Hukuman?

Suasana menjadi tegang. Setelah pak kyai marah-marah sekaligus menangi sampai bersimpuh di depan Wafa untuk mengatakan jika semua yang dikatakan Wafa malam itu adalah sebuah lelucon saja, membuat beliau tiba-tiba lemas tak berdaya.

"Wafa, apa ini? Kenapa kamu tega dengan kami semua?" Sari masih menasehati adiknya.

Sementara ustadz Zamil dan Raihan mengurus pak kyai yang sedang direbahkan di sofa ruang tengah dimana mereka sedang berdiskusi.

"Kamu boleh marah pada Abi. Tapi kenapa kamu harus membalasnya dengan cara yang hina seperti ini, astaghfirullah hal'adzim," lanjut Sari.

"Aku bahkan menyebut bayi yang belum lahir dengan sebutan hina, sedangkan aku sendiri juga sedang mengandung,"

"Ya Allah, cobaan apalagi ini. Astaghfirullah hal'adzim,"

Sari terus menyebut asma Allah karena tidak tahu harus bagaimana lagi. Sedangkan Wafa masih diam saja dan berusaha menenangkan diri. Padahal dia yang paling terluka dengan cobaan itu.

Bagaimana tidak? Tidak merasakan perbuatan yang dilakukan, bangun-bangun sudah bersama dengan seorang pria yang bukan mahram dengan keadaan tanpa busana, lalu setelahnya hamil. Tapi Wafa juga tidak memungkiri betapa terlukanya keluarganya, terutama sang ayah yang telah membesarkannya seorang diri.

"Kenapa sekarang kamu diam saja? Bukankah kamu suka jika membahas sesuatu, ha?" Sari masih berusaha meminta penjelasan dari adiknya.

"Jelaskan pada Mbak-mu ini, Wafa. Kenapa kamu tega melakukan semua ini?" suara Sari sudah sampai gemas karena adiknya masih diam saja.

Zira dan Dian juga tak berani berkata apapun. Mereka lebih memilih untuk diam daripada perkataannya akan menambah suasana menjadi ricuh.

'Tahan, Wafa. Kamu tidak boleh mengungkapkan jika kehamilanmu ini karena ketidaksengajaan. Terimalah hukuman apapun dari keluargamu, setelah itu fokuslah pada janin yang kamu kandung,' Wafa menyemangati diri.

Malam itu tersidang isak tangis antara pak kyai dan juga Sari. Keduanya benar-benar hancur perasaannya karena merasa telah dikhianati oleh seseorang yang mereka sangat cintai dalam hidupnya. Terutama pak kyai terus-menerus menangis menyalahkan dirinya sendiri.

"Tapi tidak perlu menyalahkan diri sendiri seperti itu. Apapun yang telah terjadi padaku, dosa pun tetap aku yang tanggung," ujar Wafa.

Seketika tatapan pak kyai jadi sinis terhadap putrinya itu. "Apa katamu? Coba, katakan sekali lagi!" kembali pak kyai menghampiri Wafa.

"Apa katamu tadi? Dosa akan kamu tanggung sendiri? Seribu kali kamu meminta pada Allah Wajalla, dosa seorang putri yang belum menikah, semuanya akan ditanggung orang tuanya, terutama Abi, Wafa!"

"Kenapa kamu tidak berpikir dulu sebelum bertindak! Apa kamu merasa sudah cukup dewasa dan memutuskan hidup yang amburadul seperti ini?"

"Kamu seorang Ning, seorang panutan santri-santri Abi di pesantren, Allahu Akbar ...."

Hari Wafa sangat terluka dengan ucapan pak kyai. Memang tidak salah apa yang diucapkan beliau. Tapi nada yang terus-terusan meninggi sungguh merobek gendang telinga Wafa sampai menusuk ke ulu hatinya.

"Jika sudah seperti ini, maka bagaimana caranya kita akan menjelaskan pada keluarga ustadz Lana? Astaghfirullah hal'adzim, Ya Allah ...." kembali pak kyai tak tahan berdiri sampai lemas kembali.

Ketika tubuhnya yang mulai renta terjatuh di lantai, beliau menolak bantuan tangan dari Wafa dan malah menepisnya. Wafa tahu betul sakit yang dialami ayahnya.

"Maafkan aku, Abi," ucap Wafa lirih.

"Untuk apa kamu meminta maaf padaku, aku bukan Abimu!"

Akhirnya kata itu terucap dari mulut pak kyai. Sudah sekian lama Wafa selalu menakutkan kata-kata itu keluar dari mulut ayahnya. Selama ini ia merasa buka lah anak kandung dari pak kyai, karena perhatian pak kyai padanya berbeda dengan perlakuan beliau pada kakaknya—Sari.

"Lalu pak kyai, hukuman apa yang pantas bagi pezina seperti saya? Insya Allah saya tetap akan menerima hukuman apapun yang anda berikan pada saya," ucap Wafa dengan ketegarannya.

Sari menangis sejadi-jadinya. Kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya berlaku seperti orang lain di depannya. Wanita ini langsung memeluk sang suami dan memintanya untuk menghentikan perselisihan ayah dengan adiknya.

