Mau dilamar

Di perusahaan Marcopolo milik keluarga Bagaskoro. Pradipta mendatangi sahabatnya yangbtengah sibuk bekerja.

"Gas, gimana Jihan dan Dina sudah setuju belum dengan acara nanti malam?" Tanya Pradipta dengan ekpresi wajah yang begitu serius menatap Bagas yang selalu terlihat santai.

"Sudah beres semuanya. Tolong datang jangan telat ya. Putriku itu tukang tidur, aku tak bisa berbuat apa-apa kalau dia sudah terlanjur tidur." Jawab Bagas masih dengan santainya.

"Hah, serius? Semudah itu kamu membuat mereka mau. Bukankah istri mu terus menunda-nunda pernikahan anak-anak kita." Tanya Pradipta yang tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Sudah jangan banyak tanya. Sekarang pergilah dari pandanganku. Hari ini aku ini banyak pekerjaan." Usir Bagas dengan tatapan tajamnya.

"Ok, baiklah. Aku pergi. Selamat bekerja besan. Sampai jumpa nanti malam ya." Ucap Pradipta sembari tersenyum bahagia.

Sementara itu, di kampus Jihan senyum-senyum tidak jelas. Setelah turun dari mobil Gunawan yang mengantarkan ia pergi ke kampus seperti biasanya. Marisa yang baru datang di kelasnya, melihat sahabatnya terus senyum-senyum sendiri pun menghampiri dan menegur sahabat baiknya itu.

"Kenapa Lo Ny3t? Lagi bahagia banget romannya." Tanya Marisa yang sudah duduk di samping Jihan.

"Ntar malam gue mau di lamar. Ta'aruf gue Cuy. Hahaha... kata Kak Gunawan, calon suami gue ganteng banget. Kaya pangeran Arab. Idung mancung, kulit putih, ada jambang-jambang halusnya gitu. Udah gitu bodynya six pack, karena katanya dulu Kak Gunawan pernah nge-gym bareng dia. Hulu-hulu... akhirnya gue sold out juga Sha." Jawab Jihan begitu bersemangat.

"Lo yakin sama omongan Kak Gunawan? Dia kan tukang kibul?" Tanya Marisa tak yakin.

Pertanyaan Marisa sontak membuat senyum Jihan memudar. Tiba-tiba ia menatap serius wajah sahabatnya. Mencoba berpikir lagi dengan semua ucapan Gunawan saat mengantarkan dirinya ke kampus tadi.

"Iya-iya kok gue gak kepikiran. Gue udah main seneng aja. Kalau kenyataannya gue dijodohin sama Aki-aki tua bangka gimana ya Sha?"

"Gak apa-apa kalau nyawanya cuma sisa seminggu. Lo bakal kaya mendadak." Jawab Marisa dengan pikiran materialistisnya.

"Lah? Iya kalau kaya, kalau enggak gimana? Duhh... gue masih orisinil nih, semua yang ada di dalam tubuh gue masih tersegel. Masa dapat Aki-aki." Seru Jihan yang murung seketika.

"Tunggu-tunggu, kayanya gak mungkin Aki-aki deh Jie, soalnya tadi lo bilang, kakak luknut lo pernah nge-gym barengkan sama calon suami lo. Pasti masih mudalah. Gak mungkin Aki-aki nge-gym. Bisa rontok tulangnya semua. Hahaha..." sahut Marisa dengan tawa renyahnya.

Disaat Marisa tertawa, Jihan masih berpikir dengan ucapan yang Gunawan katakan di mobil tadi. Tiba-tiba saja pikiran dan matanya mengarah pada Johan yang baru saja datang ke kelas.

"Kok, ciri-ciri yang di sebutin Kak Gunawan kaya si Johan manusia jahanam itu." Cicit Jihan di dalam hatinya. Matanya terus menatapi kemana arah Johan berjalan.

Johan berjalan ke kursi meja yang tepat berada di belakang kursinya.

"Jangan liat-liat nanti jatuh cinta sama gue!" Ucap Johan saat ia duduk di belakang Jihan.

"Cih. PD m4mpus Lo Joe." Dengus Jihan sembari menggibas rambut panjangnya hingga mengenai meja kursi Johan.

Harum parfum sampoo yang digunakan Jihan terhirup di indra penciuman Johan. Dengan cepat Johan menarik rambut panjang Jihan, tindakannya ini seakan menjambak rambut Jihan. Padahal ia hanya ingin mencium kembali aroma parfum sampoo di rambut Jihan.

"Sakit jahanam!" Pekik Jihan kesakitan karena rambutnya di tarik Johan.

"Makanya punya rambut itu jangan dibiarin tergerai. Ikat! Kalau gak diikat, gue pastikan rambut lo gue jambak terus." Perintah Johan tanpa melepaskan jambakannya pada rambut Jihan.

