KINASIH 3

“Bayangmu slalu hadir di setiap langkahku, di sini, di rumahmu, aku memijak dua hati sekaligus dengan fatwa cinta yang membiru.”

Ningsih menutup buku diary-ku seraya menoleh kepadaku dengan sungkan.

“Rasanya ngeri ya, Ndoro. Dua pria satu hati. Dalam tempat yang tidak bisa menyuarakan aspirasi hati dengan terang-terangan. Koyo telo pendem, ndelik, nlolor-nlolor.” (Seperti ubi jalar, sembunyi, menjalar ke mana-mana)

Ningsih menggelengkan kepala lalu mengembuskan napas. Rupanya gadis yang datang dari desa untuk menggantikan posisi nenek yang sempuh sulit menafsirkan tanggungan yang aku terima selama ini.

Aku menimang Anjani, tidak mungkin ada aku di antara Kaysan dan Nanang jika tidak ada campur tangan takdir yang Gusti Allah izinkan. Tetapi saat ini, Rinjani Alianda Putri sudah terbiasa dan sudah takluk oleh dunia cinta, frekuensi yang terpancar sudah biasa-biasa saja. Mengalun seperti dawai yang bersuara ketika di petik saja.

“Ngeri-ngeri sedap, iya?” Aku menyunggingkan senyum sembari menoleh ke gerbang besi yang baru saja di buka oleh penjaga rumah, mobil Dalilah melaju perlahan ke pelataran parkir yang teduh sebelum berhenti di bawah naungan pohon sawo kecik yang sedang berbuah.

Saban pagi terlihat kotoran codot di tanah bersama remahan-remahan biji buah yang di jarah setiap malam.

Aku menyaksikan anakku dan mantuku keluar bersama seorang dokter muda yang menggunakan jas putih bersama tas kerjanya yang besar.

“Selamat pagi, Bunda.”

Dalilah mencium pipiku seraya menjawil pipi Anjani yang perlahan gembul dan chubby.

“Anak ke berapa, Bun?” guraunya dengan muka jenaka.

Aku mengerucut bibirku, usia tidak membuatnya berubah, Dalilah suka meledekku dengan kata-kata yang membuatku hanya terdiam saja. Meski begitu dia meraih Anjani dan menggendongnya.

“Aku mau ketemu om Nanang, Mas Jati dan Dokter Manda ketemu Ayahanda. Ning... Ayo.”

Ningsih menggendong Anjana seraya berdiri, menuruti kemauan Dalilah pergi mencari Nanang di bangunan belakang rumah utama.

Mereka menelusuri lorong berlantai klasik di temani kor burung kenari dan burung tekukur

yang hidup di dua sangkar besi yang terpasang di sepanjang setapak taman.

Aku menatap Jati yang tersenyum canggung sambil menyalamiku.

“Kondisi lelah mental seperti Ayahanda memang lumrah terjadi, Bunda. Kita usahakan memberi stimulus semangat baru.” Jati menunjuk Anna yang terdiam tersenyum canggung di sampingnya.

“Putih, sabar, penyayang, muda dan penyabar. Seperti permintaan ibunda. Spesialis pulmonologi rumah sakit swasta.” Jati mengedip-edipkan sebelum matanya.

Aku menjulurkan tangan, berkenalan dengan dokter muda yang menjadi tumbal keresahanku.

“Saya Rinjani, tolong bujuk suami saya Bu dokter. Saya tidak berani, saya biasanya di suntik, kalau balik menyuntik saya tidak berani.”

“Bunda!” Jati menyahut sambil mendelikkan mata.

“Opo sih.” Aku tersenyum seraya menggandeng dokter Manda melewati joglo terbuka tanpa dinding sebelum masuk ke dalam rumah utama bergaya arsitektur Jawa tradisional. Material dan perabotannya kebanyakan menggunakan kayu jati berukir yang usianya lebih tua dariku.

Rumah ini sudah menua, menyimpan ribuan kenangan dan kejadian tapi waktu tidak bisa membawa benak melupakan tragedi apa yang terjadi di sini.

Anak metal mencintai keturunan ningrat.

Aku menyuruh Jati dan dokter Manda duduk di kursi antik jati rotan yang semakin tua semakin seperti saya. Rotannya kendor, warna kainnya pudar, hanya kayunya yang masih kokoh menahan beban.

“Kamu sudah cerita semua kondisi Ayahanda, Jati?”

Mantuku mengangguk, ia menurunkan tas ransel dari punggungnya seraya mengeluarkan laptop dan riwayat kesehatan Kaysan dalam satu map dengan hasil laboratorium dahak yang di ambil semalam.

Aku mendengar Jati menjelaskan kondisi terkini mertuanya dengan bahasa kedokteran yang tidak sepenuhnya aku mengerti hanya saja Manda mengangguk, dengan kesopanan yang terjaga dia memakai masker dan sarung tangan karet.

“Boleh saya cek kondisinya sekarang, Ibu?" tanya Manda.

“Silakan.” Aku menunjuk kamar yang memiliki pintu bercat hijau tua yang di sana sini catnya sudah mengelupas. “Saya titip satu asa terakhir kepada dokter Manda.”

Aku meremas punggung tangannya, menekankan bahwa ini tidak main-main. Perasaan saya sudah lemah, sementara wajah mas Kaysan slalu terbayang dalam setiap angan.

“Jangan biarkan saya sendiri.”

“Bun, andom donga miwah pasrah. Di bakohi atine.” Jati membungkukkan badan dengan tangan terjulur, menggenggam tangan saya.

“Nanti Jati belikan beng-beng.”

“Gigiku sudah bolong.” sergahku serta mencubit lengannya dengan tangan kiri. “Sakit gigi lebih sakit dari patah hati, nyut-nyutan sampai kepala. Mau nambah urusan kamu?”

“Cuma merayu, Bun.” Jati nyengir.

“Sudah kalian masuk saja, ibunda tidak ikut. Ibunda tidak sanggup diam saja jika mendengar ayahmu bersikeras menolak pengobatan lagi.”

Jati dan Manda berdiri, keduanya menggunakan APD anyar yang slalu tersedia di laci kaca depan kamar.

Jati mengatakan sesuatu dengan pelan di kuping Manda, wanita dengan rambut terikat rapi mengangguk dan memutar kenop pintu.

Aku bergeming di depan kamar, menyaksikan keduanya menyapa Kaysan yang bersandar di sandaran kasur dengan sebagian selimut menutupi kakinya. Di pangkuannya ada buku jurnal yang masih di isi dengan suasana hati dan isi pikirannya yang kritis.

Aku tersenyum sembari berjalan menghampirinya saat buku bersampul hijau tua yang dia minta dari Dalilah diulurkan.

“Ada pesan untuk Suryawijaya dan Pandu, sampaikan kepada mereka.” ucap Kaysan sembari mengibaskan tangan. Mengusirku.

Aku keluar dari kamar kami dengan lemas. Di usir oleh pria yang kucintai, menyiksaku.

“Jani ke kantor mas, dukung aku ya.”

“Baik.”

“Cuma itu aja? Senyum dong.”

Kaysan mengulum senyum sembari memejamkan matanya.

Ingin sekali aku di cium olehnya, tapi apa daya. Kisah ini seakan membawa kami kembali pada awal pertemuan kita. Penuh jarak dan pertimbangan yang menggerogoti pikiran.

...------------...

Terpopuler

Comments

Nady Henio Usry

Nady Henio Usry

msh sulit dimengerti

2023-12-27

0

may

may

Lah 🤣

2023-11-21

0

may

may

Rinjani tetaplah rinjani😭

2023-11-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!