Gairah Ketua Geng Motor

Gairah Ketua Geng Motor

Pandawa Lima

BRAKKK!!!

Orang-orang yang sedang berkerumun langsung berdiri karena seseorang melempar sepatu boot kulit tepat mengenai tengah-tengah meja.

Untungnya tidak mengenai kepala salah satu dari mereka, dan dipastikan itu sudah diperhitungkan dengan matang.

Darren, melihat ke arah asal lemparan. Di sana ada Axel Azriel Gabram yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam, berjalan hanya dengan menggunakan kaos kakinya. Ia menenteng satu sepatu boot-nya.

"Kalian kayak emak-emak kompleks! Pada ghibah gue, ya!" teriaknya kencang, membuat Darren dan temannya yang lain terdiam.

Tapi bukan terdiam karena takut, melainkan malas berdebat dengan Alex sang ketua geng mereka yang terkenal arogan.

Padahal mereka semua juga arogan, sih.

Perkenalkan nama-nama mereka, yang tergabung dalam kelompok Pandawa.

Pertama, Axel Azriel Gabram, ketua geng Pandawa yang jago basket dan digandrungi para siswi-siswi sok cantik yang haus belaian dan perhatian. Anak tunggal dari seorang pejabat negara dan juga pengusaha sukses sedari kakek buyutnya. Jadi hartanya tidak akan habis dimakan sepuluh keturunan sekalipun.

Kedua, Evan Bandores. Ketua tim basket yang tak kalah coll dari Axel. Dia juga anak seorang pengusaha sukses, dengan mamanya yang seorang aktris terkenal. Jadi, tampangnya tentu saja tidak diragukan. Dia juga menjadi banyak incaran para cewek-cewek setelah Axel, tapi Evan lebih memilih untuk tidak peduli dengan mereka semua karena sudah memiliki kekasih yang dia cintai.

Ketiga, Kai Layson. Cowok keturunan Brazil ini tentu saja tidak diragukan lagi kualitasnya sebagai seorang cowok idola. Dia juga bergabung di tim basket sekolah, sama seperti teman-teman saru geng-nya. Tapi Kai adalah siswa yang cerdas dan kreatif, meskipun otaknya sama saja seperti temannya yang lain.

Yang keempat adalah Varro Gaulam. Cowok blesteran Jawa India ini tak kalah tampan, meskipun kulitnya coklat eksotis. Dia punya kembaran cewek yang juga sekolah di tempat ini, yang bernama Iris Gaulam. Varro memiliki daya khayal yang tinggi dan bersikap sok suci, meskipun sebenarnya tetap saja sama seperti yang lainnya juga.

Untuk yang terakhir, atau yang kelima adalah Darren Ezra. Kulitnya putih pucat, meskipun bukan keturunan orang China atau daerah Asia timur. Dia memakai kacamata tebal, dan hanya dia seorang yang tidak ikut bergabung dengan tim basket. Tapi dia lebih sering memberikan trik dan strategi dalam permainan, karena seringnya mengamati permainan dan pertandingan. Dia juga ahli dalam bidang teknologi meskipun tidak pernah belajar. Dia belajar secara otodidak, sebab orang tuanya adalah seorang profesor yang memiliki laboratorium sendiri untuk berbagai penelitian dan inovasinya.

Sebutan untuk geng Pandawa sendiri sebenarnya bukan mereka yang memberikan julukan. Tapi cewek-cewek yang mengagumi merekalah yang memberikan julukan tersebut karena ketampanan dan ketenaran mereka berlima yang seperti tokoh pewayangan yang sangat terkenal, yaitu Pandawa Lima.

Kembali ke persoalan yang tadi, saat Axel melempar sepatu boot-nya ke arah teman-temannya, itu karena dia mendengar pembicaraan mereka yang menyangkut-pautkan namanya.

Axel menghampiri mereka berempat, kemudian duduk di atas meja. "Kalian beraninya gosip dan ngibahin gue! Mau nantang gue rupanya!"

"Ck! percuma gosipin loe, Xel! Enggak guna sama sekali!" Varro yang memberikan jawaban, sedangkan yang lain hanya mengangguk saja.

"Oh ya!"

Axel menarik kerah baju Varro, matanya melotot. "Sekali lagi gue dengar loe pada gosipin gue, kalian ga akan aman sampai di rumah! Mengerti?" Gertaknya.

Varro hanya berdecak kesal, sedangkan yang lain hanya melengos, membuang muka secara bersamaan karena paham dengan maksud perkataan Axel.

