...⛰️ Banyak yang berkata bahwa kekuatan cinta itu kuat,namun bagiku bukan kekuatan cinta yang kuat tapi siapa yang menghadirkan cinta itu? Karena dia mampu mengubah setiap hal tanpa aba-aba bahkan sampai hal mustahil sekali pun⛰️...
Dewa hanya tersenyum saat keluar dari warung milik Walda, laki-laki itu sebenarnya sedikit berat hati saat menolak tawaran Walda untuk beristirahat sebentar dan meminum teh disana. Namun kembali lagi ia harus memikirkan keadaan perempuan itu, dan itung-itung Dewa sedang membangun karakter seorang laki-laki gentle dan sangat pengertian.
"Apa aku terlihat keren tadi?" Gumam dewa berhenti sejenak di tengah jalan dan kembali melihat kearah warung Walda.
Katakan saja Dewa sudah terkena sydrom kasmaran. Bahkan saat melihat warung milik Walda saja dia sudah tidak karuan, jantung nya berdegup kencang dan merasa grogi sendirian.
Selama ini ia menganggap ungkapan yang sering ia dengar sangat la sia-sia dan hanya ungkapan saja. Contohnya saat sedang jatuh cinta melihat nya sekilas saja sudah sangat mendebarkan, mendengar suaranya dan bahkan bagi Dewa yang saat ini benar-benar berada di fase itu saat mendengar langkah kaki dan melihat warungnya saja ia sudah sangat bahagia dan melting tanpa aba-aba.
Dengan cepat ia menggeleng karena masih pagi ia sudah seperti seseorang yang kemasukan saja tersenyum tanpa henti. Siapapun yang tahu usianya maka akan setuju jika tingkahnya sangat tidak sesuai dengan usianya kini.
"Cok!"
Susan yang sedang mengusap bekas mengganti ban mobil itu, ia mencoba untuk mengajak Rio untuk berbicara namun tidak ada sahutan sama sekali.
"Hoi! Lu denger kan pasti? Napa pura-pura budeg lu?" Tanya Susan kesel.
Namun masih saja tidak ada sahutan sama sekali, benar-benar membuat Susan kesal tiada henti. Setiap kali mencoba untuk berinteraksi dengan anak baru itu ia benar-benar sangat terkuras emosinya. Namun tidak ada lagi partner untuk menggibah kalau bukan dia.
Rio yang sejak tadi memang mendengar suara Susan yang mencoba untuk mengajak nya menggibah itu. Rio sungguh tidak ingin dan bahkan ia semakin tidak suka saat Susan hanya memanggil nya dengan sebutan hoi saja. Padahal jelas ia tahu nama Rio.
Dengan penuh kesadaran dan tanpa unsur paksaan Rio memang sengaja mengambaikan Susan dan memilih fokus untuk mengepak beberapa peralatan yang sempat berjatuhan.
"Aku benar-benar sangat tidak ingin berbaur dengan nya. Kami jelas tidak cocok dari segi manapun,"gumam Rio menggeleng mencoba untuk membuang jauh-jauh pikiran ingin berteman dengan Susan.
Prank
Rio kaget setengah mati karena Susan yang tiba-tiba saja datang dan menarik tangan nya hingga beberapa perkakas itu jatuh diatas lantai dan menimbulkan suara yang sangat keras.
Deg
Jantung Rio benar-benar kaget dan berdebar kencang. Ia sedikit merasa sesak karena kaget. Dan menatap kearah Susan dengan tatapan kesal juga tidak bersahabat.
"Jelas-jelas dari tadi gua manggil elu, malah pura-pura budeg. Nyari gara-gara lu njing?" Tanya Susan kesal namun seketika ia merubah air mukanya yang sempat ditekuk karena Rio sungguh menyebalkan baginya.
Namun saat melihat wajah cemas dan kaget Rio malah membuat Susan sedikit khawatir.
"Lu,,lu kenapa?" Tanya Susan ikut kaget.
"Belajar untuk ngehargai orang lain!"
Rio berlalu begitu saja ke belakang, jujur saja sejak tadi ia menahan rasa sesak di dadanya. Kaget namun kali ini bukan hanya kaget saja, beberapa memori sungguh sedang berputar saat ini. Membuat Rio sedikit pusing dan tidak bisa berhenti memukuli kepalanya sendiri.
