Nara. Mendapatkan perlakuan seperti itu tentu saja jantung Nara berdetak dengan cepat bahkan pipinya mulai memerah.

Detik berikutnya dia melihat seorang gadis dengan rambut sepundak berjalan memasuki kelasnya. Dia tersenyum dan segera berdiri di depan kelas.

      "Perhatian semuanya. Seperti yang kalian tahu kalau In Su akan mengadakan ulang tahunnya di sekolah ini jadi dia meminta kita untuk datang membawa pasangan tidak masalah jika datang dengan sahabat kalian selagi itu masuk kategori berpasangan. Ah, kalian tidak ada yang memilih Ha Joon, kan? Jadi aku berniat ingin pergi bersamanya. Baiklah, sampai nanti!"

Mendengar itu Nara spontan mengernyitkan dahi. Beberapa gadis terlihat menyinyir perempuan tadi.

     "Apa sebenarnya mau perempuan itu. Dia selalu memberikan harapan pada Ha Joon, lalu mencoba mendekati In Su!"

     "Benar. Seakan mereka berdua adalah miliknya!"

      "Itulah kenapa aku sangat membenci dirinya. Dia memanfaatkan kerjasama antara ayahnya dan ayah Ha Joon. Perempuan licik!"

Nara mendengar semua gosipan mereka. Dia juga baru sadar bahwa penampilan dan wajahnya mirip dengan karakter utama dari komik yang dia masuki sekarang.

     "Jadi karakter yang ada di komik dan di sini berbeda atau justru inilah sifat asli mereka?"

Nara mencoba menebak. Bisa jadi apa yang dia pikirkan memang benar adanya. Saat sedang asik berpikir, tiba-tiba datanglah teman Nara.

      "Nara, nanti malam kau akan datang dengan siapa?" tanyanya membuat Nara kembali berpikir.

Tadi Ha Joon mengajaknya untuk pergi bersama, tetapi si karakter utama itu justru ingin pergi bersama pria tersebut.

      "Tunggu. Kalau aku pergi dengan Ha Joon nantinya, itu berarti Arin akan mulai mengenalku dan perlahan cerita di komiknya juga berubah. Kalau begitu aku akan terima ajakan Ha Joon dan membuat Arin berpikir dia memiliki saingan baru!" batin Nara tersenyum.

       "Ji Hye, aku pergi dulu. Nanti akan aku beritahu dengan siapa aku datang!"

Nara segera berlari keluar membuat Ji Hye kebingungan.

Menurut perkiraannya, Ha Joon suka musik jadi pasti pria itu sedang berada di saja. Segera saja Nara berlari ke arah ruang musik. Anehnya dia seperti sudah mengenali setiap sudut sekolahan itu dengan detail.

Baru saja akan akan masuk, dia mendengar suara dua orang sedang berbicara.

     "Datanglah denganku Ha Joon. Kau tidak mau membuat ayahmu kecewa, kan?"

      "Aku sudah memiliki pasangan untuk ke pesta In Su jadi kau cari orang lain saja. Lagipula yang melakukan kerjasama itu bukan kita, tetapi ayah kita."

      "Kau berani menolak ajakanku? Siapa perempuan yang berani mengajakmu untuk menjadi pasangan?"

      "Aku!"

Dua orang tersebut spontan menengok ke arah pintu. Mereka melihat Nara berjalan ke arah Ha Joon dan tiba-tiba memeluk lengan pria itu.

      "Aku yang mengajak Ha Joon untuk menjadi pasangannya."

Arin menatap Nara dengan bingung.

      "Siapa kau? Aku tidak pernah tahu ada seorang gadis selain diriku yang dekat dengan Ha Joon!"

      "Hah, tentu saja kau tidak akan ingat. Aku hanyalah karakter figuran yang dibuat oleh penulis, tetapi kedatanganku ini tentu akan mengubah alur komik dan membuat ending yang bahagia untuk Ha Joon!"

      "Padahal kau tadi masuk ke kelasku. Cepat atau lambat kau akan tahu siapa aku!"

Nara kemudian mendongak, menatap Ha Joon yang sejak tadi memperhatikannya dengan senyuman yang tak kunjung luntur.

      "Mau ke kantin bersamaku? Aku lapar!"

Ha Joon pun mengangguk. Dia senang ketika Nara memiliki inisiatif untuk mengajaknya. Lantas mereka berdua mulai berjalan meninggalian Arin sendirian dengam raut kesal. Dia mengambil ponsel dan mulai menelepon seseorang.

     "Carikan latar belakang perempuan yang dekat dengan Ha Joon!"