"Siapa lo beraninya merintah-merintah gue?" Sahut Jihan dengan ketusnya.

"Calon suami lo," cicit Johan di dalam hatinya.

Johan tak berani menjawab dengan gamblang jika dirinya adalah calon suami dari Jihan. Wanita yang sudah menjadi cinta pertamanya sejak kecil. Pasalnya ia sangat paham jika Jihan sangat membenci dirinya karena tingkah menyebalkannya seperti saat ini. Dimana ia menjambak rambut Jihan hanya karena ingin mencium aroma rambut Jihan lebih lama.

Jihan terus berusaha melepaskan jambakan Johan pada rambutnya. Namun Johan sama sekali tak berniat melepaskan jambakannya. Hingga seorang dosen tampan datang ke dalam kelas mereka. Baru Johan melepaskan jambakannya.

Lagi-lagi Johan harus menatap kesal pada Dosen tampan yang menjadi primadona para mahasiswi di kampusnya ini. Pasalnya, Jihan adalah salah satu pengagum ketampanan Dosen tampan yang masih singel itu.

"Biasa aja ngeliatin tuh Dosen. Dia merhatiin lo juga nggak." Dengus Johan sembari menendang kursi yang di duduki Jihan hingga ia hampir terjungkal.

"Johan!" Pekik Jihan yang refleks saat tubuhnya hampir saja jatuh karena ulah Johan yang cemburu buta padanya.

"Apa sayang," sahut Johan dengan sengaja, agar sang Dosen tampan yang suka curi-curi pandang dengan calon istrinya menganggap mereka adalah sepasang kekasih.

"Ishh... sayang-sayang. Pala lo peyang." Balas Jihan yang terlanjur kesal dengan ulah Johan, hingga ia tak perdulikan keberadaan sang Dosen yang hanya tersenyum melihat ke arahnya.

"Jie, udah tuh si ganteng liatin lo aja tuh." Tegur Marisa pada Jihan yang masih saja menatap kesal Johan yang malah senang terus ditatap oleh Jihan.

Di kediaman Baskoro yang kini di tempati keluarga Bagas. Dina dengan setengah hati tengah menyiapkan untuk jamuan nanti malam. Ia terus marah-marah tak jelas pada asisten rumah tangga yang tengah membantunya menyiapkan segalanya. Semua.yang dikerjakan asistennya selalu salah di mata Dina.

Nesya yang melihat Dina dengan suasana hati yang tidak baik-baik saja pun datang menghampiri. Ia bermaksud untuk menemani sang ibu mertua yang begitu baik padanya selama ini. Sebagai anak yatim piatu, Nesya selalu mendapatkan perlakukan yang baik dari Dina. Menjadi bagian dari keluarga Baskoro adalah sebuah anugerah yang terbesar di dalam hidup Nesya.

"Bunda," panggil Nesya pada Dina yang tengah duduk di tepi kolam renang.

"Sini sayang, duduk sama Bunda di sini." Ajak Dina pada Nesya yang datang menghampirinya.

Nesya duduk di tepi kolam tepat di samping sang ibu mertua yang kemudian membelai perut buncitnya.

"Masih sakit tidak perut mu Nes?" Tanya Dina dengan begitu perhatian.

"Udah enggak Bun," jawab Nesya sembari menatap serius wajah sedih ibu mertuanya.

"Bun, kenapa Bunda kelihatan gak suka dengan acara lamaran keluarga Johan malam ini?" Tanya Nesya yang malah membuat Dina menitikan air matanya.

"Sebentar lagi, kamu akan menjadi seorang ibu. Kamu akan merasakan apa yang ibu rasakan saat ini sayang. Sebenarnya bukannya ibu tidak suka, tapi ibu hanya ingin Jihan menikmati masa mudanya hingga puas, karena apa? Karena menjalani pernikahan itu tak semudah seperti yang Jihan dan kamu bayangkan selama ini. Sekarang memang belum terlihat halangan dan rintangan, tapi ke depannya nanti pasti akan ada halangan dan rintangan yang kalian hadapi. Dan Bunda yakin Jihan belum cukup dewasa untuk menghadapai semua itu. Jihan sangat berbeda dengan kamu Nesya." Jawab Dina yang membuat Nesya mengerti kenapa ibu mertuanya bersikap seperti ini. Dia begitu mengkhawatirkan kondisi putrinya.

Terpopuler

Comments

Sarita

Sarita

jihan, johan jijae deh

2023-09-22

0

Ra2_Zel

Ra2_Zel

Harusnya itu di peluk bukan di tarik

2023-06-28

0

Cerita Aveeii

Cerita Aveeii

astagaa Jihan 😳

2023-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!