Cinta Malu-malu Meong
Suasana cerah di luar terasa sangat kontras dengan keadaan rumah keluarga besar Baskoro, rumah itu tampak tidak ramai seperti sebelumnya. Bagas yang merupakan anak satu-satunya dari Tuan Baskoro tengah duduk di ruang tamu bersama beberapa kerabat dan rekan kerjanya sembari berbincang hangat.
Setelah sebelumnya jenazah Tuan Baskoro telah dikebumikan beberapa jam yang lalu. Beberapa dari mereka enggan untuk segera pergi dari kediaman Tuan Baskoro, mereka masih setia menemani Bagas yang tengah berduka. Salah satu kerabat yang masih setia menemani keluarga Bagas adalah keluarga besar Tuan Budiman.
Tuan Budiman merupakan salah satu sahabat dekat Tuan Baskoro dari semasa ia masih kecil. Hubungan keduanya sudah seperti keluarga sendiri, seandainya salah satu diantara mereka memiliki anak perempuan mungkin mereka akan menjodohkan anak mereka. Namun sayangnya mereka sama-sama dikaruniai anak laki-laki hingga perjodohan itu pun urung dilakukan, dan keduanya berjanji jika mereka memiliki cucu nanti akan menjodohkan cucu mereka untuk mengikat tali persahabatan mereka menjadi tali persaudaraan.
Jauh-jauh hari sebelumnya baik Tuan Baskoro maupun Tuan Budiman telah mewasiatkan pada putra-putra mereka tentang keinginan mereka ini, dan kedua putra mereka yang sangat patuh dengan perintah orang tua mereka pun mengiyakan rencana perjodohan putra dan putri mereka, sesuai keinginan orang tua mereka.
Hubungan Jihan yang sangat dekat dengan kakeknya membuat ia sangat terpukul karena kehilangan sosok kakek yang sangat menyayanginya. Jihan adalah anak bungsu dari pasangan Bagas dan Dina. Saat ini Jihan sedang menempuh pendidikan manajemen bisnis di kampus yang sama dengan Johan, mereka menempuh satu jurusan yang sama, semester yang sama, semester enam. Dan juga satu kelas yang sama.
Di dalam kamarnya jihad bergulung dengan selimut di atas ranjang matanya sudah terlihat bengkak karena terus menangis sejak semalam baik kedua orang tuanya ataupun sang kakak laki-laki Gunawan tidak bisa mengajak Jihan untuk berhenti menangis ataupun keluar kamar.
“Udah jangan murung terus, nanti kakek jadi sedih loh ngelihat kamu kayak gini terus dari sana,” ujar Gunawan sambil mengusap bahu adiknya yang berbaring di atas ranjang.
"Kakek udah janji loh mau hadir di wisuda Jihan tahun depan, tapi kenapa Kakek pergi secepat ini? Jihan kan masih masih berada di semester 6 Kak." Sahut yang terisak.
“ Ya ampun Jihan, manusia itu cuma bisa berencana maut umur rezeki semua tuh yang nentuin Tuhan. Lagian lo tenang aja saat wisuda nanti ada Bunda ada Ayah ada gue yang bakal hadirin acara wisuda nggak penting elo yang mungkin nilai IPK lo tuh cuma pas-pasan aja buat lulus."
"Sialan lo Kak. Kenapa sih lo tuh cuma bisa ngerendahin gue? Emang cuma Kakek yang bisa menghargai gue di rumah ini."
"Ya. Jelaslah Kakek sangat menghargai lo, karena lo adalah aset berharganya dia." Sahut Gunawan yang membuat Jihan memincingkan kedua matanya. Segera ia lempar Gunawan dengan bantal dan gulingnya. Ia mengusir keberadaan Kakaknya dari dalam kamarnya.
Setelah kepergian sang Kakak. Jihan mengangkat kepalanya dan bertanya pada sang pencipta. "Ya Tuhan, kenapa Engkau mengambil Kakek dariku, di dunia ini yang baik sama Jihan hanya Kakek saja. Kenapa Engkau ambil Kakek ku secapat ini Tuhan? Kenapa orang baik selalu di ambil duluan? Jihan kan anak yang baik dan penurut sama Kakek, kenapa gak di ambil barengan saja sama Kakek, ya Tuhan?"
"Kata siapa kamu anak baik? Kamu itu anak yang kurang baik dimata semua orang." Sahut seseorang yang sedari tadi berdiri di ambang pintu kamar Jihan. Ucapannya ini membuat keduanya kompak saling memandang satu sama lain. Seseorang yang berdiri di ambang pintu kamar Jihan adalah seorang laki-laki yang bernama Johan Pradipta anak tunggal dari pasangan Pradipta dan Ayudia, anak dari Tuan Budiman. Johan Pradipta adalah pria yang memiliki tampang dingin dan juga menyebalkan ia sangat suka menggoda Jihan sejak kecil.