Susan sedikit kaget karena reaksi Rio yang diluar ekspektasi nya. Ia hanya sedang bercanda saja namun sepertinya Rio tidak demikian.
"Padahal aku hanya ingin membicarakan mengenai mas Dewa yang entah sejak kapan bersikap seperti bocah begitu. Hemmm yaudahh lah emang dasarnya dia anaknya aneh banget tuh si Rio."
"Ada apa ini?" Tanya Dewa yang baru saja datang karena mendengar suara ribut-ribut dari arah Susan.
"Hemm beberapa alat bengkel jatuh mas, ngagetin yah?" Tanya Susan dengan wajah ramahnya.
"Hemm tidak terlalu, mas hanya takut kalian kenapa-kenapa tadi."
"Hemm kirain udah gak peduli sama kami mas."
"Ha?" Bingung Dewa tidak mengerti.
"Gak kok mas, aku lagi ngomong sama obeng kok. Ya gak beng?"
Dewa semakin tidak mengerti dengan ucapan Susan karena dalam pikirannya saat ini hanyalah Walda seorang lainnya ke skip.
"Yasudah terserah kamu saja san, yuk mulai kerja."
"Siap mas!"
Tiba-tiba saja saat Dewa hendak mengangkat sebuah mesin ia kaget karena melihat Walda yang tiba-tiba datang dengan nampan berisi tiga gelas teh. Tentu saja ia kaget karena awalnya ia mengira Walda hanya menawarkan saja namun ternyata ia sungguh-sungguh merasa sungkan dengan pertolongan Dewa tadi.
"Loh?" Kaget Dewa.
Walda hanya diam saja namun sedikit kilasan senyuman disana. Sebenarnya ia juga sedikit ragu untuk mengantar nya namun ia harus karena sudah menawarkan nya tadi. Dan memang Walda juga sedikit merasa tidak enak mendapatkan bantuan dari Dewa secara cuma-cuma tadi. Perempuan itu harus melakukan sesuatu untuk membalasnya walaupun ia tidak tahu apakah ini akan sepadan.
Dewa langsung bangkit dan mendekat kearah Walda. Ia tersenyum dengan senyuman manisnya saat menyambut perempuan yang masih sibuk dengan nampan yang ada di tangan nya.
Susan sendiri yang sibuk mengepak peralatan langsung terhenti dan melihat kearah Walda. Mereka sudah bertetangga beberapa hari lepas namun baru kali ini ia melihat Walda sedekat ini.
"Lumayan juga nih mbak warung, cantik dengan penampilan sederhana itu. Lantas saja mas Dewa menyukai nya. Aku saja seorang gadis menyukai penampilan sederhana namun terkesan sangat mewah itu."
Susan menggeleng dan kembali fokus saja tidak ingin menganggu atau ikut campur kegiatan bosnya itu. Dia seratus persen mendukung hubungan itu. Apalagi selama ini Dewa sudah sangat lama melajang dan usianya juga sudah sangat pas untuk memiliki seseorang di sisinya.
"Semoga saja hubungan mereka lancar, kasian mas Dewa sudah ngenes bertahun-tahun lamanya."
"Ini teh yang saya maksud tadi mas, berkali-kali pun saya memikirkan nya tetap saja merasa tidak enak karena sudah merepotkan mas."
Walda menyodorkan nampan itu kearah Dewa dan dengan segan diterima oleh Dewa juga. Benar-benar mendebarkan hingga Dewa sedikit berkeringat saat ini. Apakah Walda saja yang bersikap biasa disini? Sedangkan Dewa sudah seperti cacing kepanasan saja sekarang.
"Padahal saya ikhlas membantu dan tidak usah dibalas begini, kan kita gatau siapa tahu nanti saya yang membutuhkan bantuan mu."
"Terima kasih banyak yah mas, dan saya memang sengaja memberikan nya untuk mas dan juga dua karyawan mas. Permisi mas," ucap Walda dengan cepat memutuskan pertemuan itu.
