Cinta Dari Mas Duda 2
"Saya—hamil?" tanya Wafa.
Setelah cinta satu malam yang tidak sengaja terjadi, Wafa pun dinyatakan mengandung.
Dokter kandungan mengangguk. "Bisa anda lihat, sudah ada kantongnya. Menurut perkiraan saya, usia kandungannya sudah berusia 6 minggu. Selamat, ya, Bun ..."
Bibir Wafa tiba-tiba seperti tak bisa digerakkan. Seketika dunianya yang sejak dulu sudah separuh runtuh, kini terasa runtuh segalanya. Wafa berjalan keluar dari puskesmas dengan ingatan ucapan dokter kandungan yang mengatakan jika dirinya sedang hamil.
'Datanglah satu bulan lagi, kita akan menunggu perkembangannya,'
'Bunda jangan sampai stres atau kelelahan, ya. Jaga kandungannya baik-baik. Dalam tahap trimester pertama ini, kandungannya masih sangat rentan,'
Tak hanya setiap kata bidan saja yang ia ingat. Namun semua yang terjadi dengan pria yang membuatnya hamil juga terus menghantuinya.
'Saya akan kembali ke Tiongkok dan mungkin tidak akan kembali lagi. Tolong, kamu jangan pernah muncul lagi dihadapan saya,'
'Pertunanganku dengan Jia Mee akan segera terlaksana. Semoga hidupmu bahagia setelah lepas dari kontrak kerja bersama saya, Wafa. Sampai jumpa,'
Pikirannya sangat kacau. Wafa tak bisa menopang semua masalah dalam hidupnya. Kesalahan satu malam itu membuat hancur dunia Wafa. Pandangan mata Wafa mulai kabur, keseimbangannya juga mulai goyah.
"Kenapa semuanya terlihat ada dua? Pusing sekali," keluhnya.
Beban berat karena dosa satu malam itu membuat tubuhnya begitu berat. Ia pun hampir pingsan, beruntung saja ustadz Lana di sana dan langsung menghampirinya.
"Wafa!" darurat, Ustadz Lana menyentuh tangan Wafa.
"Ustadz Lana? Ke-kenapa kamu masih ada disini?" dengan suaranya yang lirih, Wafa bertanya.
"Saya tidak mungkin meninggalkan kamu, Wafa. Ayo, kita masuk ke mobil, biar saya papah,"
Sangat telaten sekali Ustadz Lana membantu Wafa melangkah menuju mobilnya. Ustadz Lana sangat melindungi wanita yang ia cintai itu.
"Pelan-pelan ...."
Begitu sudah masih mobil, barulah Ustadz Lana menanyakan hasil pemeriksaannya. Melihat ketulusan di mata Ustadz Lana, membuat Wafa tak bisa berbohong pada pria yang selalu ada untuknya itu.
"Wafa, apa yang terjadi? Kamu sakit apa?" tanya ustadz Lana begitu khawatir.
Namun Wafa masih terdiam. Tapi tangannya terus gemetar dan matanya tidak fokus dalam satu pandangan. Tiba-tiba air mata dari mata beningnya itu menetes, membasahi pipinya.
"Wafa—" ustadz Lana semakin khawatir saja.
"Ustadz," sebut Wafa lirih.
"Iya?"
"Apakah ... apakah orang bisa hamil dengan melakukan satu kali hubungan badan?" Wafa bertanya dengan terbata-bata.
Pertanyaan itu membuat ustadz Lana menyeritkan alisnya. "Kenapa pertanyaannya seperti itu? Saya bukan dokter, jadi saya tidak dapat menjelaskannya," jawabnya.
"Ada apa, Wafa?" tanya ustadz Lana lagi.
Wafa tidak mampu menjelaskan, akhirnya dia memberikan laporan pemeriksaannya pada ustadz Lana.
"Saya tidak tahu ... kenapa saya bisa terbuka seperti ini kepadamu, ustadz," ucap Wafa lirih. "Tapi saya mohon, setelah ini jangan membenci saya," imbuhnya.
"Maksud kamu apa, sih? Saya tidak mengerti, Wafa," ustadz Lana tentunya menjadi bingung.
"Baca saja laporan pemeriksaan itu. Ustadz pasti tahu, dan setelah itu ... tolong beri saya saran yang baik," sahut Wafa lirih.
Setelah membaca semuanya, barulah ustadz Lana mengerti. Pria itu langsung melihat ke arah Wafa dengan tatapan tajam..
"Wa-Wafa? Bagaimana ini bisa terjadi?" tanyanya dengan amarah tertekan. Wafa merasa begitu juga jika ayahnya sampai tahu.
***
FLASHBACK
1 bulan lebih yang lalu.
Setelah menerima minuman dari Ferdian, Wafa merasa pusing yang berat. Bagian kepala belakang menjadi sulit menopang kepalanya. Ferdian—seniornya menawarkan kamar hotel untuk Wafa beristirahat.
"Kamu tenang saja. Begitu sudah sementara waktu, saya akan membangunkan kamu. Eh, saya akan mencari temanmu tadi untuk membawa pulang," ucap Ferdian dengan yakin.