Jihan memincingkan kedua matanya ”Apa sih lo? Lo tuh nggak gue ajak ngobrol ikut nimbrung aja. Dasar manusia planet nyebelin." ujar Jihan dengan sewotnya. Ia segera bangun dari atas ranjang dan berlari menghampiri Johan. Ia merauk mulut Johan dengan tangannya seperti biasanya.
Bukannya kesakitan dan melawan Johan malah tertawa menikmati remasan tangan Jihan dimulutnya. Setelah itu Jihan langsung medirong tubuh Johan untuk menjauh dari pintu kamarnya. Ia segera menutup pintu kamarnya dengan membantingnya.
Mendapat perlakuan seperti ini dari Jihan, Johan malah tersenyum tipis. Ia begitu senang dapat melihat wajah menggemaskan Jihan yang marah padanya dengan matanya yang masih terlihat sembab dan hidungnya memerah sudah cukup membuatnya lega. Karena bagi Johan, selagi Jihan masih bisa marah padanya, itu tandanya dia masih baik-baik saja. Tapi jika Jihan sudah tak lagi marah dan datar padanya, berarti sudah ada yang tidak beres dari dirinya.
"Kamu apain anaknya Tante Dina, Johan?" Tanya AyudIa sang Mami yang tahu-tahu muncul dan langsung menarik telinga putranya.
"AAAAaaaaa... sakit-sakit Mih, lepasin!" Rintih Johan yang mengaduh kesakitan.
"Ayo jawab kamu apain anaknya Tante Dina, sampai banting pintu sekencang itu? Kalau rumah mereka rubuh bagaimana?" Tanya Ayudia dengan omelannya.
"Aduh Mami, gak sampai rubuh juga kali ini rumah. Lagian aku gak ngapa-ngapain Jihan. Jihannya aja yang emosian orangnya." Kilah Johan sembari mengusap kupingnya yang terasa pedas dan sakit.
"Alah, kamu tuh pintar bersilat lidah. Cepet jawab kamu ngapain Jihan? Kamu kalau ngisengin Jihan lihat kondisi dong Johan. Dia sekarang lagi berduka." Ucap Ayudia tetap dengan omelannya.
"Ya Mih, Johan tahu, siapa bilang mereka sedang berpesta." Jawab Johan asal yang makin membuat Ayudia kesal dan sewot jika berhadapan dengan putranya ini.
"JOHAN!!!" Pekik Ayudia sembari mencubit pinggang sang putra.
"Aduh Mami sakit, ampunnnnnn!" Pekik Johan yang meminta pengampunan.
"Kamu tuh bisa gak sih gak nyebelin sehari aja." Ayudia terus mengomel pada Johan, meskinia sudah melepaskan cubitannya pada pinggang sang putra.
"Bisa nanti jalau udah nikah." Jawab Johan yang pergi berlalu begitu saja meninggalkan Ayudia yang kesal.
Saat Johan berada di lantai bawah, tepatnya di teras kediaman Tuan Baskoro. Johan bertemu sang kakek Budiman yang tengah duduk melamun sendirian.
"Kek, lagi ngapain duduk sendirian di sini?" Tanya Johan yang ikut duduk bersama sang Kakek.
"Apa kamu sudah menghibur Jihan?" Tanya Budiman pada sang cucu.
"Hehehe... belum Kek. Dia marah dan menutup pintu kamarnya." Jawab Johan dengan senyum cengengesannya.
"Pasti kamu menggodanya lagi, benar begitu Johan?" Tanya Budiman lagi
"Iya Kek, dia selalu menggemaskan dan aku selalu ingin menggodanya." Jawab Johan yang kali ini menyunggingkan senyum penuh makna di wajahnya.
"Kamu ingat baik-baik pesan Kakek Johan. Dia calon istrimu. Kakek mu ini dan Almarhum Kakeknya, sudah menjodohkan dirimu dan dia, saat kalian baru di lahirkan, dan rencana perjodohan kalian sudah kami rencanakan sebelum kalian ada di dunia ini. Belajarlah melindungi dia dari sekarang. Jangan sakit hatinya, buatlah dia mencintai mu. Seperti dirimu mencintai dirinya." Ucap Tuan Budiman yang sangat mengetahui isi hati Johan yang sangat mencintai Jihan sejak dulu, namun tak bisa mengatakannya bahkan mengekspresikan perasaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Ra2_Zel
Lama-lama cinta tuh
2023-06-28
0
mama Al
ya,
kasih tanda koma buat jeda
2023-06-28
0
Cerita Aveeii
astagaa 😂
2023-06-27
0