Kejujuran Yang Menyakitkan

Malam hari.

Semua orang berkumpul di rumah pak kyai, termasuk Sari dan ustadz Zamil. Semuanya bertanya-tanya mengapa Wafa mendadak mengumpulkan keluarganya.

"Ada apa dengannya? Kenapa kita disuruh berkumpul?" tanya Raihan lirih. "Paman Kyai, apa ada perubahan keputusan lagi tentang pernikahan Wafa dengan ustadz Lana?" lanjutnya.

Pak kyai menggelengkan kepala.

"Hmm, lantas ada apa?" gumam Raihan.

Zira pun juga menggelengkan kepalanya perlahan. Sejak kejadian Grietta diambil paksa oleh ibu kandungnya, Wafa terus menyendiri dan jarang sekali menghabiskan waktu bersamanya lagi.

"Sejak reuni sih lebih tepatnya. Sejak pulang dari reuni sekaligus buka bersama waktu itu, Wafa sudah tak seceria sebelumnya. Entah apa yang terjadi dengannya," ungkap Zira.

Sari dan ustadz Zamil apalagi? Mereka tidak tinggal satu atap, membuat mereka tidak tahu apa yang terjadi pada Wafa. Meski Sari sering bolak-balik ke pesantren, namun apa yang dikatakan Zira ada benarnya juga. Setelah pulang dari reuni itu, Wafa berubah.

"Dia juga sering menyibukkan diri dan menjauhi kegiatan di pesantren ini. Ketika aku bertanya pada Mbak Nur juga, Wafa juga jarang sekali menghabiskan waktu di yayasan," jelas Sari.

"Di kampus pun kata temannya juga dia tidak begitu aktif seperti dulu," sambung Raihan. (Temannya adalah sepasang kekasih yang lucu itu, Kristian dan pacarnya)

Dian juga mengungkapkan jika sudah lama Pak Bian tidak berkunjung ke pesantren. Biasanya hanya sekedar menitipkan Grietta, atau mengantar Wafa pulang dari kegiatannya di luar pesantren.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Wafa dari dalam kamarnya.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,"

Wafa datang dengan membawa map putih transparan di tangannya. Matanya tidak bisa berbohong, dia menangis sejak sore di rumah Inneke karena ujian yang telah menimpanya.

"Wafa, kamu—" lirih Raihan.

Wafa duduk perlahan tanpa menatap keluarganya. Wanita ini tentu saja malu dengan kenyataan yang ia miliki. Namun sudah menjadi keputusannya untuk jujur pada keluarganya.

"Malam ini akan ada suatu hal yang sangat penting yang ingin aku katakan pada kalian semua," ucap Wafa.

"Sebelumnya aku minta maaf karena sudah mengganggu waktu kalian. Tapi ini benar-benar sangat penting yang harus kalian ketahui," lanjutnya.

"Wafa, katakan saja seperti biasa. Kenapa harus ada intronya, sih!" sahut Zira.

Semua mata menatap Zira, sungguh kurang sopan memang perilaku Zira.

Perlahan, Wafa mengeluarkan satu persatu bukti yang akan dijelaskan pada keluarganya. Pertama dia akan mengungkap Bagaimana hubungannya dengan Bian beberapa bulan yang lalu, sebelum kejadian cinta satu malam waktu itu.

"Ini adalah kontrak kerja antara aku dengan Pak Bian," tunjuk Wafa.

"Sebenarnya kontrak kerja ini sudah disobek oleh Pak Bian sendiri sebelum aku fotokopi. Jadi hasil fotokopinya buruk karena bekas tambalan," lanjutnya.

Wafa menghela nafas panjang, kemudian membagikan kontrak kerjanya tersebut dengan seluruh keluarganya. Sebelumnya Wafa juga mengatakan jika kontrak kerjanya telah selesai karena Grietta diambil oleh ibu kandungnya.

"Pertama ... kalian bisa baca sendiri tentang isi yang tertulis dalam kontrak tersebut," pinta Wafa.

Semuanya patuh pada yang dikatakannya. Hingga membuat Sari, Pak Kyai, ustadz Zamil dan juga Raihan yang belum mengetahuinya menjadi terkejut.

"Apa ini?" ketus pak kyai.

"Kamu menjalin hubungan dengan Pak Bian, lebih dari seorang mitra kerja sama?" sahut Raihan. "Kalian pacaran?" sambungnya dengan nada meninggi.

Dalam kotak tersebut memang Bian tidak menuliskan bahwa hubungan mereka hanyalah pura-pura saja. Akan tetapi, Bian menuliskan bahwa mereka akan menjadi pasangan selama 1 tahun sesuai kontrak kerja.

