Selalu mengikuti

Hari ini, pagi-pagi sekali meera sudah siap dengan seragamnya untuk kembali mengajar. Meski bibirnya masih perih, dan perasaanya masih belum optimal dengan semua kejadian yang ada kemarin.

"Kamu ngga sarapan dulu? Makanan sisa tadi malam masih ada, udah ibu angetin." Ibu menghampiri putrinya dikamar. Ia melihat sedih putri semata wayangnya itu karena hingga saat ini belum juga menemukan kebahagiaannya.

Ibu sedih, karena hingga saat ini meera akan selalu terbebani oleh kehadirannya. Meera bahkan tak pernah tampak dekat dengan pria, dan mereka selalu menghindar ketika mengetahui betapa besar beban yang ada dipundak meera yang mungkin akan terus ada selama hidupnya. Hanya berakhir jika ayah atau ibunya sudah tiada.

"Meera buru-buru, Bu. Meera pergi," pamitnya sembari meraih tangan sang ibu lalu megecupnya.

Meera keluar dari rumah menuju halte bus yang ada diluar gang. Ia bahkan di sapa beberapa orang tetangga yang memang cukup ramah padanya, meski mereka juga tak bisa berbuat apa-apa ketika ayah meera mengamuk. Mereka memilih diam dan bersembunyi di rumah masing-masing.

Gadis itu tiba di halte bis dan duduk disana menunggu jemputan pak supir yang setiap hari membawanya. Namun terasa begitu lambat, bahkan sudah lewat 15 menit dari waktu normal seperti biasanya. Meera mulai gelisah karena takut telat, ia menoleh sana sini untuk mencari Angkot yang lewat, bahkan tak apa jika ia harus membayar lebih agar Angkot itu membawanya tepat didepan sekolah.

Tin... tiiin... tiiiin! Bunyi klakson dari sebuah nobil begitu keras dan panjang tepat berhenti didepannya saat ini. Seorang anak laki-laki mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil itu dan berteriak memanggil nama meera dengan begitu riangnia. "MOMYYYY!!! MOMYYY!"

Meera menatapnya cengo, dan ia bingung harus berbuat apa. Apalagi anak itu bersama sang ayah yang meera dengan berusaha menghindarinya saat ini. Ia berdua setulus hati agar bis atau angkot segera datang dan ia bisa kabur dari mereka sekarang juga.

"Angkot, bis, kalau ada becak juga ngga papa. Aku mohon... Aku mohon datanglah," cemas meera, tapi untuk lari juga akan percuma. Dan mobil itu benar-benar berhenti didepan mata meera, dengan senyum lebar sean untuknya terpancar mempesona.

"Sebentar lagi, kau akan telat jika tak berangkat bersama kami." Ucapan louis terdengar sangat mengancam dan cukup membuat meera tegang.

"Momy!" Ocean turun dan membukakan pintu untuk meera agar ia duduk didepan bersama dadynya. Tapi meera justru memilih duduk dibelakang bersama pria kecil itu dan segera membalas sapa ramahnya.

"Sean sudah sarapan? Siap sekolah?" tanya meera yang hanya mendapat anggukan semangat darinya.

"Lain kali jangan berkeras hati. Ingat, bahwa kau memiliki janji untuk mengembalikan uang itu." ucap louis padanya. Dan janji akan tetap ia tagih kecuali meera mau sepakat dengan perjanjian mereka.

"Meski aku dipecat, aku akan berusaha cari pekerjaan lain untuk membayarnya. Anda tak perlu takut padaku,"

"Aku bahkan tak pernah menatap takut padamu. Kau yang takut padaku,"

"Hey! Aaiihh!" Masih pagi, tapi meera sudah dibuat kesal saja olehnya.

Mobil louis jalankan dan mereka bersama menuju sekolah sean. Benar-benar meera tak melihat satu kendaraanpun yang lewat bahkan setelah ia pergi saat itu.

Sean tampak begitu senang ada didekat meera. Pria kecil itu diam senyum sembari mengedip-ngedipkan matanya menyapa wanita yang kerap ia panggil momy itu. Sean bahkan meraih tangan meera dan mengecupnya dengan mesra, beberapa kali ia mengusapnya manja.

Hingga ketiganya tiba di gerbang sekolah, dan mobil berhenti disana.

"Kenapa tak sekalian masuk? Teganya membiarkan anak sendiri berjalan sejauh itu."