Padahal sebenarnya Dewa ingin mengajak Walda berbicara sedikit lagi tapi yah namanya Walda juga masih harus membuka dan mempersiapkan warungnya. Dengan menyiapkan teh saja sudah sangat merepotkan jelas Dewa tidak ingin menganggu gadis itu.
Susan menatap kearah Walda yang semakin menjauh dan memasuki warungnya dan beralih melihat kearah Dewa yang masih saja menatap kearah warung Walda tanpa berkedip sekali pun.
"Khem, gk bakal terbang kok warungnya mas! Ngeliatnya gitu banget herannn."
Dewa langsung teralihkan dan duduk di sofa lebih dahulu. Mereka memang sengaja menyediakan sofa di bengkel agar sewaktu-waktu saat mereka lelah maka sofa adalah tempat ternyaman untuk beristirahat.
"Kamu sudahi saja dulu kegiatan itu, mumpung bengkel masih sepi kita ngeteh dulu."
Dewa tersenyum memandangi tiga teh yang diantarkan oleh Walda tadi. Entah bagaimana perasaan nya benar-benar sangat bahagia seolah Walda sedang memperhatikan nya karena menyiapkan teh dipagi hari untuk nya.
Namun dengan cepat ia menggeleng karena pikiran gila itu, jelas sekali gadis itu hanya merasa tidak enak menerima bantuan dari Dewa hingga membalasnya dengan teh.
"Seharusnya kamu sedih Dewa, bantuan mu tidak diterima dan malah dibalas."
"Kenapa mas? Kok geleng-geleng gajelas? Pegel apa lehernya gatel?" Tanya Susan sedikit julid karena sejak tadi Dewa benar-benar bersikap aneh.
"Dimana Rio?"
"Entahlah mas," ucap Susan acuh tak acuh.
"Kalian berantem lagi?" Tanya Dewa yang memang sudah berkali-kali menangkap momen keduanya tidak akur dan sering bertengkar bahkan karena hal-hal kecil sekalipun.
Susan langsung memasang wajah tidak terima karena tatapan Dewa seolah sedang menyalahkan dia. Dan memang setiap kali dia dan Rio sedang bermasalah maka Dewa akan menasehati nya seolah yang salah disini adalah Susan saja padahal kan Rio nya saja yang baperan.
"Biasakan untuk akur dengan nya san, jangan berantem Mulu. Nanti kalian tiba-tiba berjodoh bagaimana?"
"Dihh amit-amit mas, jangan doain jugaalahh mas. Gak kebayang punya laki manja kek banci git,,"
"Khem.."
Dewa berdehem untuk menghentikan Susan agar tidak melanjutkan kata-katanya karena Rio yang tiba-tiba datang dari arah belakang. Jelas ia akan mendengar ucapan Susan karena Susan setiap kali mengeluarkan kata dari bibirnya suaranya akan sangat keras seperti sedang menggunakan toa saja.
Susan yang melihat arah mata Dewa seketika berbalik dan melihat Rio yang hanya diam saja berdiri disana, wajah laki-laki itu terlihat sangat pucat dan rambutnya sedikit acak-acakan padahal tadi sangat rapi.
"Kenapa dengan nya?" Bingung Susan namun tidak sampai kepo juga. Ia memilih untuk tidak perduli karena takut mereka akan berjodoh seperti yang dikatakan oleh Dewa.
"Eh Rio, sini minum teh buatan Walda."
"Tidak mas terimakasih,"ucap Rio pelan dan hendak melanjutkan pekerjaannya yang tertunda tadi.
"Kamu juga san, cepat duduk dan kita minum teh dulu."
"Udah ga mood mas,"ucap Susan melirik tidak suka kearah Rio.
"Dia sudah mengorbankan waktu dan tenaga untuk membuatkan kita teh ini, padahal dia lagi sibuk loh buka warung. Masa kalian gak mau hargai sih?" Ucap dewa dengan wajah sedikit cemberut.
Susan dan Rio melihat kearah Dewa dan menemukan wajah laki-laki seperti dumanyunin seolah sedang membujuk kedua karyawan nya itu.
"Hush,,,mas Dewa jangan gituu ga cocok. Geli tauu liatnya,"kesal Susan dan akhirnya memutuskan untuk duduk di sofa dan meraih satu gelas.