"Kamu pacaran, Wafa?" hati Sari mulai terluka.

Semua mata melihat ke arah Wafa. Pandangan itu seakan menusuk tajam tubuh kecil Wafa. Sementara Zira dan Dian, hanya bisa diam karena dia sudah mengetahui isi kontrak tersebut. Keduanya tak sengaja membaca ketika kontrak itu berada di atas meja kamarnya Wafa. Kemudian Wafa juga menjelaskannya dengan sangat jelas.

"Iya, Mbak," jawab Wafa, terpaksa. "Aku berpacaran dengan Pak Bian,"

"Astaghfirullah hal'adzim," sebutan itu keluar dari seluruh keluarga.

"Wafa, kamu tahu betul ... Bagaimana hukumnya pacaran dalam agama kita, bukan?" Sari semakin marah.

"Iya," jawab Wafa singkat.

"Jika kamu sudah tahu hukumnya, kenapa kamu melakukannya, Wafa?" Amarah Sari tak tertahankan.

Tak ada jawaban dari mulut Wafa. Ia sudah tahu konsekuensinya ketika hendak jujur pada keluarganya. Jadi, emosinya pun sudah ia kontrol supaya tidak salah dalam menjelaskan.

"Tolong kalian simpan amarah kalian untuk saat ini. Sebab, setelah ini kalian pasti akan jauh lebih marah padaku," imbuh Wafa dengan santai.

"Maksudnya?" tanya Zira dan Dian bersamaan.

Wafa mengeluarkan hasil usg yang ia ambil sore tadi. Bahkan bukan hanya hasil usg-nya saja yang Wafa tunjukkan. Hasil tes saja juga ia keluarkan untuk ditunjukkan pada semua keluarganya.

"Tespek?" Sari yang beberapa bulan lalu menggunakan alat itu, tentu saja masih mengenali bentuknya.

"Milik siapa itu, Wafa?" tanya Raihan.

"Abi, sebelumnya aku minta maaf karena selamat 20 tahun ini, aku tidak bisa benar-benar menjadi putri dari seorang Kyai yang baik seperti Mbak Sari," Wafa menatap mata pak kyai.

Wafa juga meminta maaf karena selama hidupnya, dia sudah sering kali mengecewakan keluarganya. Saat itu Wafa juga mengatakan Jika dia tidak bisa menikah dengan ustadz Lana meskipun ustadz lama mau menikahinya.

"Aku tidak tahu kenapa Pak Bian tiba-tiba memutuskan kontrak bersamaku. Padahal hanya sisa beberapa bulan lagi kotak itu habis, dia bahkan pergi tanpa penjelasan apapun," air mata Wafa menetes.

"Ini semua milikku. Aku sedang mengandung 6 minggu," ungkap Wafa sambil menunjuk hasil usg-nya.

Meski belum tahu hasil dari kejujurannya ini baik atau buruk, tapi hati Wafa sudah sedikit lega karena bisa jujur kepada keluarganya.

"WAFA!"

Sari berteriak memanggil nama adiknya, semua juga hanya bisa terdiam, syok karena kejujuran Wafa. Selain itu, pak kyai juga masih syok dan terlihat sekali sedang mengontrol emosinya. Sayangnya, pria berusia lebih dari 50 tahun itu tak kuasa menahan amarahnya lagi.

"Lancang!" sentaknya.

"Anak durhaka! Tidak tahu diri!" umpatnya.

"Kamu sudah pacaran dan hamil di luar nikah dengan pria kafir? Kamu telah melukai hati Abi, Wafa ..." air mata pak kyai mengalir begitu saja.

"Abi membesarkan kamu dengan kasih sayang. Tapi kamu melukai hati Abi dengan berbuat zina seperti ini. Itu sama saja kamu telah melempar kotoran hewan ke wajah Abimu sendiri!"

Sungguh tak bisa digambarkan lagi bagaimana marahnya pak kyai. Memang salah yang dilakukan oleh Wafa meskipun itu dalam ketidak sengajaan. Tapi wafat tidak benar-benar mengungkapkan bagaimana kejadian malam itu telah merenggut kegadisannya.

Di sini Wafa masih menghormati nama baik Bian. Seburuk apapun masalah hamil diluar nikah tersebut, anak yang ada dalam kandungannya tetaplah anaknya Bian.

'Mas Bian, maafkan aku karena aku sudah berbohong bahwa kita melakukan kontrak pacaran ini. Jika tidak, maka aku tidak bisa menjelaskan bagaimana aku bisa hamil.'

Terpopuler

Comments

Harti Malinda

Harti Malinda

lanjut Thor....💪💪💪💪

2023-05-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!