"Aku tak suka keramaian. Lagipula, ada kau. Turun, dan bawa sean menuju ruang kelasnya dan jaga dia."

Raut wajah louis memang tampak berubah saat itu, seperti memang kurang nyaman melihat begitu banyaknya orang yang lalu lalang disana mengantarkan anaknya. Yang pasti dengan begitu banyak dan rupa dandanannya. Padahal dengan hal sepele itu, bisa saja mempererat hubungan ayah dan anak diantara keduanya.

"Pantas saja, kalian tak begitu dekat." Meera kembali mengoceh dan perlahan turun dari mobil itu dengan tas yang ia peluk. Bahkan louis melihat robekan ditas usang itu, terlihat amat lama seakan meera tak pernah menggantinya.

"Sudahlah, jangan terlalu banyak meracau. Aku titip Ocean padamu," ucap Louis, dan sean langsung menghampiri dan mengecup pipi dadynya sebagai perpisahan mereka berdua hari ini.

Anak itu keluar dari mobil dan segera meraih tangan meera untuk ia gandeng. Langkahnya begitu mantap untuk memasuki halaman sekolahnya, tak seperti biasa ketika ia tampak takut untuk masuk dan menghadapi dunia yang ada diluar dari rumahnya.

Tampaknya meera yang membuat anak itu begitu semangat saat ini. Bahkan louis pun melihat mereka hingga benar-benar hilang dari pandangan mata.

Semua orang disana lantas memperhatikan mereka berdua, terutama rekan kerja meera sesama guru disana. Mereka tahu benar bagaimana anak yang meera gandeng saat itu, yang bahkan tak pernah menjawab ketika mereka sapa dan mereka ajak bermain bersama murid lainnya.

"Kenapa bisa sama-sama?"

"Siapa?"

"Itu, kamu sama anak itu? Kalian bareng?" tanya mia, salah seorang teman meera. Tapi juga tak begitu akrab dan hanya sebatas bertegur sapa saja. Meera memang membatasi circle pertemanannya saat ini karena sudah sering dikhianati.

"Tadi ketemu di depan gerbang, jadi sekalian aku gandeng dia masuk." Meera akhirnya menjawab pertanyaan itu.

"Oh, kirain. Aku penasaran sama papanya, katanya duda kaya ganteng. Apa iya?"

"Hmmm? Aku ngga tahu, aku juga ngga lihat. Maaf," balas meera yang kemudian buru-buru keluar dari ruangan dan mulai masuk kedalam kelasnya seperti biasa.

Ia mulai menyapa semua muridnya, semua ramah dan ceria seperti biasa. Dan sean yang diam masih tetap diam dengan lebih banyak senyum saat ini meski masih belum bisa bersosialisasi dengan temannya yang lain.

Dan meera paham, sean mendapat sifat itu dari siapa hingga begitu diam dan suka kesendirian.

Uhuuk! Uhuuukk! Yang di fikirkan meera rupanya terasa hingga ditempat kerjanya.

"Tuan, ada apa?" tanya sang sekretaris yang langsung memberi segelas air pada bosnya.

"Tak ada, Sila. Kau tahu atau kenal pemilik toko tas? Tolong belikan satu untukku,"

"Tas... Pria?"

"Wanita. Seusiamu, dan anggap saja kau membelinya sendiri dan kau harus memilih yang terbaik."

Sang sekretaris langas berfikir keras dengan permintaan bosnya itu, tumben sekali memintanya membeli tas untuk wanita, padahal ia tak pernah dekat dengan siapapun sama sekali, bahkan dengan mantan adik ipar yang selalu mendekatinya berusaha mengganti posisi kakaknya.

Terpopuler

Comments

my love

my love

pasti aduk ipar dech ulet bulunya

2023-06-10

1

Erna Fadhilah

Erna Fadhilah

ini nanti yg jadi ulat bulunya mantan adik iparnya Louis

2023-06-06

4

Sarah Kareem

Sarah Kareem

uoww ada adik iparnya ternyata..

