Di Culik Hot Dady
Suasana dalam bis kota itu amat sepi, berjalan sesuai rute menuju sebuah halte entah yang keberapa sore ini.
Didalam sana ada seorang gadis Bernama Ameera Larasati, gadis yang bekerja sebagai guru disalah satu sekolah Anak Usia Dini swasta di kotanya. Sekolah yang cukup besar dengan fasilitas mewah, dan bahkan rata-rata anak orang dengan strata tinggi disana. Dan bisa dibayangkan, jika gaji yang meera dapat juga sebenarnya besar.
Namun semua gaji dan pekerjaan yang ia dapat tak bisa mnejadi tolak ukut kebahagiaan hidupnya saat itu. Ia saat ini bisa disebut generasi sandwich, yang mana meera harus menghidupi kedua orang tuanya saat ini sebagai penghasil utama keuangan mereka. Jika hanya membiayai itu mudah saja, tapi ini lebih dari itu dan bahkan berapapun yang meera dapatkan seakan tak pernah cukup untuk mereka semua.
Bayangkan saja, Dua tahun bekerja sebagai pengajar di sekolah elit, tapi kendaraan berupa motor saja meera tak punya saat ini. Uang yang ia dapat selalu diminta sang ayah untuk judi dan mabuk-mabukan, sementara ibunya sendiri menderika sakit menahun yang tak kunjung sembuhh. Kadang ia berharap jika kehidupanya akan indah dikemudian hari bersama suami yang tampan dan kaya.
"Dikiranya kisah dongeng? Ada saja harapan," tawa meera dalam hati, yang tengah meratapi hidupnya saat itu. Dengan kepala ia sandarkan di jendela kaca bis dengan tatapan kosongnya yang entah menerawang kemana.
Hingga akhirnya bis berhenti, dan saat itu meera segera turun tepat di halte yang ada tak jauh dari gang rumahnya. Ia masih harus berjalan Dua kilo meter lagi untuk tiba, tapi ia begitu lelah dan memilih duduk sejenak dikursi yang ada disana.
"Gajian masih beberapa hari lagi, tapi saat ini sama sekali ngga pegang uang. Nanti kalau bapak minta, gimana?" galaunya yang mendekap tas saat itu. Apalagi memikirkan sang ibu yang pasti juga kehabisan stok obat bulanan saat ini, kepalanya semakin sakit dan serba salah akan pulang atau memilih mencari pinjaman ke semua orang yang ia kenal.
Tapi ia sadar, jika ia juga tak memiliki banyak teman saat ini.
Chiiitzz! Sebuah mobil mewah berhenti tepat didepan meera. Gadis itu bengong, terutama melihat beberapa orang pria turun dari sana begitu rapi dengan pakaian serba hitam. Awalnya meera biasa saja, namun lama kelamaan ia panik ketika pria itu semakin dekat berjalan padanya.
"Nona meera?"
"Ya, Saya sendiri. Ada apa?" tanya meera. Tapi mereka tak ada yang menjawab sama sekali, melainkan dua orang langsung menggenggam tangan meera dan memaksanya untuk masuk kedalam mobil mewah mereka yang terparkir dijala raya.
Meera yang kaget spontan memekik kuat dan bahkan meminta tolong pada semua orang yang ada disana. Namun, mereka saja takut dan justru sembunyi ketika para pria itu mengarahkan pandangan kearahnya.
Pintu di kunci, Meera dibawa pergi dengan mata yang ditutup dan tangan yang diikat saat itu. Ia ketakutan, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya gemetaran. "Lepasin, kenapa kalian menculik saya? Saya orang miskin dan tak punya apa-apa." Tangis meera dihadapan mereka semua.
"Toloooong! Tolooooong! Lepasin!" Meera memukuli kaca mobil mewah itu sekuat tenaganya.
Namun mereka hanya diam, bahkan tak sama sekali bersuara meski hanya sekedar menjawab pertanyaan dari meera. Perjalanan itu cukup panjang, hingga akhirnya meera merasakan mobil berhenti dan tubuhnya dibopong masuk kedalam, tapi entah dimana karena meera sama sekali tak bisa melihat bahkan mengintipnya saat itiu. Digedung tua, di markas penculik, atau dimana ia dibawa?
