“Dariman, kau, jual diri?” tanya ayah meera yang terdengar amat menyayat hati. Bisa-bisanya seorang ayah kandung mengatakan hal itu pada sang putri yang bahkan menjadi sumber pemberi hidup bagi keluarganya saat ini.
Tapi meera berusaha tak mendengarkannya, ia mengangkat tubuh sang ibu untuk duduk dan berdiri agar ia bisa membawanya ke kamar. Tapi, justru ayah lyra melayangkan kaki lagi ke tubuh ibunya saat itu juga hingga tersungkur ke lantai.
“Ayah!!” pekik lyra dengan penuh rasa kecewa. Ia menatap tajam pria tua itu lalu berdiri tepat dihadapannya saat ini dengan napas yang berat dan tak beraturan.
“Mau melawanku?” tanya sang ayah yang menantang putrinya saat itu.
“Meera capek seperti ini terus, Ayah. Capeeeek!! Bahkan meera sudah tak mampu menggambarkan bagaimana rasa itu sendiri saat in. Ayah kapan berubahnya?” tanya meera dengan suara yang benar-benar berat saat ini, tapi seperti biasanya bahwa sang ayah hanya diam menatap tajam tak dan tak menjawab apapun keluh kesah dari anaknya.
“Bisa ngga, keluarga kita itu normal seperti keluarga yang lain? Ayah bekerja menafkahi ibu dan meera membantunya. Bisa ngga!” bentar meera pada akhirnya.
Greepp!! Ayah meera justru meraih rahangnya saat itu, menekan dengan kuat dan mendekatkan mulut berbau alcohol itu tepat didepan hidung putrinya. Meera seakan langsung pusing dan ingin muntah mencium aroma memabukkan itu.
“Jika aku bekerja, lalu fungsimu apa? Aku sudah membesarkanmu sampai seperti ini, maka kau memang wajib mengganti semua yang telah ku berikan padamu!”
“APA! Jangan ayah kira kalau meera tak tahhu, selama ini ibu yang memperjuangkan semuanya. Ayah menghabiskan semua uang ayah sendiri untuk bersenang-senang diluaar sana. Ayah fikir meera bodoh?”
Buugghh!! Sebuah bogem mendarat dipipi mulus meera, yang bahkan ia masih ingat jika baru saja louis mengusap dan membelainya dengan begitu lembut tadi. Rasanya memang sangat berbeda, sakit dan perih, keadaan seperti sangat berbalik antara orang yang baru saja menculik dan dengan ayahnya sendiri. Bukankah harusnya yang menculik adalah yang menyiksa?
meera merasakan darah keluar dari ujung bibirnya. Ia usap dan sejenak memperhatikan cairan merah itu diibu jarinya, dan seketika itu hatinya meradang. Ia menghela napas panjang sejenak, berdiri tegap melepas tas yang masih ia sandang, kemudian menumpahkan isinya pada sang ayah.
Bisa dibayangkan bagaimana ekspresi kaget seklaigus senang pria itu saat ini melihat uang begitu banyak keluar dari tas sang putri. Bahkan dengan rasa malu yang telah hilang dari dirinya, ia memungut semua uang itu layaknya pengemis gila yang haus harta. Ia tak perduli jika mungkin meera akan meludahinya saat itu juga.
“Jika aku tahu kau akan memberiku uang sebanyak ini, kita tak perlu berdebat seperti tadi,” bahagianya, tanpa ia bertanya dari mana meera mendapatkan uang sebanyak itu untuknya.
Meera hanya diam dengan tatapan kosong penuh rasa kecewa, bahkan ketika sang ayah mengambil sebuah kantong kresek untuk menampung uang itu didalamnya. “Pergi yang jauh, jangan pernah kembali lagi kemari. Mulai sekarang, hubungan kita selesai.” Meera begitu datar, ia tak perduli lagi bahkan jika pak tua itu mati setelah ini.
Bahkan fikiran sempat meraja dikepalanya. Ia ingin ketika keluar, pria itu dirampok bahkan dibunuh oleh rentenir atau penjahat yang selama ini mengejarnya. Mungkin rasanya ia akan bahagia jika itu semua terjadi, seakan hilang satu beban berat dalam hidupnya saat ini.
Meera menarik napas lagi beberapa kali, ia kemudian menoleh pada sang ibu dan meraihnya beridiri lalu masuk kekamarnya. Ia menidurkan sang ibu untuk istirahat sejenak dan membuang semua fikiran tentang ayah, dan hanya fokus pada mereka berdua saat itu.