"Ustadz, ustadz tolong. Tolong hentikan Abi dan Wafa, boleh seperti itu," Sari menangis.

"Abi, Wafa ... Tolong jangan seperti ini. Jika bukan demi kebaikan antara Abi dan Wafa, tolong pikirkan semua ini demi istri saya. Dia sedang hamil dan membutuhkan ketenangan atau janinnya akan terkena masalah seperti beberapa waktu lalu," ustadz Zamil menatap Raihan juga.

Raihan pun turut meredam kemarahan pak kyai, juga keras kepalanya Wafa. Raihan meminta untuk pak kyai segera memberikan hukuman bagi Wafa supaya masalah segera selesai.

"Bagaimana jika Paman Kyai menghukum Wafa selayaknya santri lainnya juga? Hukum zina di pesantren ini yaitu akan menerima cambukan paling sedikit 20 kali cambuk," usul Raihan.

"Apa?" Zira, Dian dan Sari tidak menyangka dengan ucapan Raihan.

Beberapa kali kasus tentang zina di pesantren memang kerap terjadi. Tapi mereka hanya sekedar memiliki hubungan seperti pacaran dan kepergok sedang surat-menyurat satu sama lain. Pasangan tersebut akan dihukum cambuk di depan seluruh santri tapi tidak di muka umum, keluar pesantren.

"Mas, apa yang kamu katakan ini? Bagaimana hukum cambuk dilakukan jika Wafa sedang—" ucapan Sari terhenti, lidahnya kelu ketika ingin mengatakan jika adiknya itu sedang hamil.

"Astaghfirullah hal'adzim, Bang Rai. Apakah tidak bisa ditunda gitu sampai bayinya keluar dan Wafa baru menerima hukuman tersebut?" sahut Dian.

"Maksudnya hukum cambuk itu kan biasanya di punggung, bagaimana jika itu sampai melukai janinnya?" sambung Dian.

"Bener juga. Bagaimana jika bayinya kenapa-napa?" Zira pun mengkhawatirkan kondisi sepupunya.

"Kalian bertiga sepertinya sangat senang ingin memiliki keponakan baru?" Pak kyai buka suara.

"Abi, bukan seperti itu. Kami hanya ...." ucapan Sari terhenti pasca pak kyai menatap tajam padanya.

Raihan dan Zira pun berdebat, bahkan pak kyai turut kesal dengan Zira yang terus membela Wafa. Hal itu membuat Wafa semakin tidak nyaman berada disana.

"Sudah, hentikan!" teriak Wafa.

Semuanya terdiam.

"Dokter mengatakan bahwa janinku baik-baik saja. Hanya 20 kali cambuk, 'kan? Aku bersedia menerima hukuman tersebut, malam ini juga ..." tantang Wafa, pada pak kyai.

Kemarahan dan kekecewaan Pak Kyai ternyata telah menutup hatinya. Apalagi Wafa bukannya minta maaf dan seperti menyesali perbuatannya, malah terlihat betapa tenangnya dia dan menerima keadaannya dalam kondisi hamil tanpa suami. Hal itulah yang membuat Pak Kyai semakin marah.

"Baiklah, jika kamu mau hukuman itu malam ini. Maka putraku Raihan yang akan menjalankan tugasnya untuk menghukummu," ujar pak kyai.

"Abi!" Sari tak bisa terima.

"Lalu setelah mendapatkan hukuman, pergi ke kamar dan istirahat. Karena besok kamu sudah tidak bisa tinggal di sini lagi," lanjut pak kyai.

"Semoga Allah selalu melindungi setiap langkahmu. Tidak perlu berpamitan kepadaku besok, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," pak kyai pun masuk ke kamarnya.

Terusir dari rumah, Wafa sudah yakin jika dirinya akan menerimanya. Tapi kata-kata Pak Kyai yang sudah tidak menganggapnya sebagai seorang putri, membuatnya semakin terluka.

"Wafa, ayo minta maaf pada Abi. Jika kamu tulus meminta maaf, Mbak yakin sekali Abi akan memaafkanmu," Sari menggandeng lengan adiknya.

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

Wajar sihh kemarahan sbg orangtua yg mendapati anak nya menyakiti dan mempermalukan dirinya sbg Orgtua... apalagi Zina adalah dosa besar... yg paling menyakiti orang tua sebenernya adalah: dia merasa tidak bisa menjaga dan menjalankan amanah Alloh untuk anaknya tsb.. dan itu yg paling menyakiti dan merasa sbg Orgtua tidak bisa mendidik anak dgn baik.. dan bagaimana pertanggungjawaban kelak pd Alloh juga 🙁

2023-08-04

0

Dewi bunda adeldanardhan

Dewi bunda adeldanardhan

keren dan bagus karya mu thor,,rajin up ya thor...semangat dan sehat slalu..😄

2023-05-06

1

qulud_ql

qulud_ql

lho ya Allah itu beneran mau dicambuk?
ini sebenernya emg yg salah Wafa tapi kok gk ada ringan² nya sampai diusir dari rumah sendiri padahal Wafa tuh selalu bantu orang baik itu anak yatim atau orang yang hamil di luar nikah

2023-05-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!