"Ta-tapi ..." Wafa meragu.
"Hei, kamu tenang saja, Wafa. Istirahatlah dulu, kamu sudah pucat sekali. Ini kunci kamarnya, kamarnya ada di lantai bawah lantai ini. Kamu hanya perlu turun menggunakan lift satu lantai saja," Ferdian begitu yakin, dan Wafa sudah tidak tahan sekali dengan rasa pusingnya.
Akhirnya Wafa pun mengangguk, setuju dengan tawaran pria itu untuk istirahat di kamarnya.
"Wafa," panggil Ferdian kala Wafa sudah beberapa langkah.
Pria itu tahu sekali jika obat yang dilarutkan dalam minuman Wafa sudah bereaksi. Mengamati dari tangan Wafa yang sudah mulai gemetar, juga tubuhnya yang mulai sensitif ketika ditatap lawan jenisnya, Ferdian sangat yakin jika Wafa sudah terpengaruh dengan obat itu.
"I-iya, Kak?"
Bahkan suara Wafa juga sudah gemetar.
"Apa perlu aku antar?" Kembali Ferdian menawarkan diri.
Wafa hanya bisa menggerakkan kedua tangannya. Ia menolak. Sudut bibir Ferdian mengukir senyum liciknya. "Baiklah, hati-hati, ya ...." ucapnya dengan lembut.
Rasanya sudah berkecamuk dalam hati. Wafa semakin tak bisa menahannya lagi. Dadanya berdebar kencang, keringat dingin mulai muncul keluar dari setiap pori-porinya. Ia merasakan jika tubuhnya sudah mulai gerah.
'Astaghfirullah hal'adzim, apa yang terjadi padaku? Kenapa rasanya sangat aneh seperti ini?' batinnya.
Beruntung sekali Wafa berada di lift sendirian. Jadi tidak ada yang mengetahui jika dirinya sedang tidak baik-baik saja.
Ting~
Suara lift terbuka. Wafa segera mencari kamar sesuai dengan nomor yang berada di kuncinya. Jalannya terhuyung parah. Suasana di lantai itu sangat sepi sekali karena memang kamar dilantai itu adalah kamar yang paling mahal. Jarang sekali ada orang yang menyewa kamar di lantai tersebut jika bukan seorang pengusaha atau orang yang kaya raya seperti pebisnis besar.
Klek~
"Aw," runtuh Wafa, kakinya terkilir.
Ketika hampir jatuh, kedua bahu Wafa ada yang menopang. Jelas sekali tangan yang menahan dirinya supaya tidak jatuh adalah tangan seorang pria. Wafa mulai merasakan hal aneh begitu pria itu menyentuhnya.
"Si-siapa?" tanya Wafa, suaranya bergetar.
Begitu pria itu menatapnya, pria tersebut langsung menggendongnya dan membawa Wafa masuk ke kamarnya, bukan kamar yang sebelumnya diberikan oleh Ferdian.
"Hmph!"
Tubuh Wafa digendong oleh pria itu, lalu dibawanya masuk ke kamarnya.
"Tu-tunggu!" Wafa berusaha memberontak.
"Sttt," pria itu mendiamkan Wafa dengan mengecup bibirnya.
Obat yang mempengaruhi tubuh Wafa semakin hebat reaksinya begitu Wafa bersentuhan langsung dengan pria itu. Rupanya pria itu juga mengalami hal yang sama. Diberi obat dan mulai tidak sadarkan diri dengan tindakannya.
Pria itu melempar tubuh Wafa ke ranjang. Mulai menanggalkan pakaiannya dan menjamah tubuh Wafa.
"Shhh, jangan ...." lirih Wafa.
Keduanya terpengaruh obat, jadi hanya bisa pasrah dengan keadaan karena sama-sama sudah tidak sadarkan diri dengan perilakunya.
"Sakit," rintih Wafa lirih.
Mereka melakukan kesalahan besar. Keduanya telah berhubungan badan di alam bawah sadarnya atas pengaruh obat tersebut. Begitu alarm ponsel Wafa berdering di waktu subuh, barulah Wafa terbangun.
"Astaghfirullah hal'adzim, kenapa kepalaku sangat sakit?" keluhnya.
Wanita ini terus menoleh memastikan bahwa dirinya sedang dilamarnya. Tapi semakin di tatap, ruangan tersebut bukanlah ruang kamarnya.
"Ini—hotel?"
"Jadi aku belum pulang?"
"Ya Allah, bagaimana bi—" ucapannya terhenti begitu sadar ada tangan yang merangkul pinggangnya.
'Tangan? Tangannya besar sekali? Tangan siapa ini?' gumamnya dalam hati.
Setelah melihat ke samping, barulah Wafa menyadari siapa yang ada di sisinya. Pria tanpa berbusana itu sedang tidur sambil memeluk dirinya.
"Mas Bian?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Uthie
seru sepertinya 👍😍
2023-08-04
0
Uthie
keep dulu
2023-08-04
0
LISA
Aq mampir Kak
2023-06-18
1