Axel langsung menyentak kerah baju Varro dan mendorongnya hingga jatuh. "Kalian pergi dari sini! Sebelum gue berubah pikiran! Kalian tau gue kagak takut ama siapa pun!" Mendengar kalimat ancaman itu, mereka berempat justru menahan tawa.

"Pfffttt..."

"Hahaha..."

Sayangnya Kai tidak bisa menahan diri untuk tertawa, sehingga tawanya pecah diikuti yang lainnya.

"Hahaha..."

"Wkwkwk..."

"Huwa huwa huwaaa..."

Axel justru diam saja, kemudian memungut sepatunya dan memakainya kembali tanpa memperhatikan keempat temannya yang masih tertawa.

"Gue suka kesel ma orang-orang kayak loe-loe pada, tapi sayangnya loe semua sohib gue!" ucapnya sembari duduk kembali di atas meja.

"Loe kagak usah dengerin gosip ya, Xel. Gosip itu kan digoyang makin hot. Wkwkwk..."

Evan, justru membuat candaan yang tidak nyambung sama sekali dengan topik pembicaraan mereka.

"Apa begitu, Xel? Atau loe memang kagak bahagia jika ada rumah?" tanya Darren dengan membenarkan letak kacamatanya.

"Apa? Hahaha..."

Axel spontan tertawa mendengar pertanyaan Darren, yang sebenarnya tidak salah sama sekali. Itu adalah sebuah kebenaran dan mereka-mereka tahu itu, jadi tidak perlu dipertanyakan lagi. Apalagi bertanya dan mencari jawabannya dari Axel.

"Loe ngomong apa sih, Ren? Ngaco! Meskipun gue anak kandung ataupun pungut sekalian, keluarga gue itu tetap saja tidak ada yang peduli!"

Darren merasa bersalah sehingga menyunggingkan senyuman canggung dengan dua jari membetuk huruf V.

"Di rumah, gue justru diperlakukan seperti anak pungut. Mereka sibuk sendiri-sendiri. Makanya gue lebih nyaman jika kalian ngajak gue kumpul, atau pergi ke mana gitu bareng-bareng."

Kali ini Evan yang bicara. Dia justru mengutarakan isi hatinya yang merasa sepi meskipun memiliki segalanya di rumah.

"Lah, sama aja!" sahut Kai, yang diangguki oleh Darren juga.

"Gue bosen liat tabung-tabung ekperimen bokap, bahkan nyokap gue aja, udah nggak tahu kemana saking malasnya di rumah."

Ya, mamanya Darren pergi dari rumah dengan laki-laki lain karena suaminya, papanya Darren, terlalu sibuk dan asyik sendiri di laboratorium miliknya dengan berbagai percobaan dan eksperimen yang dilakukannya.

"Udah-udah. Gak perlu asal ngomong atau curhat ke kita-kita. Toh kita semua juga udah tahu, bagaimana keadaan keluarga kita. Dan sepertinya yang paling bahagia di sini hanya Varro doang."

Kini mereka berempat melihat ke arah Varro, yang hanya bisa nyengir kuda.

Dari kelima geng Pandawa, hanya Varro yang tampak memiliki keluarga harmonis. Papa dan mamanya selalu menyempatkan diri untuk berkumpul saat makan malam ataupun mengajak anak-anak mereka, Varro dan Iris untuk berlibur jika ada liburan ataupun momen bahagia seperti pulang tahun atau acara spesial lainnya.

"Syukurlah kalau begitu. Setidaknya ada yang bahagia bersama dengan keluarganya sehingga bisa dijadikan contoh. Tapi, untuk urusan otaknya sama aja kayak kita-kita!" Axel tersenyum sinis melihat ke arah Varro yang kembali nyengir kuda.

"Oh ya, katanya loe lapar, cepat ke kantin yuk!"

Kai mengajak Darren, yang tadi mengeluh lapar. Padahal ini baru jam sembilan pagi, dan jam pelajaran sedang kosong.

"Kantin masih tutup gaesss!" seru Varro memperingatkan.

"Siapa yang mau makan di kantin? Gue mau ke warung mang Nurdin nooo!"

Mendengar warung mang Nurdin, mereka semua langsung berdiri.

"Mo ngapain?" tanya Darren heran dengan tingkah laku temannya.

"Ikutlah! Loe kan ga bisa makan sendirian! Gue juga belum makan!" Axel tersenyum lebar melihat Darren tersenyum masam.

"Gue yang traktir!"

Terpopuler

Comments

Septi Wijaya

Septi Wijaya

asik nih keknya....
dah difav yaa Thor

2023-05-02

0

lina

lina

masuk daftar favorit dulu

2023-05-02

0

Zєє wallupattma

Zєє wallupattma

wihhh mantappp

2023-05-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!