2023-05-04

2

lihat semua
Episodes
1 Jadi Momy
2 Kenapa harus Aku?
3 Menikah denganku
4 Selalu mengikuti
5 Dipanggil Nyonya
6 Kenapa bukan Aku?
7 Hoby menculik
8 Lari lagi yuk, Bu?
9 Maafin Momy
10 Saya yang Slaah
11 Tantangan untuk Louis
12 Ibu sakit lagi?
13 Belajar membuka hati
14 Mam... STOP!
15 Berulah lagi
16 Culik saya lagi
17 Semakin tak sabar.
18 Besok pagi kita menikah
19 Kenapa ke hotel?
20 Tak akan melupakanmu
21 Perjanjian pernikahan
22 Keadaan Ibu
23 Ancaman diatas Ancaman
24 Perhatian Dafa
25 Taruhan
26 Tak Munafik
27 Angry Mom
28 Kalah lagi
29 Jangan sekarang
30 Untung anak kesayangan
31 Perhatian Dafa
32 Aku butuh Kau
33 MUNAFIK!!
34 Kehilangan Momy
35 Cemburu?
36 Cemburu 2
37 Kau menatap Istriku?
38 Main petak umpet
39 Wanita memang sensitif
40 Joging bersama
41 Tatap-tatapan
42 Apa mau Dady?
43 That's Good
44 Meeraku harus kuat
45 Hanya yang Kedua
46 DAFAAA!!!
47 Ane dan Oma datang lagi
48 Sama-sama tak jelas
49 Begitu?
50 Diem!!
51 Gara-gara sambel
52 Kabar mengejutkan
53 Penasaran
54 Perhatianmu menggoda iman
55 Karena kau Istriku
56 Apakah hamil?
57 Ikut Aku!
58 Bisakah tak gegabah?
59 Mulai terbuka
60 Tetaplah bersamaku
61 Panda untuk Adik Baby
62 Meeraaaa!!!
63 Restu
64 Sean salah paham
65 Pengertian
66 Dibawa kemana Meera?
67 Momy!!
68 Kasus penculikan
69 Tantangan
70 Galaunya Dafa
71 Kenyataan
72 Antara Iblis dan Malaikat
73 Ayah Meera Demo
74 KALAH
75 Kangen
76 Sean sayang Nenek
77 Dady mabok
78 Welcome adik Baby
79 Samudera
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Jadi Momy
2
Kenapa harus Aku?
3
Menikah denganku
4
Selalu mengikuti
5
Dipanggil Nyonya
6
Kenapa bukan Aku?
7
Hoby menculik
8
Lari lagi yuk, Bu?
9
Maafin Momy
10
Saya yang Slaah
11
Tantangan untuk Louis
12
Ibu sakit lagi?
13
Belajar membuka hati
14
Mam... STOP!
15
Berulah lagi
16
Culik saya lagi
17
Semakin tak sabar.
18
Besok pagi kita menikah
19
Kenapa ke hotel?
20
Tak akan melupakanmu
21
Perjanjian pernikahan
22
Keadaan Ibu
23
Ancaman diatas Ancaman
24
Perhatian Dafa
25
Taruhan
26
Tak Munafik
27
Angry Mom
28
Kalah lagi
29
Jangan sekarang
30
Untung anak kesayangan
31
Perhatian Dafa
32
Aku butuh Kau
33
MUNAFIK!!
34
Kehilangan Momy
35
Cemburu?
36
Cemburu 2
37
Kau menatap Istriku?
38
Main petak umpet
39
Wanita memang sensitif
40
Joging bersama
41
Tatap-tatapan
42
Apa mau Dady?
43
That's Good
44
Meeraku harus kuat
45
Hanya yang Kedua
46
DAFAAA!!!
47
Ane dan Oma datang lagi
48
Sama-sama tak jelas
49
Begitu?
50
Diem!!
51
Gara-gara sambel
52
Kabar mengejutkan
53
Penasaran
54
Perhatianmu menggoda iman
55
Karena kau Istriku
56
Apakah hamil?
57
Ikut Aku!
58
Bisakah tak gegabah?
59
Mulai terbuka
60
Tetaplah bersamaku
61
Panda untuk Adik Baby
62
Meeraaaa!!!
63
Restu
64
Sean salah paham
65
Pengertian
66
Dibawa kemana Meera?
67
Momy!!
68
Kasus penculikan
69
Tantangan
70
Galaunya Dafa
71
Kenyataan
72
Antara Iblis dan Malaikat
73
Ayah Meera Demo
74
KALAH
75
Kangen
76
Sean sayang Nenek
77
Dady mabok
78
Welcome adik Baby
79
Samudera

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!