“Kamu dapat uang itu darimana? Ibu tahhu, jika kamu belum gajian, Meera.” Ibu meraih tangan meera dan mempertanyakan semua. Tapi ibu tak tahu, jika yang didapat meera sebenarnya lebih dari itu.
Beruntung meera yang sudah siaga menyimpan beberapa lembar dibeberapa saku pakaian celana dan kemejanya. Dan beruntung lagi, karena sang ayah tak memeriksa semua karena sudah silau dengan yang ada dalam genggamannya.
“Terpaksa meera minta gaji lebih cepat,” jawabnya bohong. “Tapi, setelah ini kita harus balik hemat seperti biasa, karena sisa gajinya tinggal sedikit. Apalagi untuk ibu berobat,” ucap meera yang mengikat rambutnya.
“Masalah hemat, ibu Sudah biasa, Meera. Tapi uang kamu, semua habis jika kamu berikan dia semua. Ibu kasihan sama kamu,”
“Tapi nyatanya kita tak bisa berbuat apa-apa.” Pasrah meera.
Ya, meera bahkan sempat ingin kabur dari kekejaman ayahnya. Tapi rekan ayah begitu banyak dan tersebar dimana-mana hingga mereka bisa dengan mudah menemukan meera dan ibunya. Terlebih lagi pergerakan ibu yang sudah begitu sulit dibawa kesana kemari hingga memperlambat laju meera.
Ibu pernah meminta meera meninggalkannya, tapi meera tak bisa melakukan itu semua. Ia tahu bagaimana sang ayah, yang bahkan akan menyiksa istrinya hingga mati karena tak bisa dimanfaatkan lagi.
Dan usai kepergian ayahnya, meera sedikit tenang. Ia bisa duduk santai sejenak megatur napas lega. Bahkan ia bisa memasak untuk ibunya, masak cukup enak dengan uang yang masih ada pemberian louis padanya. Bersyukur meski hatinya masih linglung.
“Meera, tolong buang sampahnya sebentar. Ini sudah beberapa hari menumpuk,” pinta sang ibu, yang tetap memaksa memberesakan rumah meski sakit disekujur tubuhnya.
Tanpa babibu meera segera menuruti sang ibu dan meraih plastic sampah itu darinya. Meera juga hanya mengenakan kaos oblong dengan celana pendek ketika keluar dari rumah menuju tempat pembuangan sampah. Suasana disana juga mulai sepi hingga tak akan banyak orang yang menggodanya disana.
Braak!! Meera mengibaskan tangan yang sempat kotor dan mengelapnya dicelana kemudian berbalik untuk segera kembali ke rumahnya. Hingga seorang pria brtubuh besar, mengenakan hoodie hitam dengan topi senada berdiri dihadapannya saat ini.
“Dia memukulimu?”
“Astaga!!” pekik meera terlonjak kaget karenanya. “Kau? Kenapa sampai disini?” tanya meera menoleh kanan dan kiri.
“Jawab pertanyaanku. Dia memukulimu?” Pria itu meraih ujung bibir meera dan mengusapnya.
“Aiihhss! Hey, sudahlah. Ini tak apa, hanya luka kecil.”
“Luka di bibirmu yang kecil, tapi dihatimu?” jawabnya datar tapi begitu memperhatikan bahkan disekujur wajag meera, bahkan ia menolehkan wajah itu dan melihat bagian leher dan dadanya.
“Hey!! Tak sopan!”
“Kau ingin berteriak lagi? Toloong! Tolooong! Teriaklah, sampai ada yang berani keluar untuk menolongmu saat ini. Siapa yang akan menoolong gadis dengan pakaian yang bahkan mengundang pria untuk menggodanya.”
Louis benar. Pakaian meera saat itu memang mengundang mata lelaki untung menghampirinya saat itu, hingga semua orang yang melihat justru akan menyalahkan dirinya jika terjadi sesuatu.
“Aku tak ingin calon istrku terluka,”
“Sudah ku bilang, aku bukan calon istrimu. Uang yang tadi akan ku ganti,”
“Berapa lama, setahun?” Begitu jujur Louis menekan semua ucapannya saat ini hingga meera bahkan langsung diam dan tak mampu menjawab perkataannya.
“Menikah denganku, dan aku akan melindungimu.”
“Hey, ayolah… Aku bahkan belum siap menikah, apalagi menjadi mama untuk Sean.” Sangking tertekannya meera, bahkan ia sampai geregetan padanya. Bicara dengan tangan tak bisa diam sampai menggenggam begitu gemasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Scor Pio
kantor polisi banyak tor plis
2023-10-16
0
Yanti Sejati
lanjut
2023-09-07
0
Sandisalbiah
thor buat ayah Meera keselek botol minuman biar meningoy...
2023-06-13
1