Rio juga mau tak mau duduk ikut bergabung namun tanpa suara, ia juga bahkan duduk agak jauh dari Susan. Gak itu sebenarnya membuat Susan sedikit tidak nyaman karena Rio seolah sengaja menjauh dari nya.
"Abaikan san abaikan. Bukannya kamu seharusnya senang saat dia mencoba untuk menghindar agar kamu tidak kesal lagi,"batin Susan dengan pelan.
Dewa sendiri mencoba menyeruput teh buatan Walda dan ia tersenyum senang karena pagi-pagi sudah disuguhi sikap manis juga teh termanis buatan Walda itu.
"Wahh benar-benar sangat manis bukan? Bukankah ini adalah teh termanis yang pernah ada. Dia sangat hebat dalam melakukan nya,"gumam Dewa dengan senyuman senang juga sedikit terbawa perasaan.
Ia sampai tidak sadar kata-kata nya barusan ternyata mengundang jiwa julid Susan semakin bergejolak saja. Bosnya itu benar-benar sudah sangat gila dimabuk asmara.
Susan hanya khawatir saja kalau bos-nya akan jatuh sendirian. Karena Walda sama sekali tidak terlihat merasakan hal yang sama dengan Dewa.
"Biasa aja kok tehnya mas, yah seperti rasa teh pada umumnya."
Rio melirik tidak suka kepada Susan karena mulut kotor gadis itu yang memang sudah dasarnya tidak bisa berkata baik. Bukankah seharusnya ia memuji teh itu dihadapan Dewa, kalau saja dia benar-benar memiliki sedikit nurani.
"Lihatlah gadis tomboy ini! Kami benar-benar tidak cocok sama sekali, dia dengan mulut jahanamnya benar-benar mengusikku,"batin Rio tidak suka dan memalingkan wajahnya dari Susan karena gadis itu melirik kearah nya.
"Apa? Biasa saja?" Kesal Dewa karena tidak terima dengan itu.
"Sangat manis mas, pantas saja mbak Walda membuka warung karena teh saja sudah seenak ini apalagi makanan nya hihihi." Rio benar-benar sangat tau situasi dan berbeda dengan Susan yang begitu menyebalkan.
"Dihh emang biasa aja kok, mau aku buatin teh yang paling manis? Satu gelas teh gulanya tiga kilo. Kayaknya jelas lebih manis itu deh."
"Benar-benar sudah tidak tertolong."
Susan langsung menatap nyalak kearah Rio karena laki-laki itu seolah sengaja mengatakan hal itu untuk Susan.
"Ha?" Tanya Dewa yang kurang fokus karena terlalu menikmati teh buatan Walda.
Rasa teh itu memang sama seperti teh lainnya namun karena itu dari Walda Dewa bisa merasakan rasa yang berbeda dan rasa manis itu sungguh sangat cocok untuk Dewa dan ia bahkan ketagihan dengan rasanya.
"Benar-benar sudah tidak tertolong kualitas teh ini mas, benar-benar sangat bagus dan enak."
Susan langsung memasang wajah datar karena Rio sudah memperjelas maksudnya. Walaupun sebenarnya Susan seolah tau kalau sebenarnya Rio mengatakan hal itu kepada nya.
"Benar-benar menyebalkan, ingin ku pukul kepalanya dan kuberikan untuk makanan buaya di kebun binatang,"batin Susan kesal dan menatap bete kearah Rio.
Sedangkan Rio sama sekali tidak perduli, ia sejak tadi lebih pendiam dibandingkan biasanya. Belum lagi ia sedikit pucat pasi.
Dewa seolah sudah hanyut dengan rasa teh itu, hatinya berdebar dan kebahagiaan terus saja mengalir dalam dirinya.
Ia benar-benar percaya dengan bukti nyata rasa cinta sebesar itu hingga membawa perubahan besar yang tidak bisa ia ungkapkan.
...🦄 Bersambung 🦄...
Hayoo kalian dukung gak sihh Zewa punya papah baru kek Dewa ini? Ehh kok tiba-tiba aja udah nanya perihal papah baru. Habiss Dewa bucin bangettttt sih sama Walda padahal Walda masih B ajaa.
Jangan lupa yah like komen dan votenya wan kawan.
See you guys 🧀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments