Pernikahan Terbuka
"Apa tidak ada tempat lain yang lebih baik dari WC umum?"
Axton yang tengah memojokkan perempuan yang baru ditemuinya beberapa menit lalu, sontak berdecak pelan ketika Anyelir 'lagi-lagi' memergokinya.
Yang berarti, ini bukan kali pertama seorang Anyelir Kylie Winston, yang tak lain dan bukan istrinya sendiri memergoki Axton tengah berduaan dengan perempuan lain.
Oh, jangan salah sangka. Jangan langsung menghakimi sepihak Axton suami berengsek dan tidak tahu diri bisa mendapatkan perempuan secantik Anyelir Kylie Winston yang lebih cocok dijuluki robot Al, ketimbang seorang perempuan bertubuh ramping tinggi semampai dengan rambut panjang sepunggungnya yang malam ini lebih memilih disanggul rapi.
Jangan lupakan tusuk sate—panah emas—apalah itu. Iya, konde yang menancap bak bilah pedang di atas sanggulannya. Siap dicabut dan dilayangkan tepat ke inti jantung Axton jika nanti salah bicara ketika sedang membuat pembelaan diri.
"Why Darling? Kangen atau cemburu?"
Axton menjauhi perempuan yang dikurungnya di sudut WC. Menarik diri mendekati Anyelir yang malah mundur dua kali. Menyorot jijik pada Axton.
"Aaahh."
Axton mengusap bibirnya yang masih basah. Tentu, Anyelir teramat tak suka ada jejak perempuan lain tertinggal di tubuh Axton. Bukan karena cemburu buta. Tapi ... lihatlah sendiri apa yang selanjutnya akan terjadi.
"Hal penting apa yang ingin disampaikan Istri tercintaku sampai rela jauh-jauh menemuiku ke sini?" tanya Axton diiringi kekehan mengejek. Menyandarkan satu lengannya di kusen pintu WC. Membalas tatapan Anyelir bersahabat. Tidak seperti yang diberikan sang istri yang sudah seperti ingin membuang hidup-hidup suami tak berguna seperti Axton ke segitiga bermuda.
"Kamu nggak lupa kedatangan kita ke sini apa?"
Axton mengangguk. "Tentu aja nggak. Kenapa, sudah mau mulai, ya?" tanya Axton seraya menurunkan sanggahan lengannya. Eskpresi wajahnya kontan berubah, tampak lebih serius dan berwibawa.
Axton menarik diri dari WC. Menghampiri Anyelir yang kali ini tidak menghindar lagi.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Axton langsung mengalunkan lengan di pinggang ramping Anyelir, menariknya merapat. Mendadak melupakan perempuan kencan kilatnya yang masih berada di dalam WC.
"Hm." Anyelir berdeham, balas mengulurkan lengannya melingkari pinggang keras Axton. "Kata Sasa sepuluh menit lagi. Ayo ke sana. Aku nggak mau kebiasaan jelekmu ini mengacaukan semuanya," sindir Anyelir sembari melirik perempuan kencan Axton yang dikenalinya sebagai salah satu staf acara. Yang semula mau keluar sembunyi-sembunyi, tapi buru-buru masuk lagi setelah sepersekian detik saling bersitatap dengan kilah tajam milik Anyelir.
Axton tertawa-tawa. Merendahkan wajah, memiringkan ke kanan. Mengecup singkat bibir Anyelir yang menyambut kaget.
"Okay, ayo ke sana. Tapi jangan lupa kesepakatannya. Kamu tahu, 'kan kalau aku paling nggak suka dibohongi."
Anyelir memutar bola mata malas. Mendorong pelan sebelah wajah Axton yang ingin kembali menciumnya.
"Dan aku bukan orang tipe ingkar janji. Stop it! Aku butuh waktu satu jam lebih untuk make up ini. Jangan berani-beraninya merusak," tegas Anyelir menahan dada Axton sekuatnya yang masih berusaha menjangkau bibirnya.
Axton mencibir. Menarik bibir Anyelir ringan yang selalu berhasil membuat Axton gemas sendiri ketika melontarkan kalimat pedas seperti barusan.
"Kenapa kamu selalu menggemaskan," gumam Axton tanpa sadar.
Anyelir yang masih dalam posisi tertekan, sontak menghentikan dorongannya. Lekas mendongak, menatap Axton yang demi Tuhan—terlalu memuakkan.
"Kamu tadi bilang apa?" tanya Anyelir dalam suara mencemoohnya. "Nggak salah?"
Axton memalingkan wajah, mengumpat pelan. Bisa-bisanya memuji ular berbisa dalam bingkai wajah kelinci.
"Nggak." Axton menarik dirinya hingga berdiri dengan benar. "Emang aku bilang apa? Nggak ada. Telinga kamu aja kali yang salah dengar. Budek."
Anyelir yang semula hanya menganggap ucapan Axton sebatas angin lalu dan sudah tidak memperdulikannya lagi, mendadak berubah 'sangat peduli' mendengar kata terakhir yang baru saja dilontarkan Axton.
"Apa? Budek? Telingaku, budek?" tanya Anyelir memastikan. Layangan kilat diberikan pada Axton yang sudah berulang kali meneguk ludah kasar. Ngeri melihat sorot dingin dari manik mata amber Anyelir.
"Telingaku," putus Axton cepat. Mulai mengajak Anyelir berjalan. Bisa mampus Axton kalau Anyelir masih belum puas atas kilahnya. "Sudahlah. Jangan berantem lagi. Nggak capek apa tiap hari berantem terus?"
Pasalnya, tiada hari dalam rumah tangga mereka sepi dari yang namanya bertengkar. Mulai dari masalah sepele seperti; lupa mencuci gelas setelah minum, hingga yang paling besar soal rumor panas Axton yang pernah terlibat skandal dengan salah satu aktris kenamaan negeri ini.
Beruntung Anyelir tak sampai melayangkan gugatan cerai. Justru Anyelir-lah yang membantu Axton mengerahkan segala usaha hingga rumor itu meredup dan hilang dengan sendirinya.
Akan tetapi, beberapa hari setelahnya, sikap Anyelir yang semula biasa saja dan memperlakukan Axton layaknya suami sungguhan meski keduanya tidak saling mencintai, mendadak berubah total. Anyelir berubah dingin, jarang sekali terlibat obrolan lagi dengan Axton. Mungkin karena tidak suka dikhianati meskipun keduanya hanya menikah main-main, Anyelir sampai tega tidak pernah lagi membantu menyiapkan kebutuhan Axton.
Anyelir yang sekarang adalah gambaran Anyelir yang Axton temui untuk kali pertama, setelah baru berani keluar dari persembunyiannya begitu rumor lenyap. Tapi sekarang sudah lebih baik. Anyelir sudah mau kembali melayani Axton meski seringnya diselingi gerutuan tanpa henti.
Axton menunduk, menatap dalam Anyelir yang masih belum bersuara. Hanya sepasang manik matanya yang masih menyorot lurus memerhatikan jalan.
"Capek?" Axton menarik kepala Anyelir. Direbahkan di dada. Mengusap-usap pelan.
Anyelir bergumam tidak jelas. Lekas menarik kepalanya menjauh begitu keduanya mulai memasuki wilayah tempat acara.
Sudah banyak kamera milik wartawan di depan sana. Tentu saja akan meliput serangkaian acara malam ini. Malam ulang tahun televisi swasta. Aset pertama dan paling berkembang dari PT. Heaven Media, sebuah perusahaan multimedia milik Axton dan Anyelir.
Umurnya masih terbilang jagung. Baru tiga tahun. Sama dengan umur pernikahan Axton dan Anyelir. Meski begitu, sudah memiliki dua program. Media umum; gratis dan khusus olahraga; berbayar. Semuanya berkembang pesat dan diterima positif oleh masyarakat luas.
"Jangan buat malu."
Axton menoleh. Anyelir baru saja melepaskan diri darinya. Berjalan menghampiri MC acara, tengah berbincang-bincang serius.
Seulas senyum Axton tunjukkan. Kembali menatap ke depan.