Bruuuggh!! Tubuh meera dijatuhkan dengan kasar. Tapi, ia dijatuhkan diatas ranjang empuk dan sepertinya mewah. Meera dapat meraba dan merasakannya saat itu juga, apalagi dengan suasana ruangan yang begitu dingin dan lega, jauh dari drama penculikan yang selama ini ia ketahui.
Hingga seseorang membuka penutup matanya saat itu. Dan benar saja, meera justru dibawa kerumah besar nan mewah bahkan ia melihatnya seperti sebuah istana. Matanya yang sempat buram itu perlahan membaik, dan ia bisa melihat sesosok pria duduk dikursi yang ada dihadapannya saat ini.
Meera memperhatikannya. Pria itu tak begitu tua, tampan dan gagah dan jujur saja mempesona. Tapi, untuk apa ia menculik meera, dan sama sekali meera tak pernah bertemu dan mengenalnya saat ini.
"Ameera Larasati?"
"I-iya, saya? Anda siapa?" tanya meera padanya sembari terus memperhatikan seluruh ruangan itu saat ini. Yang bahkan satu kamar itu sama besar dengan rumah orang tuanya yang selama ini ia tempati.
"Aku Louis Alexander Damares. Kau ingat dengan seorang anak bernama Ocean alexander Damares?"
"Sean? Benar?" tanya gagap Meera, memastikan ia tak salah sebut saat itu. Karena ia ngeri, jika saklah sebut nama bisa berakibat fatal untuk dirinya.
"Ya, dia biasa dipanggil itu oleh orang terdekatnya. Bukankah kau begitu dekat dengannya, bahkan dia memanggilmu mami." Louis yang mengingat ocehan sang putra saat menceritakan meera padanya, yang bahkan ia tahu jika sean amat jarang bicara dengan siapapun atau menceritakan orang lain padanya.
Ya, Sean adalah anak yang sangat pendiam meski begitu aktif. Ia banyak gerak untuk mengekspresikan apa yang ia rasakan dan apa yang ia inginkan. Dan saat ini, Louis mendengar sean berbicara dan bahkan memanggil momy pada seorang guru yang mengajarnya dikelas setelah beberapa hari ia masuk sekolah.
"Ya, memang Sean terkadang memanggil mami padaku. Aku sempat menegur dan memintanya memanggil dengan sebutan yang sama dengan murid lain, tapi dia tak mau. Jadi_jadi bukan salahku jika_" Meera terdiam, bahkan ia tak berani menatap ekspresi serius louis padanya saat itu yang terlihat mengerikan baginya.
"Tuan, kau mau apa padaku? Jujur, aku bahkan tak punya apapun saat ini." Meera mulai mengiba, ia mulai takut denga napa yang terjadi padanya. Entah fikiran apa yang merasuki kepalanya saat ini, bahkan mendadak ia menangis tersedu-sedu dengan suara yang begitu keras menggema diseluruh ruangan itu.
"Tuan! Aku tak pernah melakukan apapun pada putramu. Dan aku tak pernah memintanya memanggilku mama, dia sendiri yang mau memanggilku dengan sebutan itu. Jadi_ jadi aku mohon lepaskan aku." Tangis meera semakin menjadi saat itu, sementara louis hanya terus menatapnya diam tanpa melakukan apapun pada meera yang terus mengiba didepan matanya.
"MOMY!!" panggil seorang anak kecil saat itu. Meera langsung menoleh, saat itu sang anak segera berlari kearah meera dan duduk memeluknya dengan begitu erat. Bahkan mengusap tangan meera dengan mesra, seakan ia begitu rindu padanya.
"Dady, thanks," ucap pria kecil itu dengan mata yang berbinar penuh rasa bahagia. Mengingat Sean yang memang jarang bicara, ucaoan itu cukup berkesan untuk ayahnya.
Sementara meera hanya mengedip-ngedipkan mata, sesekali menatap senyum pada sean dan sesekali melirik dadynya dengan penuh tanda tanya. Tapi meera masih bersikap baik dengan membalas pelukan sean padanya.
"Ya, Kau akan menjadi Momy nya mulai saat ini." ucap Lois dengan santainya, membuat meera seketika membulatkan mata sebesar bola bekel yang sering ia mainkan disekolah bersama para muridnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Akhmad Soimun
3hri yg lalu udh nengok kak, tpi baru ini aku baca ..checkitouttt
2024-04-24
0
Mamah Kekey
mampir Thor
2024-03-14
0
Bu Neng
hallo Thor...
judulnya menarik... penasaran akuh 😊
2023-11-07
1