Di sisi lain terlihat Nara menikmati makanannya. Setidaknya dia bisa merasakan makanan Korea sekali dalam seumur hidup. Ah, bukan sekali, sih.

      "Wah, aku tidak tahu kalau makanan mereka enak-enak. Pantas saja orang Korea makan dengan lahap," batinnya dengan terus melahap makanannya bahkan kini pipinya telah penuh dengan nasi dan sayur.

Ha Joon yang melihat itu hanya tersenyum. Menggemaskan kala melihat Nara yang makan seperti anak kecil. Tiba-tiba gadis itu tersedak, dengan cepat Ha Joon memberikannya air.

     "Makannya pelan-pelan saja, tidak akan ada yang mengambil makananmu."

Nara meneguk habis airnya.

     "Aku hanya tidak pernah memakan makanan negara kalian."

Saat sadar dengan apa yang dia katakan, Nara segera mencari alasan lain.

     "Ahaha, maksudku adalah aku biasanya di rumah jarang makan makanan seperti di kantin sekolah kita."

Haru hanya tersenyum dan mulai berbicara.

      "Benar. Kau kadang akan menolak jika pergi ke kantin. Sekalipun pergi, kau hanya mau makan roti saja."

Nara menatap Ha Joon. Pria di depannya ini benar-benar bisa membunuhnya dengan senyuman yang sejak tadi bertahan di bibirnya.

      "Eum, kau suka makan kadal tidak?" tanya Nara.

Saking kehabisan topik pembicaraan, dia sampai bertanya hal yang tidak masuk akal. Ha Joon yang mendengar itu menjadi bingung, sementara Nara langsung memukul kepalanya sendiri dengan pelan.

     "Maksudku, nanti malam kau pakai jas warna apa?"

Nara tersenyum canggung ke arah Ha Joon.

     "Oh, aku pakai warna hitam. Kenapa? Kau juga mau pakai dress warna yang sama?" tanyanya membuat Nara langsung linglung.

"Tentu saja, kitakan pasangan untuk pergi ke acara ulang tahun In Su ahahaha."

Nara mencoba menghilangkan kecanggungan yang dia ciptakan walau sebenarnya hal itu hanya dia yang merasakan, karena sejak tadi Ha Joon menatapnya dengan senyuman yang enggan luntur.

Siang itu Nara sedang duduk di taman utama sekolah. Matanya sejak tadi memandangi lambang bunga kamelia hingga tak sadar ada seseorang yang duduk di sebelah hingga akhirnya orang itu bersuara.

"Berikan ending yang bahagia untuk Ha Joon!"

Mendengar itu membuat Nara langsung terpelonjak kaget.

"Astaga, ahaha sejak kapan paman ada di situ?" tanya Nara dengan menatap pria paruh baya itu.

"Hanya kau satu-satunya harapan bagi Ha Joon. Pria itu sudah banyak menderita selama ini. Peran yang dia dapatkan selalu berakhir tragis. Ha Joon hanya ingin memiliki ending yang bahagia."

Mendengar itu membuat hati Nara teriris. Apalagi raut wajah pria itu seperti menunjukan kesedihan dan kekhawatiran secara bersama. Perlahan Nara mulai menampakan senyum manisnya.

"Bukankah itu peranku sekarang? Tunggu, bagaimana bisa paman me-"

Pria paruh baya itu menatap manik Nara. Dia bisa melihat dengan jelas betapa gadis di depannya ini mampu mengubah nasib putranya.

Benar, pria yang duduk dengan Nara sekarang adalah ayah Ha Joon. Selama proses jalan cerita yang mereka alami, ayahnya selalu menjadi saksi bisu bagaimana anaknya diperlakukan secara tidak adil oleh pencipta mereka. Namun, ketika cerita telah selesai dibuat, maka suatu keberkahan bagi setiap karakternya untuk bebas melakukan apapun, seperti sekarang.

Hanya saja, jika ingin mengubah jalan ceritanya maka perlunya campur tangan dari karakter yang tidak tertulis di dalam cerita itu.

"Lambang pada kalungmu itu adalah bunga kamelia merah muda yang memiliki makna yaitu kerinduan. Kau adalah orang yang dirindukan oleh anakku."

Nara lagi-lagi terkejut mendengar kata 'anakku'. Dia langsung berpikir bahwa pantas saja wajahnya seperti tidak asing.

"Hanya kau yang dapat menemukan jawaban dari setiap pertanyaan dari pikiranmu. Kau adalah kuncinya. Tolong selamatkan anakku."

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!