Selain wartawan dan beberapa aktor-aktris baik milik perusahaan maupun di luar yang diundang khusus untuk memeriahkan acara, juga sudah banyak para masyarakat yang sangat antusias ingin menyaksikan penampilan demi penampilan yang ada.
Mereka rela datang dari siang karena, takut tidak kebagian tiket yang bisa terjual habis dalam hitungan menit. Tiketnya dijual secara online. Masyarakat tidak perlu mengantri lagi dan berdesak-desakan.
Nantinya bagi hasil dari penjualan tiket itu, delapan puluh persen akan Axton sumbangkan ke panti asuhan dan yayasan-yayasan yang sekiranya membutuhkan uluran tangan. Itu semua atas arahan Anyelir. Lagi-lagi, Axton hanya tinggal menjalankan.
Dibilang ngenes, ya begitu faktanya. Anyelir terlalu mandiri, serba bisa. Memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Mirip sekali dengan almarhumah papa mertuanya yang sudah meninggal satu tahun lalu.
Terkadang, Axton sampai merasa tidak layak bersanding dengan Anyelir. Sekalipun Axton juga ikut andil mengolah perusahaan, tetap saja Anyelir-lah yang mengkoordinasi semuanya meski di sana Axton yang memimpin perusahaan.
Malahan, Axton merasa lebih cocok menjadi asisten yang tinggal iya-iya saja. Karena bisa dihitung jari berapa kali Axton bisa menjalankan perusahaan tanpa ada uluran kendali dari Anyelir.
"Damn it."
Axton mengumpat lirih, mundur cepat menghindari tumpahan jus yang masih mengarah ke jasnya. Segera mengibas-ngibaskan. Kalau ketahuan Anyelir, habis sudah kena ceramah.
"Maaf-maaf, saya tidak sengaja."
Dari suaranya yang lembut, pasti perempuan.
Axton yang masih menunduk, perlahan mendongakkan wajah. Menatap penasaran perempuan bergaun putih yang ujungnya gaunnya sampai menenggelamkan kakinya meski sudah memakai high heels. Terlihat jelas dari renda ujung gaunnya yang menerawang.
Penampilan yang sederhana. Tapi entah kenapa begitu memikat Axton dalam pandangan pertama. Tetap terlihat berkelas, sesuai dengan tema acara.
"Ada apa?"
Pundak Axton seketika kaku. Anyelir sudah berdiri di sebelahnya. Tatapan Anyelir yang kontan tertuju pada jasnya yang sudah kotor, mampu membuat Axton menengguk Saliva berulang kali.
Axton sudah sangat siap jika Anyelir langsung memarahinya tanpa henti.Terus mengungkit-ungkitnya seperti kejadian yang tak lebih sama juga pernah menimpanya.
Sebelum asumsi negatif Axton itu terjadi, syukurlah dunia tengah berpihak baik padanya. Sang pelaku penyiraman tadi kembali mengakui perbuatan cerobohnya.
"Sekali lagi saya minta maaf. Saya sungguhan tidak sengaja. Sebelah pijakan heels saya patah. Saya akan ganti—Axton." Perempuan pelaku penyiraman mengangkat wajah, kontan terkejut mendapati Axton. Menoleh cepat kepada Anyelir. Lebih terkejut lagi. "Anye," panggilnya sampai membeliakkan mata lebar.
Tidak hanya perempuan itu seorang yang terkejut, tapi juga Axton dan Anyelir. Bahkan, Axton sampai tidak berkedip ketika tidak sengaja bersitatap dengan perempuan berwajah lembut itu.
Sorot mata layunya berhasil menghipnotis Axton. Seolah-olah menghentikan pergerakan dunia detik itu juga.
Kenapa dia harus kembali?
****
Budek\=Tuli
Hi, aku Nilwa. Salam kenal semua. Ini karya pertamaku di sini, semoga cukup menghibur. Kalau suka, jangan lupa di like ya. Terima kasih ♡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Murniyati
baru mulai bc
2024-09-19
0
YuWie
awal yg bagus..tapi opening bikin il fiil aja krn kesepakatan pernikahaan..hmmm
2024-06-16
0
Soraya
mampir dulu ya kak
2024-04-11
0